13: emosi itu rumit

61 3 0
                                    

Rain membuka komputer di kamarnya, menelisik tajam melihat ribuan angka pada layar dihadapannya tangannya dengan lihai mengatik sesuatu mencari namanya disetiap rumah sakit yang keamanannya ia bobol untuk mengetahui sesuatu.

Hingga pandangannya terkunci pada satu folder yang terpisah dari psikiater bernama Ayana, folder itu terlihat biasa saja tidak ada yang spesial pada folder itu hanya mengenai kondisi kejiwaan Rain 7 atau 8 tahun lalu yang sempat mengalami gangguan akibat trauma, atau faktor lain serta kepribadian ganda?.

Mata Rain membola sedikit terkejut dengan apa yang ia baca, kepribadian ganda? Rain memeriksa berkas itu dengan lebih seksama daripada sebelumnya hingga untuk sesaat mata Rain terpaku pada tanggal folder itu di buat, tanggal dimana sehari sebelum ia melarikan diri atau lebih tepatnya Rian yang membawanya berlari. Rain tidak akan pernah lupa hari itu dimana Rian membawanya pergi membobol sistem keamanan rumahnya sendiri dan melawan beberapa penjaga yang menghalangi jalannya dengan ia yang berada di gendongannya.

Bagai kepingan pazel Rain menyusunnya perlahan mendapatkan kesimpulan bahwa Rain asli memang masih hidup namun ia sebagai A lebih mendominasi yang membuat Rain asli tertidur atau tidak terkurung di ruang hampa dimana ia tidak dapat melakukan apapun, perubahan itu membuat psikiater bernama Ayana menyimpulkan bahwa Rain mengalami kepribadian ganda padahal sebenarnya jiwa di tubuh Rain yang berbeda.

Bagaimana jadinya jika Rain mengambil alih kembali tubuhnya? Fikiran itu menghantui A untuk beberapa saat sebelum menggeleng pelan karna memikirkan itu tidak memiliki guna sekarang, ini adalah tubuhnya  dan Rain asli berhak mengambil alih kembali tubuhnya sendiri dan A sebagai si palsu tidak memiliki hak untuk mempertahankan sesuatu yang pada dasarnya memang bukan miliknya atau setidaknya A memiliki harga diri ataupun kesadaran diri.

Kembali larut dalam pikirannya hingga dering ponsel menyedarkannya, Rain mencari sumber suara memindahkan kertas kertas yang berserakan membuka beberapa laci hingga menemukannya pada laci paling bawah.

Rain memutar ponsel di tangannya, merasa asing dan yakin bahwa itu bukanlah miliknya panggilan dari nomor yang sama kembali terdengar hanya ada deretan angka tanpa nama disana, sedikit keraguan membuat Rain menggeser tombol hijau lalu mengarahkan ponsel di tangannya ke telinga tidak ada suara dari sebrang membuat Rain hendak mematin telponnya.

"Rain... "  terdengar suara dari sebrang telpon memanggil namanya, Rain diam sejenak dan kembali mengarahkan ponselnya ke telinganya namun hening kembali terjadi Rain berdehem pelan sekedar untuk memberi tahu bahwa ia mendengarkan.

"Um... Apa kabar?“ hening setelahnya, Rain menatap ponsel di tangannya mengingat rangkaian angka nomor itu di otaknya lalu kembali terbatuk pelan.

" hai, ayah" telpon dimatikan setelah Rain mengatakan apa yang ada di pikirannya dan intuisi akan tebakannya dan respon yang diberikan seakan akan membenarkan praduga yang Rain miliki, namun Rain ta ambil pusing karna jika ayahnya sudah mengetahuinya maka tingga waktu yang akan menjawab semuanya.

Rain bangkit bersiap siap hingga ia sudah lengkap mengenakan seragam sekolahnya yang baru, membaca beberapa bagian awal buku panduan yang entah sejak kapan berada di mejanya dan pergi menutup pintu ta lupa menguncinya untuk berjaga jaga walaupun jika ada yang hilang itu tidak terlalu penting untuk Rain sebetulnya.

Keberadaan Deon dari pandangan Rain lenyap setelahnya hingga beberapa hari berlalu Rain dapat beradaptasi sepenuhnya karakter buatannya terbentuk dengan dasar apa yang di awal ia ttunjukkan pada media masa, tidak ada yang tidak tau namanya hingga sebulan berlalu sejak saat itu Rian memintanya untuk kembali karna situasi yang mungkin sudah dalam genggamannya lagi.

Tidak ada yang terjadi selama sebulan yang lalu dimana hari hari Rain lebih melelahkan dari sebelumnya karna harus bersandiwara setiap harinya,  helaan nafas kasar terdengar Rian yang sedang menyetir curi curi pandang pada Rain yang tengah bersandar dengan pandangan menunduk tanpa melepaskan ponsel pada genggamannya.

"Bagaimana sebulan ini, maaf kakak tidak bisa menepati janji kakak karna kakak memiliki beberapa urusan" Rain tau itu hanya sekedar basa basi yang membuat Rain enggan menanggapi namun parfum wanita di mobil Rian sangat kentara seakan akan pernah beberapa kali mobil itu dimasuki wanita yang sama dan hal itu membuat Rain mau ta mau membuka mulutnya untuk bertanya.

"Urusan yang kakak maksud itu berhubungan dengan wanita" menatap lekat Rian setelah mengatakan itu namun hanya deheman pelan sebagai jawaban yang membuat Rain mengendus kesal.

“jika kakak ingin menikah belikan aku rumah... Bukan, apartemen maksudku dan kalian bisa mengunjungiku kapanpun kalian mau"

"Kakak tidak akan menikah sebelum kau menikah Ain" memdengar jawaban itu Rain lantas tertawa terbahak apa apaan itu pikirnya.

"Ka, umurku sudah 15 tahun sedangkan kakak 25 tahun apa apaan itu setelah aku menikah kakak sudah terlalu tua untuk mencari pasangan dan aku sudah cukup mampu untuk mengurus diriku sendiri jadi kakak sudah bisa tidak terlalu mengurusiku"  mobil berhenti di lampu merah, Rian yang tadinya fokus kedepan kini berbalik menatap Rain dengan raut wajah serta tatapan yang ta bisa di artikan.

"Tidak perlu menghawatirkan kakak, walaupun umur kakak nanti sudah terlalu tua untuk mencari pasangan kakak tinggal mengambil seorang gadis di pinggir jalan dan menuntunnya ke altar pernikahan, selesai" tawa Rain menggema apa apaan itu, sungguh percaya diri sekali walaupun sepertinya memang benar adanya bahwa Rian bisa saja mengambil wanita pinggir jalan untuk dibawa menikah toh seseorang harus memikirkannya dua kali jika ingin menolak Rian, wajahnya tanpan selayaknya pemeran penting dalam cerita ini yang entah sejauh mata plot ceritanya berjalan, dia yang lihat merawatku dari sejak 8 tahun lalu, pengertiannya mungkin akan membuat siapapun enggan melepaskannya jika sudah berada di genggaman tangan.

"Wanita pinggir jalan itu kak Joanna maksudnya" lenggang sejenak mobil kembali berjalan sebelum berhenti kembali di sebuah restoran kelas atas dimana dapat terlihat banyak pria berjas dan wanita berpakaian terbuka berlalu lalang, masuk keluar dengan di antarkan oleh mobil mewah hingga pintu depan restoran, kini giliran Rian yang memarkirkan kendaraannya di depan pintu.

Mobil kami yang ta semewah mobil mereka membuat kami dengan cepat menjadi pusat perhatian namun Rian ta peduli dan melemparkan kunci mobilnya pada salah seorang penjaga lalu Rain juga melakukan hal yang sama, matanya menangkap seberapa mewah restoran ini lalu memasuki restoran dibelakang Rian.

Ruangan dengan campuran nuansa Gold, White dan brown itu memenajakan mata apalagi dengan arsitektur yang dibuat seperti jaman eroa kuno membuat kesan elegan sangat kental disana, Rian menaiki lantai dua dan Rain hanya bisa mengikutinya banyak pasang mata tengah menatapnya lekat hingga pandangan Rain terhenti pada seorang gadia yang sangat ia kenali Alisya yang saat ini sedang melakukan hal serupa.

Mereka bertatapan untuk beberapa saat hingga Rain memutuskannya secara sepihak dan kembali menaiki tangga hinga ia lenyap di atas sana , Alisya hendak mengejarnya namun seseorang menahannya.

"Alisya sadar diri udah cukup apa yang lo lakuin ke dia sampe urat malu lo putus karna ngejar dia yang jelas jelas nganggep lo aja ga sepenting orang asing"

"Kolo gua bisa gua udah lakuin itu tapi perasaan gua ga bisa gua atur selayaknya gua mikirin diri gua sendiri, pahamga sih... Lo sih ga pernah jatuh sejatuh jatuhnya sama seseorang" orang itu melepaskan genggaman tangannya pada Alisya bibirnya terbuka mengucapkan kata 'Weird' yang jelas tidak dapat di dengar oleh Alisya sendiri.

my simple happinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang