Chapter 6

578 69 28
                                        

Keesokan harinya Satoru terbangun ketika matahari mulai terbit. Ia mengucek mata dan masih mengumpulkan kesadarannya. Ia sedikit bingung karena kini ia berada di kamar yang berbeda.



"Bangun juga kau."



Satoru membeku mendengar suara yang sedikit familiar itu. Bisa ia lihat Toji keluar dari kamar mandi hanya dengan sehelai handuk yang menutupi pinggangnya.



"Apa dia bicara padaku? tapi bukannya aku tidak bisa dilihat ya?" gumam Satoru.



"Ya wajah menyebalkanmu terlihat dengan jelas Gojou Satoru."



Satoru berjengit ketika namanya disebut dan tatapan pria bermarga Fushiguro itu jelas tertuju kearahnya. "K-kau? B-bagaimana bisa..?"



"Kau seenaknya meminum whisky milikku lalu ketika kau mabuk kau malah muntah di bajuku sialan."



Satoru mencoba mengingat kejadian semalam dan ketika otaknya mulai mengingat apa yang terjadi ia langsung membeku. "Kau sekarang bisa melihatku?" tanya Satoru memastikan.



"Apa maksudmu? Tentu saja aku bisa melihatmu." jawab Toji.



Satoru menggigit bibir bawahnya. Dengan Toji yang bisa melihatnya padahal matahari sudah terbit bisa dipastikan ia telah kehilangan waktu tiga puluh hari. Padahal ia telah berharap banyak karena baru beberapa hari berlalu ia telah mendapatkan satu air mata ketulusan namun kini ia diuji dengan kehilangan waktu tiga puluh hari.



"Apa-apaan wajahmu itu?! Jelaskan apa yang sebenarnya terjadi!" seru Toji. Ia kini telah berpakaian lengkap karena sedari tadi ia bicara sambil mengenakan pakaian.



"Kau bisa melihatku dan menyentuhku, untuk saat ini hanya kau yang bisa melakukannya Fushiguro-san." ucap Satoru dengan tatapan sayu. Ia kemudian menatap Toji dan tersenyum kecut. "Akan aku ceritakan."



Mulailah Satoru menceritakan apa yang menimpa dirinya pada Toji. Satoru merasa Toji harus tahu akan hal ini karena walau bagaimanapun ia meminjam tubuh Megumi untuk mendapatkan air mata ketulusan. Banyak resiko yang mungkin bisa terjadi karena itu Satoru meminta izin pada Toji untuk meminjam tubuh Megumi.



"Kau mungkin merasa ini bukanlah masalah besar tapi kau tidak berpikir bahwa hal ini bisa saja membahayakan anakku!" seru Toji setelah Satoru selesai dengan ceritanya.



"Aku tidak punya pilihan lain! Hanya Megumi harapanku!" Satoru balik berseru pada Toji. Mungkin ini untuk pertama kalinya Satoru merasakan perasaan takut seperti ini, takut ia tidak bisa hidup kembali.



"Megumi juga harapanku! Jika sesuatu yang buruk terjadi padanya sama saja kau merenggut harapan yang kumiliki!"



Satoru kali ini sukses terdiam. Toji benar, Megumi mungkin juga harapan bagi orang lain. Ia memang egois dengan menggunakan Megumi untuk kepentingan dirinya sendiri tanpa berpikir resiko kedepannya akan seperti apa. Ia hanyalah orang asing bagi Megumi tapi ia terkesan terlalu menggantungkan harapannya pada Megumi.



"Dan kau Megumi, kau itu bukanlah anak yang bodoh! Kau sudah tahu ini akan beresiko dan mungkin saja tidak ada harapan baginya untuk tetap hidup! Kenapa masih mau membantunya?! Aku tahu imbalan dibayarkan kuliah seperti yang dia katakan bukanlah alasanmu membantunya!" seru Toji seraya menatap pintu kamarnya. Beberapa saat kemudian Megumi membuka pintu karena memang sedari tadi Toji telah menyadari kehadiran Megumi di depan pintu.



"Ayah aku hanya--"



"Berhenti meniru sikap ibumu! Kalian terlalu mengutamakan kepentingan orang lain dan mengabaikan keselamatan diri kalian sendiri. Sifat seperti itu yang tidak ayah suka darimu dan ibumu Megumi!"



Tears to SurviveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang