Rangga duduk di taman dekat dari rumah Reza awalnya dia pamit dengan alasan ingin membeli minuman untuk teman-teman yang lain, namun melihat taman yang begitu sejuk mengurungkan niatnya duduk sejenak menikmati angin segar, Rangga mengusap wajahnya kasar merasa mimpi semalam begitu nyata, kehadiran Stella, usapan rambut di kepala, tangisan gadis itu.
"Ehm, katanya mau beli minuman kok di sini", celetuk Rossa membuat cowok itu tersentak kaget spontan menoleh meringgis.
"Maaf, nanti gue beliin, sini duduk", ujarnya
Rossa mendekat duduk di samping cowok itu menatap kedepan menikmati taman yang terlihat asri, "lo ada masalah ?", tanya Rossa melirik sejenak kembali menatap kedepan dengan senyuman tipis di wajah cantiknya.
Rangga menghembuskan nafas menunduk menatap kedua tangannya yang saling bertautan, "hm, gue bingung, gue hidup dengan rasa bersalah yang selalu menghantui gue selama ini di tambah sekarang gue sekelas dengan Stella, rasa bersalah di hati gue semakin menumpuk, melihat tawa gadis itu membuat gue ingin menenggelamkan diri gue, dia terlihat sangat ceria dengan luka yang tersimpan begitu rapi", ujarnya lirik membuat Rossa menipiska bibir.
"Lo boleh cerita apapun", ujar Rossa mengusap punggung Rangga lembut membuat cowok itu melirik tersenyum tipis.
Rangga kembali menatap kedepan menikmati usapan lembut dari gadis di sampingnya menutup mata sejenak, "gue alasan Stella kehilangan orang tuanya", ujarnya membuat usapan Rossa berhenti begitu saja begitu kaget dengan pengakuan cowok itu.
Rangga terkekeh miris menunduk senakin dalam tersentak kaget merasakan tubuhnya tengah di dekap, "lo bisa cerita semuanya Rangga", ujar Rossa lembut, Rangga tersenyum tipis membalas pelukan gadis itu mencari kenyamanan.
Cowok itu melepas pelukan menatap wajah Rossa yang sudah memerah, "makasih Ros", ujar Rangga tersenyum senang merasa bebannya menguap begitu saja hanya karena dekapan gadis itu.
Keduanya tidak menyadari kehadiran Stella menatap nanar punggung keduanya kembali berlari menuju rumah Reza meminta Gibran untuk mengantarnya pulang, sampai di rumah Stella langsung masuk kedalam kamar menangis di sana menyuruh Gibran kembali ke rumah Reza dengan alasan dia ingin istirahat.
"Hiks, lo bahkan jujur dengan Rossa, Rangga, begitu tidak berartinya gue untuk lo, begitu tidak percayanya lo, gue menunggu kejujuran, dari awal gue sudah tahu soal kejadian itu, mudahnya gue memaafkan berharap lo jujur di hadapan gue namun hiks", tangis Stella menutup wajahnya menangis pilu tidak sanggup melanjutkan ucapannya
Rasa sakit menjalar menyesakan dada, dia sekarang kehilangan semuanya, satu-satunya yang dia anggap keluarga sama sekali tidak percaya padanya, "ma, pa, jemput Stella hiks", lirihnya menarik selimut meringkuk berusaha meredakan tangisan.
*****
Besoknya semua murid 2 IPA 2 sudah berbaris di lapangan hormat ketiang bendera, menjalankan hukuman karena bolos satu hari, Rangga yang berdiri paling belakang menatap punggung Stella yang terlihat menurunkan bahu menunduk, setelah kejadian kemarin Rangga menjaga jarak.
"Woyy udah elah capek bangat", keluh salah satu teman kelas
"Siapa suruh bolos", lirik Reza sinis membuat mereka kembali merapatkan bibir takut-takut amukan dari cowok itu.
"Senam aja deh", teriak Nada menghembuskan mafas frustasi.
Seorang cowok mendekat membuat mereka kompak menoleh Satria mendekat dengan dua botol minuman di tangannya mendekat ke arah Nada menyerahkan minuman itu membuat satu kelas langsung heboh, setelah itu Satria menyodorkan minuman satunya pada Stella yang langsung tersentak kaget, "eh makasih".
"Buaya lo, kalau ngasih untuk satu cewek aja anjir", teriak Gerry menyadari tatapan Gibran yang terlihat cemburu.
"Lo pilih yang mana sih Sat ?", tanya salah satunya ikut jengah tidak mau teman kelasnya di permainkan.
Satria meringis, "Stella satu organisasi sama gue, anggota paling spesial di basket, kalau Nada hmm", ujarnya mengantungkan ucapan melirik ke arah Nada yang terlihat tidak peduli sama sekali, "pemilik hati gue", lanjutnya membuat mereka semakin heboh.
"Wwwwwwaaaaassssikkkkk"
"Anjir lah baper, lihat wajah Nada merah kek tai", teriak teman kelasnya yang lain.
"Kuning, tai warna kuning anj_", teriak yang lain.
"Nada, diam-diam punya cemceman, kapten basket lagi".
"Pergi lo Sat, bikin gaduh saja lo", ujar Rangga terdengar marah membuat Satria bergegas pergi menjauh melirik sekilas ke arah Nada yang tengah tersenyum tipis menatapnya.
Gibran menatap sendu ke arah Stella yang sedari tadi hanya diam, tidak ada lagi Stella yang receh, ceria yang ada gadis itu terlihat tidak ada tujuan hidup, Gibran menghembuskan mafas melirik ke arah Rangga yang juga tengah menatap punggung Stella, lagi-lagi Gibran menghembuskan nafas, "keduanya sama-sama menderita", gumamnya yang mampu di dengar oleh Gerry yang sudah menautkan alis bingung penasaran maksud ucapan cowok itu.
"Hukumannya selesai langsung kembali ke kelas ngak usah keluyuran lagi", teriak Reza tegas memperingati mereka membuat mereka kompak mendengus kesal berjalan beriringan menuju kelas.
"Stella".
Hanya satu nama yang di panggil namun duapuluh orang yang menoleh membuat cowok itu meringis, Stella menatap dengan pandangan kosong, "eh Bastian, ada apa?", tanyanya dengan alis tinggi.
"Lo bisa ikut latihan ngak, soalnya dua minggu lagi ada pertandingan dan sekolah kita yang terpilih untuk mewakili, jadi nanti kita adakan pemilihan siapa-siapa yang akan maju di pertandingan", ujar Bastian salah satu anggota basket.
Stella mengatupkan bibir melirik ke arah Rangga yang biasanya ikut mengeluarkan pendapat jika berurusan dengannya namun kali ini cowok itu nampak tidak peduli, "hm gue coba",lirihnya mencoba tersenyum tipis kembali melangkah menuju kelas
Reza yang menatap menghembuskan nafas sedikit melirik ke arah Rangga yang kini menatap punggung Stella, Reza memijit kening yang tiba-tiba terasa berat, masalah antara Rangga dan Stella menurutnya masalah yang cukup berat karena menyangkut tentang kematian.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
School Love On (Selesai)
Cerita Pendek"Ck ganggu mulu sih, di dalam kelas, di luar lo ganggu mulu kalau naksir bilang, lo naksir gue kan, ngaku lo". "iya, gue naksir, baru nyadar lo" "hah, Ngak jelas" ***** cover by pinterst