Chap. 4 - Hari Pertama

633 14 1
                                    

Pernikahan sudah menginjak satu bulan, tapi tak pernah senggang Inggit selalu pergi ke club malam.

Seperti saat ini, Alsan menantikan kedatangan wanita yang telah sah menjadi istrinya itu tak kunjung pulang, padahal jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, bagaimana ia tak resah, pasalnya kepulangan Inggit selalu membawa sisa bau akohol yang menyeruak.

Bolak balik Alsan mengecek layar ponsel namun tak ada jawaban. Tanpa berfikir panjang, pria berkacamata itu segera menyambar kunci mobil dan keluar untuk mencari keberadaan istrinya.

Mobil belum sampai keluar pagar, deruman mobil lain terdengar, nampak mobil warna putih berhenti didepan pagar. Alsan mengira Inggit ada disitu.

Dari kaca spion Alsan melihat pintu mobil terbuka, menampilkan dua orang perempuan yang sedang memapah Inggit. Lagi lagi hatinya seolah dipukul dengan palu besi.
Alsan segera keluar dan menghampiri Inggit. Dua wanita yang memapah dengan kesulitan itu melihat kearahnya.

"Tolong jagain dia, dia mabuk berat."

Alsan menunduk sembari menggendong Inggit perlahan.

"Terima kasih kalian sudah mengantarkannya kesini," Alsan menyempatkan berterimakasih walau pandangannya selalu tertuju pada Inggit dalam gendongannya.

"Iya, kita cabut dulu, dia rapuh, tolong jagain dia." Pamit salah satu dari mereka, keduanya lantas melenggang pergi menuju mobil.

Alsan berjalan menuju pintu rumah, sepanjang langkah kaki Alsan,  Inggit meracau tak jelas.
Akhirnya Alsan berhasil membaringkan wanita itu dengan mudah.

Pria berkacamata itu beranjak namun sebuah tangan lentik itu menahan ujung pakaiannya, siapa lagi kalau bukan Inggit.

"Gerah, naikin AC nya!"

Alsan segera mengambil remot dan mendial nomor yang tertera sembari mengarahkannya pada AC.
Udara dingin menyentuh kulitnya.

.
.
.

Adzan subuh berkumandang, Alsan beranjak dari tidurnya.

Ia segera mengambil air wudhu, mengenakan baju koko, sarung, peci, dan beranjak menuju mushala kompleks nya.

Usai sholat dan berdoa, ia pulang dari mushala bersama pak Fuad, pria berumur 50 an, tetangga jarak empat rumah darinya.

"Mohon maaf ya Mas kalau saya ikut campur, kalau tidak salah, saya lihat setiap malem sepertinya ada perempuan yang keluar masuk rumah Mas Alsan?"
Tanya pak Fuad hati-hati. Dari sekian tetangga, pak Fuad sejak awal tipikal orang yang ramah dan peduli, mengingat kompleks yang terkenal dengan individualis, beliau adalah orang yang friendly.

Otak Alsan mencerna kalimat barusan, hanya ada satu wanita yang ada dirumahnya, ia Inggit.

"Oh, itu istri saya pak. Maaf, saya belum mempublikasikan pernikahan." Alsan terkekeh.
Bagaimana tidak, pernikahannya sangatlah mendadak.

"MaasyaAllah. Maaf Mas, saya malah su'udzan. Karena dulu setau saya Mas Alsan masih lajang."

"Hehe iya pak, Alhamdulillah saya baru menikah seminggu yang lalu."

"MaasyaAllah.. Selamat ya Mas. Kapan nih dikasih momongan?"

"Terimakasih pak, untuk itu doakan saja."

Apakah selalu itu pembahasan untuk orang yang baru menikah?

.

.
.

Langit lebih terang dari sebelumnya. Pria dengan celemek biru itu berkutat di meja dapur menyiapkan sarapan pagi seperti biasanya setelah melakukan rutinitas olahraga.

Married with Pak Ustad?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang