06: Rencana yang berantakan

195 14 0
                                    

  Rian yang sekarang berada di sebuah bar sedikit melirik keluar tatapannya terasa kosong hingga sebuah tepukan pelan menyadarkannya, Rian menoleh kearahnya Bella yang sedari dulu menemaninya.

"Gimana keadaan Rain udah mendingan" hanya anggukan yang Rian berikan lalu kembali hanyut dalam lamunannya.

"Kau harus membawanya beberapa kali lagi Ian untuk memastikan bahwa penyakit yang Rain alami beberapa tahun lalu tidak akan kembali lagi" perhatian Rian terlihkan sempurna ia meneguk wine dihadapannya lalu menyadarkan punggungnya pada sandaran kursi tatapannya berubah menjadi sendu kala teringat kejadian dimasa lalu.

"Dan kau juga harus berhenti, cepat atau lambat jika kau masih berada disini Rain akan menanggung apa yang seharusnya kau tanggung" Rian tertawa pelan, menatap Bella yang tengah menatapnya tajam.

"Aku hanya ingin melindunginya" suara tawa memenuhi ruangan, Bella tertawa terbahak mendapatkan jawaban yang sudah ia duga.

"Melindunginya? Kau hanya sedang mencari cari alasan atau kau sedang mencoba membohongi seseorang, Rain memang memerlukan perlindunganmu tapi dia tidak akan selalu bisa berada dibawah perlindunganmu ia sudah cukup terkekang untuk anak seumurannya cobalah untuk percaya padanya  jika kau terus melakukan apapun untuknya suatu saat nanti ia tidak akan pernah bisa melindungi dirinya sendiri" hening sesaat.

"Didunia ini Rian, kau harus bisa melakukan semuanya sendirian karna tidak semua orang bisa diandalkan jadi biarkan dia melakukan semaunya sebelum ia benar benar lepas dari genggamanmu karna kau tidak akan bisa selamanya bersemanya"  Rian tidak mengerti lebih tepatnya menolak untuk paham apa yang dikatakan Bella, Rian hanya mendengarkan tatapannya menatap kosong langit langit ruangan hingga suara ponsel yang berada di meja mengalihkan perhatian Rian saat ia hendak mengambil ponselnya Bella lebih dahulu mengambilnya.

" Rain akan pulang terlambat malam ini" ujarnya lalu berlalu dengan Rian yang menghembuskan nafas kasarnya ingin mengambil kembali ponselnya namun ia merasa jengah jika harus berhadapan dengan Bella yang memiliki tempramen yang paling Rian hindari.

Rian menekan jam tangan pintar yang ia sembujikan dikerah jaket pergelangan tangannya membaca pesan yang dirikimkan adiknya lalu melacak keberadaannya dengan GPS yang Rian pasang pada ponsel Rain, setelah mengetahui keberadaan Rain ia lantas beranjak berlalu dari bar tempat favoritnya pada siang hari dan tempat yang paling ia hindari jika menjelang malam.

Mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang menekan tombol play yang terhubung dengan ponsel Rain yang tidak hanya diberikan GPS melainkan penyadap serta akses penuh untuk Rian mengendalikan ponsel Rain.

"Kurasa ada yang aneh dengan kartu itu" terdengar suara samar Rain dari jam tangan tang Rian gunakan, Rian menajamkan pendengarannya.

"Ya akupun merasa seperti itu namun sebagai bawahan tidak banyak yang bisa kulakukan, aku hanya harus melakukan apa yang mereka perintahkan" kening Rian berkerut mendengar suara seseorang yang terdengar asing serta topik pembicaraan yang ta lazim bagi Rian.

"Terserahlah aku tidak akan ikut campur, namun kurasa kau harus menyelidikinya sebagai penjagaan saja jika ada yang menjadikanmu kambing hitam"  Rian menggertakkan giginya mendengar perkataan Rain walaupun Rian tidak mengetahui pastinya Rian sudah memiliki gambaran tentang apa yang mereka bicarakan.

" Kurasa kau benar namun untuk sekarang kita selesaikan ini secara cepat karna waktu yang terbilang cukup mepet, semakin banyak waktu yang terbuang mereka pasti akan dengan segera melakukan pergerakan" 

"Kurasa mereka tidak akan langsung melakukan pergerakan dikarenakan situasi sekarang yang sedang panas tapi itu juga tidak menutup kemungkinan bahwa mereka akan melakukan pergerakan lebih cepat dari yang kelompokmu lakukan" Rian menekan gas secara perlahan menaikkan laju kendaraan hingga dikecepatan yang cukup membahayakan dengan lihai ia menyalip mobil mobil lain hingga sebuah bunyi memekakkan telinga terdengar dari belakang.

Pihak kepolisian mengejarnya namun Rian abai akan hal itu dan tetap mengemudikan mobilnya dengan kecepatan yang terus bertambah setiap detiknya pikirannya saat ini hanya terfokus pada Rain adiknya yang sepertinya sedang melakukan sesuatu diluar dugaannya.

"Mereka hanya tersangka lalu apa yang kau mau dari mereka"

"Gali informasi jika perlu dapatkan kartu itu"  Amarah Rian tanpa alasan tersulut begutu saja pikirannya melayang kemana mana membayangkan pergaulan Rain yang menyimpang tanpa sepengetahuannya memikirkan hal itu membuat ia memukul kuat stir kemudi pandangannya fokus pada jelan di depan hingga ia sudah tiba di tempat tujuannya.

Menatap tajam Rain yang tengah bersama seseorang yang tidak ia kenali dari balik kaca mobil menekan kuat klakson hingga perhatian Rain teralihkan padanya sementara itu Rain yang tengah menatap Rian hanya bisa menghela nafas panjang lalu kembali menatap Deon yang tengah menaikkan sebelah alisnya dengan heran.

"Nomormu, aku akan memberikan ringkasan rencananya dan kurasa kau memerlukan partner lain karna aku tidak bisa melakukannya untuk saat ini" Deon mengangguk lalu menatap mobil yang kembali membunyikan klakson.

"Dia kakakku dan dia sangat mengekangku bahkan ponselku saja perada penuh dalam genggamannya" ujar Rain lalu tanpa sepengetahuan Deon ia mengambil sebuah kartu nama miliknya dari dalam dompet yang ia teruh dimeja dengan terang terangan tanpa disadari pemiliknya.

"Break a leg"  setelah mengatakan itu Rain beranjak tersenyum tipis lalu menghampiri kakaknya membuka pintu mobil lalu duduk di sampingnya, hening tidak ada yang berbicara di antara kami hingga Rian kembali menghidupkan mobilnya dan menatap datar kaca spion dengan mobil ke polisian yang ta jera mengejarnya.

Namun Rian masih seperti awal ia tidak peduli dan terus mengemudikan mobilnya namun suara bising itu terus menyulut emosinya yang sedari awal ta pernah stabil hingga Rian memberhantikan mobilnya membiarkan mobil polisi itu menghalangi jalannya.

Talama setelah itu keluar seorang wanita dengan perawakan tengas mengetuk jendela mobil Rian.

"Mohon maaf pa bisa minta waktunya sebentar" tanpa menunggu waktu lama Rian keluar dari mobilnya setelah menyuruh Rain diam dan ta melakukan apapun, dapat Rain lihat dari dalam mobil bahwa Rian tengah berdebat dengan polwan yang menurutnya cukup cantik dengan rambut lurus sebahu berwana kecoklatan dengan mata senada ia juga tinggi bak model dengan kulit putih susunya pipinya chubby membuat ia terlihat menggemaskan saat sedang berekspresi mengerikan.

Menghela nafas panjang dengan harapan bahwa berdebatan mereka berlanjut hingga esok atau setidaknya ia bisa mengirimkan rencana yang berada di dalam pikirannya pada Deon.

Deon, rencana akan kukirim dan akan kuhapus setelah kau membacanya
Seperti katamu diawal semoga kita tidak berhubungan lagi setelah ini
Aku awalnya berharap banyak bahwa misimu akan menyenangkan namun kurasa itu tidak akan pernah terjadi

Setelah mengirim pesan itu beserta rencana yang sudah tersusun sempurna Rain dengan cepag menghapus pesan itu selang lima menit ia membacanya memblokir nomornya berharap tidak ada jejak yang tertinggal.

Menatap kosong kedepan dimana kedua orang yang terngah bertengkar hebat mengenai suatu alasan yang hanya terdengar samar, Rain menatap kekursi belakang dimana ada serentet makanan yang berjejer rapi mengambil salah satunya dan memakannya sembari berselancar di sosial media hingga sebuah notifikasi pesan mengalihkan perhatiannya.

Alisya mengirimkannya sebuah spam dimana hanya berisi permohonan maaf dan ia yang mengatakan akan menunggunya hingga Rain datang namun Rain hanya membalasnya dengan pesan singkat bahwa ia tidak akan datang karka kondisi badannya yang mulai tidak enak setelah terkena air hujan.

my simple happinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang