Chap 6 - Anak lo?

527 12 1
                                    

Inggit merasakan banyak bantal disisi kanannya, ia membuka kelopak mata, nampak  lengan dengan otot besar berlilitkan kaos abu itu tengah menopang kepala seorang bocah kecil dipelukannya.

Kepala Inggit sedikit pening. Semalam ia mabuk. Ia perlahan bangun, meminum segelas air putih yang selalu tersedia di samping tempat tidurnya. Inggit melirik jam yang masih pukul setengah dua malam, ia kembali menuju ke alam bawah sadarnya.

.
.
.

Inggit bangun. Bau masakan sudah tercium di indera penciumannya. Dipagi hari, pertama yang ia rasakan ialah perutnya begitu lapar.

Ia beranjak menuju kulkas mencari keberadaan makanan yang bisa mengisi perutnya.

Pria itu berkutaat di dapur dengan selendang bayi melekat di pundaknya, pria itu melewatkan joggingnya karena mengingat Bilqis ada dirumah.

Berarti semalam yang Inggit lihat disampingnya itu benar.
Bisa bisanya ia meminta pria ini melepas pakaiannya, jika sampai macam macam bukan salah pria ini. Wah dasar, dirinya ternyata begitu bar-bar dengan orang seculun dia.

"Itu siapa? Anak lo?" Tanya Inggit sembari membuka pintu kulkas.

"Ha?"

Alsan menoleh, ia kira Inggit belum bangun.

"T-tidak, saya saja baru menikah sama kamu."

"Siapa tau punya istri pertama atau siapa, biasanya ustadz ustadz kan kek gitu"
Ucap Inggit enteng sambil mengambil satu buah kurma, hanya itu cemilan terdekat.

Alsan tak menyangka inggit berfikir sampai situ.
"Saya tidak seperti itu. Ini ponakan saya dari Fatimah, kemarin malam dia kesini, minta izin meninggalkan Bilqis disini sebentar karena mertuanya dirawat dirumah sakit. Kamu dapat salam darinya."

"Mau cama tante" sela Bilqis berbinar, tangan mungilnya mencoba meraih kearah Inggit.

Alsan bingung apakah inggit mau menerima Bilqis.

"Ah repot. Mana makanan? gatau orang lagi laper apa?" Sungut Inggit kearah Alsan. Alsan sedikit terhenyak, ia segera menyelesaikan masakannya.

Bilqis yang melihat respon istri omnya, melengkungkan bibir mungilnya kebawah, mata bulat itu mulai berkaca kaca menahan air mata. Suara tangisan bocah itu akhirnya pecah memenuhi dapur.

"Huwwaaa."

"Cup cup cup."
Alsan kewalahan menenangkan Bilqis. Pria itu mengambilkan nasi dan lauk-pauk untuk Inggit sembari menggendong Bilqis dengan tangisan kerasnya.

"Huwaaaaa" tangisan semakin kencang.

"Bilqis mau apa? Loh, ada kupu-kupu. Wah, cantik sekali, Bilqis mau lihat?" Bujuk Alsan setelah membiarkan Inggit makan dimeja makan.

Bilqis tak peduli, ia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan muka cemberut.

Alsan mencoba menenangkan Bilqis dengan mengalihkan ke hal lain namun gadis kecil itu tak tertarik dan masih enggan berhenti menangis. Beberapa menit masih didapur dan tak berhenti menangis, gadis kecil itu ingin Inggit.

"Bilqis mau mainan sama om di depan?" Tawar Alsan dengan sabar.

"Awas, anak kecil jaman sekarang tuh ngerti om-om,"
Celetuk Inggit sambil mengusap bibir menggunakan tisu setelah menandaskan makannya, dilanjut meminum segelas air putih. Sungguh, telinganya sudah tak tahan mendengar jeritan bocah itu.

"Bilqis mau minum susu lagi?" Pria itu tanpa lelahnya meladeni sang gadis cilik.

"Mau cama tante, hwwaaa."

Alsan tau Bilqis merindukan sosok ibu. Anak kecil mana yang tahan jauh dari sosok yang setiap hari bersamanya.

"Makanlah lagi," tawar Alsan pada Inggit. Pasalnya baru kali ini ia melihat Inggit memakan masakannya hingga tandas setelah setiap hari mendapat penolakan darinya.

"Siniin, gak betah telinga gue denger bocah nangis mulu"
Alsan memberikan Bilqis pada Inggit perlahan. Senyum tipis terukir  di bibir Alsan.

Bilqis seketika menghentikan tangisannya.

"Empuk," ucap bocah itu dengan polos ketika berada di rengkuhan Inggit.

Alsan kaget, namun ia pura-pura tak mendengar.

"Empuk mana sama mama?" Inggit yang dasarnya bar-bar malah meladeni.

"Eeemmm, empuk punya tante."

"Bes--"

Alsan segera menjauh tak ingin mendengar lebih lagi.

***

Saat ini Alsan tahu dimana keberadaan Inggit, karena dalam ponsel ia memasang alat pelacak. Jika sewaktu-waktu ada sesuatu, ia bisa langsung tahu keberadaannya, mengingat Inggit yang tak mau untuk ia hubungi. Ia terpaksa mengambil cara ini agar dirinya merasa tenang karena tau dimana keberadaan Inggit.

Berangkat bersama dan bekerja dikantor yang saling berjarak cukup dekat, setiap hari nya Inggit selalu mendahuluinya pulang, biasanya dengan memesan gocar.

Seperti hari ini, Alsan yang membawa ponakan kecilnya itu di kantor, pukul empat sore ia memilih pulang dan mengerjakan pekerjaannya dirumah.






Inggit yang baru saja pulang hendak ke kamar melihat di balik kaca ruang kerja Alsan yang terpaksa ia lewati ketika hendak ke kamar, pria berkacamata yang fokus pada komputernya tengah memangku bocah cilik itu, jika difikir-fikir mereka tampak serasi, seperti ayah dan anak.

Alsan yang melihat kedatangan Inggit segera bangkit dari kursi sembari menggendong Bilqis menghampiri Inggit yang masuk kamar.

"Kamu pulang sama siapa Inggit?" tanya Alsan didepan pintu. Tak ada sautan dari dalam. Sebenarnya Alsan hanya ingin memberitahunya teh dan makanan.

Krek
Pintu dibuka.

"Mau gue pulang sama siapa emang urusan lo?" Jawab Inggit dingin.

"Saya suamimu Inggit." Inggit tak tahu seberapa cemas dirinya ketika Inggit pulang malam.

"Harus gue bilang berapa kali sih? Lo tu punya otak gak? Kita cuma nikah diatas kertas! Gak usah urusin gue! Gue gak suka orang kayak lo apalagi cinta!" Ucap Inggit penuh emosi dan penekanan.

Alsan salah mengajak bicara saat ini, ia tau jika Inggit sedang lelah.
Alsan tak memikirkan lontaran Inggit.
"Saya sudah buatkan teh di atas nakas, sepertinya sudah dingin. Kalau lapar, makanlah, di meja ada oseng cumi," terang Alsan masih setia dengan senyuman seperti biasanya.

Inggit acuh. Daripada berbicara dengan orang yang IQ nya 0, lebih baik diam dari pada membuatnya naik pitam, bisa-bisa dirinya darah tinggi dan struk diumur masih muda ini, amit-amit.

***

TBC

Janlup aku butuh VOTE and Comment. Bahagiaaaa banget dapet notif vote or comment dari kalian!!!😍

Thank you All.. see you

Married with Pak Ustad?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang