03: My perfect husband

574 36 0
                                    

   Setelah mengalami hal itu Rain hanya bisa duduk diujung kasur dengan kaki yang menjuntai kebawah pandangannya menoleh kekanan dan kekiri seakan akan sedang mencari sesuatu hingga netranya menangkap sebuah cermin full body yang setengahnya di tutupi oleh kain putih, Rain mengambil langkah menarik kain putih itu menatap bayangannya lamat lamat sebelum ia mengangkat bajunya dan melihat banyak bercak luka serta memar walaupun hampir pudar Rain meraba kulitnya yang berbeda warna menekannya dan merasakan nyeri yang ta pernah lagi ia rasakan, matanya memanas sebagai respon tubuhnya walaupun jiwanya sidah terbilang cukup tua mau bagaimana pun respon tubuhnya yang memiliki kuasa penuh untuk saat ini.

Menggigit bibir bawahnya menahan agar air matanya tidak terjatuh ia menatap langit langit ruangan sebelum menatap lekat bayangannya yang ta berdaya di depan cermin, ia kurus seperti ta terurus rasa sakit dan mual bersamaan ia rasakan membuat Rain teruduk begitu saja menahan agar sesuatu tidak keluar dari mulutnya sampai Rian yang baru saja memasuki ruangan langsung membawa Rain kekamar mandi lalu mengusap tengkuknya hingga Rain mau tau mau memuntahkan sesuatu, buliran air mata menggenang pada pelupuk matanya dengan sabar Rian membersihkan sisa muntahan Rain sekaligus membasuh wajahnya.

"Merasa lebih baik" Rain mengangguk sebagai jawaban sebelum Rian dan membenamkan wajah Rain di dada bidangnya sembari memberikan usapan pelan pada punggung Rain, Rain menutup matanya memikirkan apa yang terjadi sebenarnya rasa sakit yang ia rasakan serta muntah secara tiba tiba seperti barusan namun Rain hanya berasumsi itu hanya sebuah kebetulan yang membuatnya mau tak mau lantas diam dan akan mengambil tindakan jika kejadian ini terus berulang dalam beberapa kali.

"Ain mau makan apa?" Rain menggelengkan kepalanya sebagai jawaban karna ia yang tiba tiba tidak memiliki nafsu makan sementara itu ada helaan nafas kasar dari Rian yang mendapatkan jawaban yang tidak ia inginkan.

"jika Ain tidak ingin makan tidak masalah kakak akan membawa Ain jalan jalan sebagai gantinya" Rain hanya diam ia benar benar malas untuk berbicara dan membiarkan Rian membawanya kemanapun yang ia inginkan, di perjalanan menggunakan motor sport yang dibawa pelan Rian hanya berkeliling hingga matanya tidak sengaja menangkap sebuah pasar malam yang membuat Rian lantas menepi, di dalam pikirannya mencari cara agar Ain ingin makan tanpa paksaannya dan cara mengajak Ain kepasar malam untuk bermain serta bersenang senang hingga kelelahan tiba tiba saja terlintas di pikirannya.

Dipasar malam Rian sangat gencar mengajak Ain bermain untuk melihat tawa yang tidak pernah terlihat lagi pada wajahnya, hingga pada satu arena permainan Rain mengambil sebuah pistol mainan, membidik balon lalu menembaknya hingga mengenai sasaran ia tidak hanya melakukannya sekali namun berulang kali lingga balon yang tersedia habis ta tersisa, Rain meniup pistol di tangannya merasa lebih rileks dari sebelumnya karna unek unek serta beban pikirannya lenyap seketika saat ia menekan palatuk dan mendengarkan suara balon yang pecah karena ulahnya.

Mendapatkan hadiah boneka yang langsung Rain buang membuat Rian tersenyum kecut dengan kelakuan adiknya yang dimatanya terlampau menggemaskan, Rian menurunkan Rain dari gendongannya membiarkan Rain melakukan apapun sesukanya tanpa lepas dari pantauannya, macam macam mainan sudah Rain mainkan dan hadiah yang menumpuk pada pelukan Rian serta peluh keringat sudah membanjiri tubuhnya serta denyut nyeri dikepalanya yang mulai meraja lela membuat Rain mendudukkan dirinya pada kursi umum.

Rian yang mengetahui akan adiknya yang sedang kelelahan lantas menaruh boneka beruang besar disebelah adiknya agar ia bisa bersandar lalu menaruh boneka boneka lain disebelahnya hingga kursi itu sudah menuh dengan boneka, Rian ta melepaskan kesempatan itu ia memotret Rain secara diam diam yang sedang berbaring dengan boneka beruang besar sebagai bantalan.

"IAN" Rian mengalihkan pandangannya pada ponsel digenggamannya lalu menoleh pada asal suara seseorang yang tengah memanggilnya, gadis cantik dengan pakaian sekolah tengah melambai kearahnya lalu berjalan menghampiri.

Rian tersenyum sebagai balasan lalu membalas tos yang diberikan gadis bernama Bella yang merupakan teman sekelasnya.

"Tumben ketempat yang beginian ga ngurus ade lo" Rian mengalihkan pandangannya pada Rain yang tengah menatapnya lalu kembali menatap Bella yang seketika mengalihkan pandangannya pada Rain.

Bella sedikit menjerit dengan ia yang langsung menutup mulutnya menggunakan tangannya lalu memberikan tepukan yang cukup keras kepada Rian yang sedari tadi tersenyum.

"Adelo An, astaga...tapi ga papakah bawa dia kesini kan penyakitnyakan cukup bikin was was selama ini" Rain berpura pura ta peduli tapi mempertajam pendengarannya mematap lekat kedua insan yang sedang bersenda gurau saat mengetahui Rain mendengar apa yang mereka ucapkan tapi terlambat Rain sudah dapat menyimpulkan dimana Rain tengah sakit hanya itu, lalu ia kembali membenamkan wajahnya pada boneka beruang besar yang ia dapatkan.

Rain diam mencoba mengubur rasa sakitnya dalam dalam bersikap biasa namun sayangnya Rian menyadarinya, ia mengangkat Rian memebamkan wajahnya dalam dada bidangnya sembari memberikan usapan pelan.

"Bella, lo bisa bawain bonekanya Ain ga gua mau cari makan dulu dia belum makan sama udah kecapean kayaknya" Bella mengangguk mengerti.

"Iya, tenang aja gua anterin kerumah lo setelah ini" ujarnya lalu mengusap pelan luncak kepala Ain.

"buat kakaknya aja ka, ga suka bonekanya" Rian sedikit mengerjabkan matanya beberapa kali sebelum mengangguk.

"Udah dengerkan" Bella tersenyum simpul lalu mencium pipi Rain yang dibalasnya dengan pelototan tajam dan reaksi yang diberikan Rain malah membuat Bella terkekeh pelan.

"Makasih bonekanya, jangan bandel ya Ain apalagi kolo minum obat harus diminum obatnya biar ga minum obat lagi kolo udah sembuh" Rian menatap Bella sekilas lalu menatap Rain dalam dekapannya yang mematap datar kearahnya.

Rain diam selama perjalanan ia memakan makanan dihadapannya sembari berusaha untuk biasa saja lalu menelan obatnya saat ia telah selesai memakan makan malamnya tanpa banyak tanya, mata Rain terasa berat namun pikirannya masih menerawang apalagi saat melihat kakaknya yang dekat dengan gadis bernama Bella nama yang terasa sudah tidak asing lagi ditelinganya.

Rain memejamkan matanya hanyut dalam pikirannya hingga ta sadar ia sudah berada di alam bawah sadar miliknya, Rain tertidur di perjalanan pulang dan terbangun dengan mata yang terbelalak tatkala meningat siapa itu Bella dan siapa itu kakaknya.

Mereka adalah karakter fiksi dalam sebuah cerita romance tragedi dimana Bella menjadi pemeran utama dengan masa lalu kelam dibelakangnya dan Rian seorang pemeran utama laki laki kedua yang sangat mencintai pemeran utama wanita dengan akhir yang mengerikan sebagai balasan atas perasaannya.

My perfect husband adalah judul dari karya fiksi yang terpikir di pikirannya saat ini.

my simple happinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang