09: Rencana gila

101 5 0
                                    

   Waktu sudah menunjukkan tepat pukul 2 dini hari dimana Rian masih terjaga dan berkutat dengan banyak pikiran di kepalanya nafasnya terdengar lemah dan matanya sembab ia cukup kacau karna kondisi Rain yang semakin memburuk kian harinya.

Sementara itu Rain yang sudah mendapatkan kesadarannya kembali dan menyadari bahwa ada Rian yang tengah menatapnya sedari tadi hanya bisa menutup matanya berpura pura tidur atau taksadarkan diri, merasakan tangannya diganggam serta isak tangis yang mulai terdengar sangat memilukan mendengarnya apalagi dari laki laki yang terlihat ta pernah menangis seumur hidupnya.

Rian dimata Rain adalah sosok yang sangat tertata dia tidak pernah sekalipun menunjukkan rasa khawatir ataupun cemas dengan masalah apapun yang berada di hadapannya ia bersikap seolah itu bukan apa apa yang membuatnya terlihat baik baik aja, dengan teratur ia menyelesaikan semuanya walaupun kadang kala waktu yang diperlukan ta sesuai rencana, hatinya sepertinya terbuat dari baja ia sangat tengas serta keras pada siapapun namun semuanya berbeda tatkala ada Rain di hadapannya ataupun sesuatu yang melibatkan Rain dalam urusannya, A yang memegang kendali penuh atas tubuh Rain hanya bisa bungkam ta mampu mengucapkan sepatah katapun tentang seberapa beruntungnya Rain jika berada di hadapan Rian sekarang, ada sedikit rasa penyesalan yang timbul karna mengambil alih atas sesuatu yang harusnya tidak A miliki seumur hidupnya.

Rain memejamkan matanya berpura pura tidur membuatnya lambat laun benar benar tertidur hingga pagi kembali menyadarkannya, netranya terpaku pada langit langit putih ruangan hingga pandangannya teralihkan pada bagian sisi ranjang bagian kanan tepat dimana Rian berada yang membuat beberapa pergerakan, Rian telungkup dengan tangan Rain yang masih ia genggam erat Rain tertawa miris melihat pemandangan yang seharusnya ta ia lihat.

Tangannya perlahan mengusap rambut berantakan Rian, Rian yang merasakan sebuah pergerakan lantas bangkit senyumnya terbit tatkala Rain terlihat baik dimatanya  atupun sebuah pengharapan belaka.

"Mau sarapan, biar kakak buatkan" ujarnya pelan sembari memberikan kecupan di ujung mata Rain.

"Mau pulang" hanya gelengan pelan dari Rian sebagai jawaban.

"Kakak tanya ka Arlan dulu ga tau dibolehin atau engga" Rain mengalihkan pandangannya ta mau menatap Rian yang selalu menampilkan senyum terbaiknya di hadapannya, rasa penyelesalan seakan mulai menjalar memenuhi setiap sisi perasaan Rain secara perlahan.

"Oh ya, kemarin main ujan ujanan ga pulang dulu buat bersih bersih cuman ganti pakaian dan langsung keluar jalan,Ain...dengerin kakak kolo kamu mau jalan atau mandi ujan ujanan kakak ga bakalan larang tapi inget sesuai aturan yang kakak bilang, yaudah kolo kamu ga mau nurutin apa kata kakak tapi siap siap kamu tinggal di rumah sakit sampe bener bener pulih karna kakak ga bakalan minta Ka Arlan buat bolehin kamu pulang sesuai sama protokol yang ka Arlan buat" Rain mengangguk karna ta ada kata yang bisa ia ucapkan karna kata kata Rian yang mutlak dan Rain sebagai A yang ta terbiasa diperlakukan seperti ini.

"Hah... Iya iya doang kamu mah, kakak pergi dulu ponselmu di nakas" Rain melirik sesaat pada kaca pintu mengambil ponselnya yang berada di nakas membuka setiap sosial media yang ia miliki untuk sekedar menghabiskan waktu namun netranya terhenti seketika tatkala melihat sebuah foto wanita yang terasa familiar di matanya yang tiba tiba saja berada di beranda milik Rain.

Joanna nama yang ia gumamkan secara perlahan namun terdengar jelas di telinga Rian yang baru saja membuka pintu ruangan, matanya menatap tajam Rian penuh intimidasi serta tanda tanya untuk beberapa saat sebelum terlihat biasa saja namun mampu membuat Rain secara otomatis menjelaskan sesuatu yang ta penting.

"Ka liat, ka Joanna polisi yang kemarin tiba tiba muncul di berandaku" Rian mengalihkan pandangannya lalu kembali menatap Rain seakan akan itu sebuah code dimana Rian yang ta mau membicarakannya.

"Kamu boleh pulang katanya, cuman perlu kakak awasin lebih ketat dari sebelumnya karna keadaan kamu yang sempet drop dan tentang sekolah kamu, cuti kamu kakak perpanjang" Rain diam seribu bahasa tatakala mendengar penuturan kakaknya yang entah kenapa selalu terdengar sama selalu mengatakan bahwa ia akan cuti sendirian karna situasinya yang ta memungkinkan ta terhitung sudah berapa lama ia diliburkan namun yang pastinya Rain hanya menghadiri sekolah selama 1 bulan kurang dengan ini yang hampir mencapai ujian akhir semester, Rain yang mungkin sudah ta lagi tahan dengan apa yang kakaknya lakukan lantas buka suara yang kemungkinan berujung perdebatan.

"Kak, ini udah mau akhir semester dan aku hadir ga sampe 1 bulan... "

"Kakak yang urus semuanya" ujarnya memotong perkataan Rain begitu saja, Rain menatapnya yang enggan menunjukkan wajahnya yang sedang mempersiapkan kepulangan Rain yang ta terencana.

"Kak... "

"Ain, dengerin kakak kolo kamu cuman mau bahas masalah sekolah kakak udah ngurus itu dan kamu cuman bakalan hadir pas ujian paham"

"Ka, dengarin dulu aku mau kesekolah"  Rian menghentikan pergerakannya menatap Rain dengan tatapan yang berbeda dari biasanya.

"Kamu ga jadi pulang kolo kamu tetap teguh mau sekolah" ujarnya dan berlalu pergi begitu saja meninggalkan tanda tanya besar di kepala Rain yang tengah terheran dengan apa yang kakaknya sedang pikirkan, sekelabat ingatan 8 tahun lalu terlintas begitu saja dimana tubuh Rain yang penuh dengan memar serta Rian yang kemungkinan besar kabur dengan membawa Rain.

Ingatan itu terasa begitu jelas namun itu ta memberikan bantuan apapun melainkan hanya menambah asumsi kosong belaka dan tidak akan memberikan sebuah jawaban melainkan tanda tanya yang semakin membesar, Rain termenung sesaat memutar mutar ponselnya sampai sebuah ide gila terlintas.

Rain adalah A pembunuh bayaran yang ta pernah gagal menjalankan misinya dan sempurna dalam segala bidang dunia bawah yang membuat siapapun berfikir dua kali untuk mengusiknya, mencari identitas seseorang adalah hal mudah baginya namun lain cerita jika Rian karakter fiksi yang menjadi penghalang nya yang membuat Rain ta mampu berkutik namun semuanya akan berbeda jika ayah ataupun ibu Rain sendiri yang menampakkan dirinya.

Jika benar dugaan Rain bahwa Rian membatasi dirinya dengan dunia luar dengan alasan ia tidak ingin masa lalunya menjadi terumbar atau keberadaan Rain ditemukan maka itu menemukan Ibu ataupun ayah Rain sudah menjadi jawaban, namun jika dugaan itu merupakan kesalahan toh tidak akan ada yang dirugikan dan menemui orang tua Rain serta Rian itu adalah tahapan awal untuk menyelesaikan tanda tanya lain yang akan terus bermunculan.

my simple happinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang