"RANGGA".
Semua yang ada di kelas tersentak kaget, langsung menoleh menatap Stella yang kini berdiri dengan air mata membasahi pipi menghentikan Rangga yang hendak keluar dari kelas setelah mendengar bel pulang berbunyi menghindari gadis yang kini memanggil namanya, tubuh Rangga membeku tidak sanggup berbalik mendengar isak tangis dari gadis itu.
Brughh
Tubuh Rangga menegang merasakan pelukan dari gadis itu, air mata Rangga keluar membasahi pipi tidak peduli lagi dengan ejekan teman yang lain berbalik menarik Stella kedalam pelukannya, teman kelas bingung namun bibir mereka tiba-tiba keluh tidak sanggum mengeluarkan suara mendengar tangisan menyakitkan dari Stella di tambah melihat Rangga yang juga menangis, Rossa yang sudah tahu ikut terisak namun sekuat mungkin menahan.
"Maaf Stel maaf, maaf", ujar Rangga dengan tubuh luruh kebawah bersimpuh di hadapan gadis itu.
Stella ikut duduk menatap wajah Rangga, "gue sudah tahu semuanya Rangga, gue hanya menunggu lo untuk jujur tapi lo ngak pernah jujur sama gue, sebegitu ngak berartinya gue untuk lo, begitu ngak percayanya lo sama gue", ujarnya lirih membuat Rangga menggelengkan kepala cepat.
"Gue takut lo benci sama gue Stel, gue yang sudah lo anggap keluarga sialnya penyebab orang tua lo meninggal", ujarnya membuat teman kelas yang belum tau membulatkan mata begitu shok dengan pengakuan cowok itu.
Stella menggelengkan kepala cepat, mengusap air mata cowok itu lembut, "lo bukan penyebab orang tua gue meninggal, Rangga, itu sudah takdir kedua orang tua gue yang harus pergi dengan cara seperti itu", ujarnya lirih menahan rasa sakit di hatinya mengingat kejadian tragis di mana kedua orang tuanya meninggal dunia.
"Bagaimana bisa Stella, gue yang nabrak orang tua lo, gue Stella, gue", teriak Rangga menangis pilu menggelengkan kepala, meraih tangan Stella, "pukul gue Stel, pukul gue hiks, pukul gue sepuas lo, sampai rasa sakit di hati lo berkurang, maaf", ujarnya sudah sangat kacau.
Semua yang ada di dalam kelas sudah tidak kuat, beberapa di antara mereka sudah menangis tidak menyangka kehidupan Stella yang begitu tragis, namun selama menjadi teman kelas gadis itu selalu menjadi moodboster di dalam kelas dengan tawa recehnya.
"Gue akan memaafkan perbuatan lo, tapi ada satu syarat", ujar Stella akhirnya membuat Rangga mendongak menatap wajah Stella yang sudah sembab membuat cowok itu lagi-lagi terluka karena membuat gadis itu menangis, "gue akan lakuin apapun yang membuat lo bisa maafin perbuatan lo, bahkan lo menyuruh gue mempertanggung jawabkan perbuatan gue, sekarang gue akan ke kantor polisi menyerahkan diri", ujarnya.
Stella menggelengkan kepala, "bukannya mama dan ayah menolak untuk melaporkan lo pada polisi waktu itu, lo ingat permintaan kedua orang tua gue saat lo datang ke rumah sakit meminta maaf pada keduanya sebelum meninggal, mereka meminta lo untuk menjaga gue, menganggap gue sebagai adik lo, mereka sudah tahu jika waktunya sudah tiba untuk pergi waktu itu Rangga, kalau pun lo ngak sengaja menabrak orang tua lo, mereka tetap meninggal waktu itu karena itu sudah takdir", ujarnya kembali menangis.
Awalnya Stella sangat sakit saat tahu penyebab meninggal kedua orang tuanya adalah Rangga yang tidak sengaja menabrak waktu itu, namun permintaan terakhir kedua orang tuanya, yaitu memaafkan, menerima dengan ikhlas karena itu sudah takdir yang tidak bisa di ubah membuat Stella sangat mudah memaafkan perbuatan Rangga.
"Jadi apa yang lo mau Stel ?", tanya Rangga menghapus air mata gadis itu.
Stella menatap dengan pandangan nanar, "tetap anggap gue saudara lo sampai suatu saat nanti lo dan gue punya kehidupan dengan pasangan masing-masing Rangga", ujarnya lirik
Tidak ada kata lagi yang keluar dari mulut cowok itu, kini dia menarik gadis itu kedalam pelukannya memeluk begitu erat mengecup puncak kepala gadis itu pelan menangis bersama, beban yang Rangga simpan bertahun-tahun lamanya menguap begitu saja, pundaknya terasa ringan setelah merasa bersalah selama 3 tahun lamanya
"Makasih Stel", bisik Rangga, Stella mengangguk di dalam pelukan cowok itu.
"Sudah kan, yuk ke lapangan basket liat pemilihan anggota yang ikut bertanding, kita dukung Stela, oh iya Nad lo ngak masuk ?", tanya Reza menoleh ke arah Nada.
"Gue gagal di pemilihan sebelumnya, tinggal Stella yang masih bertahan, ayokk kita dukung", ujarnya ceria mencoba memperbaiki suasana kelas yang terlihat gelap sendu.
"Yee bilang aja lo mau ketemu Satria Satria itu", celetuk Gerry langsung paham apa yang tengah Nada lakukan.
"Ck jomblo di larang komentar", ejek Nada meleletkan lidah membuat Gerry mencibir pelan.
"Langsung putus baru tahu rasa", celetuk Rossa tiba-tiba membuat semuanya langsung menoleh melongo membuat gadis itu menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
"Kalian kenapa ?", tanyanya polos.
Mereka kompak menggeleng, "lo ngak sakit kan Ros, lo yang terkenal baik, feminim kok tiba-tiba ucapin sesuatu yang ngak di sangka-sangka sih", ujar Reza.
"Emang ucapam gue salah ya?", tanyanya bingung.
"Ngak salah Ros, ngak salah, bagus malah kalau ucapan lo langsung terkabul", ejek salah satu teman kelasnya ke arah Nada.
"Eh anj_", umpat Nada kesal mencuatkan bibir menghentakan kaki membuat mereka langsung tertawa, bahkan Stella dan Rangga ikut terkekeh.
Gibran yang sedari tadi memperhatikan keduanya menghembuskan nafas lega, melihat tawa Stella yang terlihat sudah kembali seperti semula.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
School Love On (Selesai)
Historia Corta"Ck ganggu mulu sih, di dalam kelas, di luar lo ganggu mulu kalau naksir bilang, lo naksir gue kan, ngaku lo". "iya, gue naksir, baru nyadar lo" "hah, Ngak jelas" ***** cover by pinterst