Beberapa jam berlalu setelahnya restoran yang tadi tenang kini menjadi ribut tatkala sebuah mayit ditemukan tergeletak di elevator dengan darah yang menggenang, Rain berjalan mendekat menerobos kerumunan hanya untuk melepaskan rasa penasaran .
Aliasnya mengernyit heran tatkala melihat Ayana yang terbaring dengan kondisi mengenaskan melihat itu Rain memasuki elevator menatap lekat Ayana membungkuk memperhatikan dengan seksama apakah terdapat keganjilan dari luka luka yang ia dapatkan namun seseorang dengan segera menarik Rain gar menjauh dari lokasi kejadian dan orang itu adalah Joanna serta anggota kepolian lain yang tengah mengamankan situasi.
"Kembalilah, tidak sepantasnya kau melihat itu" Rain curi curi pandang menatap kebelakang punggung Joanna memperhatikan apa yang mereka lakukan.
"Bagaimana jika kukatakan aku terlibat" Joanna diam termenung sesaat sebelum kembali menatap tajam ke arah netra hitam pekat milik Rain sebelum gelengan pelan sebagai jawaban.
"Jika kau memang terlibat kami akan menyelidikimu secara terpisah nantinya, untuk sekarang lebih baik kau kembali pada kakakmu dia terlibat sangat panik mencarimu beberapa waktu lalu" ucapnya lembut tidak seperti tatapannua yang menusuk, mengusap pelan surai hitam Rain lalu membalikkannya secara paksa mendorongnya pelan namun dengan sedikit paksaan.
"Antarkan anak ini ke pemuda yang tadi" ujarnya, Rain berbalik sekilas menatap raut wajah Joanna yang seperti hendak menelan orang hidup hidup membuat Rain mau ta mau berbalik pergi mengikuti langkah polisi di depannya hingga ia kembali di pertemukan dengan kakaknya Rian yang aat ini tengah memeluknya erat serta bisikan mengerikan berisi ancaman jika Rain kembali menghilang.
Tidak banyak bicara Rian membawa Rain keluar dari restoran seperti kebanyakan pengunjung pada umumnya.
"Kita pindah ke luar kota untuk beberapa waktu kedepan ya Ain" mendengar itu Rain tidak lagi bisa menyembunyikan keter kejutannya akan apa yang barusan Rian katakan padanya, walaupun Rian memang terlihat aneh karna menyimpan banyak rahasia darinya serta begitu protektif dengan keberadaannya namun Rian tidak pernah meminta untuk beranjak dari kediaman, yang artinya situasinya benar benar sudah angat buruk di posisi Rian.
"Percayalah kakak bakalan lindungin kamu, entah apapun bayarannya, maaf karna kita harus pergi sekarang karna posisi kakak yang ga lagi menguntungkan di sini tapi kakak janji tempat nanti yang bakal jadi tempat baru kita jauh lebih baik daripada disini" nada suaranya bergetar namun penuh dengan keyakinan membuat Rain ragu akan sesuatu karna ketidak tahuannya.
"Oh ya, kata bibi Ayana kamu lagi baik baik aja, bahkan lebih baik dari terakhir kali bibi Ayana lihat kamu walaupun bibi Ayana sempet kayak gitu sama kamu tapi sebenatnya bibi Ayana ga bermaksud seperti itu dia hanya mengingat kenangan buruk" Rain melirik dari ekor matanya menatap Rian yang tengan fokus dengan setir kemudi di tangannya, kecepatan mobilnya sekarang sudah di atas rata rata dan Rian yang menggigit bibirnya jelas terlihat samgat kentara sekali bahwa ia sedang ketakutan, ketakutan yang ia coba sembunyikan, jari telunjuknya terus mengetuk stir kemudi pertanda bahwa ia sedang merasa cemas akan sesuatu, kulitnya terlihat pucat namun Rain menutup mata akan hal itu terlihat tidak menyadarinya untuk membuat Rian sedikit tenang karna beranggapan Rain tidak tau apapun.
Semuanya kembali menjadi abu abu, dan ia akan pergi tanpa menjawap pertanyaan yang kembali muncul ke permukaan padahal dengan melihat posisi Rian yang terdesak menjadi pertanda bahwa jawabannya sangat dekat untuk terlihat namun sesuatu membuat Rain urung dan lebih memilih diam lalu kembali mengubur pertanyaan itu dalam diam, bersikap seolah tidak mengetahui apapun padahal ia hampir tau semuanya.
Ketidak tahuan kadang menjadi dosa namun kadang juga menjadi sebuah keberuntungan tergantung dengan keadaan.
Tanpa persiapan apapun mereka pergi kebandara memilih penerbangan paling cepat sebelum berlalu pergi seperti diburu waktu dan kejadian itu terus berulang 3 kali dan 3 kali pula mereka naik turun pesawat sebelum berhenti di kota yang digadang gadang pusatnya teknologi ibukota negara A.
" untuk sementara kita akan tinggal disini" Rian tersenyum sembari menatap lekat manik hitam Rain dalam sementara Rain hanya menjawabnya dengan mengangguk, hari ini kereka tidur di hotel karna tidak memiliki tempat tujuan dan membeli rumah tidak segampang yang dibayangkan walaupun uangnya ada tapi berkas bekras serta kondisi rumah yang harus mendapatkan pengamanan kebersihan serta lainnya membuat Rian memutuskan untuk menginap beberapa hari di hotel.
Tidak butuh aktu lama untuk Rain tertidur karna kelelahan dan kembali terbangun dengan pemandangan fantastis familiar dengan ingatan yang merembes masuk ke kepalanya.
Rain mengambil langkahnya ada suara gemercik air dari lautan yang berwarna biru langit karna pantulan cahaya, tempatnya berpijak. Seperti sebelumnya Rain hanya bisa melihat lautan serta langit terang dan kepulan asap yang mengurangi jarak pandangnya untuk menatap kejauhan hingga suara seseorang menghentikan langkahnya ia enggan berbalik namun respon tubuhnya lebih dulu mengambil alih.
Rain berbalik menatap dirinya sendiri dengan pakaian serba hitam berdiri tegap dengan pandangan serta ekspresi kosong ke arahnya.
"A jangan cari apapun"
"Kau tidak akan tau"
"Karna kau menolak untuk tau" suara seraknya terdengar pilu tatapannya berubah sendu.
"Kau tidak akan mengetahui apapun karna tubuhmu menolak untuk tau A" Rain berbicara namun nihil suaranya seakan akan tersangkut di kerongkongan seberusaha apapun Rain mencoba hasilnya akan tetap sama yang membuat Rain hanya bisa mendengarkan Rain asli berbicara sesuatu yang berulang ulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
my simple happiness
FantasíaA adalah seorang pembunuh bayaran ia tidak memiliki nama dan orang orang hanya menyebutnya dengan inisial untuk alasan kemudahan pekerjaan karna namanya sering berubah ubah dengan penyamaran yang ia lakukan, A dituntut untuk selalu sempurna apalagi...