Mulutku memang bisa mengatakan aku memaafkanmu namun berbeda dengan hatiku yang tidak bisa ku kendalikan semau pikiranku
═════════•°•⚠️•°•═════════
Rain mengerjabkan matanya tatkala mendapati pemandangan asing serta jalan yang ta pernah ia lalui untuk menuju kesekolahnya, menatap heran Rian yang dengan entengnya mengemudikan mobilnya setersenyum kepada Rain tanpa dosa lalu bersikap seolah apa apa dan ia tidak harus apapun.
”kak, kakak ga bakalan bohongkan” kata Rain ta percaya.
”engga kaka memang bilang kamu boleh sekolah tapi kakak ga bilang kamu bakalan sekolah di sekolah kamu yang dulu kan, kamu kakak pindahin dan kamu bakalan tinggal di asrama mulai dari sekarang"bagai disambar petir disiang bolong Rain diam seribu bahasa dengan matanya melotot tak percaya batinnya terus mengumpat dan menanyakan hal hal yang sangat jelas jawabannya.
"Ka, kaka tau kan aku ga... "
"Tau, makanya kakak pindahin kamu ke asrama. Kakak udah terlalu menjain kamu selama ini dan Ain tau kakak menjain kamu selama ini merupakan kesalahan... " Rian diam, hening menemani hingga mereka tiba disebuah bangunan mewah dengan beberapa gedung yang terpisah, Rian membukakan pintu untuk Rain dan dengan pelahan Rain turun mendapati banyak jeritan serta pasang mata yang menatapnya.
"Itu Rain bukan sih"
"Lebih gemes dibanding yang di foto"
"Gua mau fotoin dia tapi sayang banget kenapa juga harus ada aturan hp harus ditinggal di asrama" Rain menajamkan pendengarannya melirik Rian dari ekor matanya sembari kerkekeh pelan menyadari bahwa kakaknya tidak semudah itu untuk di permainkan.
"Sebulan lagi kakak bakalan jemput kamu, baik baik disana nakal boleh aja tapi ingat kamu punya batasan dan barang barang kamu udah di taruh di kamar kamu" mengacak pelan rambut Rain lalu memasuki mobil dan tanpa aba aba atau menoleh bahkan mengucapkan selamat tinggal pun Rian tidak melakukannya.
Di dalam perjalanan pulang Rian menekan nomor seseorang memakai earphone hingga mulai terdengar suara seseorang di sebrang sana.
"Jagain adik gua selama gua bikin adek gua hilang secara perlahan di sosial media, dan jangan sampai ayah ibunya tau keberadaan dia paham" orang di sebrang telpon hanya berdehem sebagai jawaban membuat Rian langas mematikan telponnya dan kembali fokus dengan melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata rata, sekali dua kali ditilang tidak akan membuatnya jera.
Sementara itu Rain menghela nafasnya kasar berjalan memasuki salah aatu bangunan tanpa menghiraukan banyak pasang mata yang sedang menatapnya dengan intens hingga sebuah tepukan bahu membuatnya secara refleks membanting kedepan seseorang yang menepuk bahunya dari belakang.
Orang itu meringis kesakitan, mematap Rain dengan tatapan ta percaya lalu tersenyjm penuh makna.
"Long time no see, My Rain" Deon laki laki itu perlahan bangkit melepaskan jas yang ia kenakan lalu mengibaskannya.
"Masih kenal gua" ujarnya membuat Rain diam untuk beberapa saat sebelum mengangguk.
"Ga nyangka tubuhlo kelihatan lemah banget tapi lo masih bisa banting gua ternyata" Deon menaik turunkan alisnya lalu merangkul Rain dengan so dekat sembari berbisik.
"Ada tugas baru dari pihak sana, dia minta kita buat selidikin kasus yang gua belum diberitahu" ujarnya pelan, Rain mengangkat sebelah alisnya lalu mengangguk paham tatkala mengingat apa yang ia lakukan beberapa waktu lalu.
"Mengenai yang sebelumnya" Deon menepuk keras bahu Rain membuat sang empu meringis dan memberikan tatapan tajam pada Rain.
"That's fine, bener kata lo mereka cuman pengalih perhatian dan hampir aja kami kebobolan" Rain mengangguk mendengarkan hingga terdengar suara teriakan yang membuat Rain mengalihkan pandangannya pada seseorang yang tengah berlari mendekatinya, dengan nafas tersegel orang itu menyerahkan sebuah album yang berisi penuh dengan foto fotonya lalu menjauhkan Deon dari Rain.
"Bisakah kau menandatangani albumku" Rain menghela nafas pelan, mengambil pulpen di tangannya menandatangani satu halaman lalu menyerahkannya kembali menatap kebeberapa orang yang tengah memperhatikannya.
"Lihatlah kau sungguh populer Ain" ujar Deon yang sekarang ikut memperhatikan beberapa orang yang tengah menatap lekat Rain.
"Kurasa aku tidak sepopuler itu, dan aku membenci ini bisakah kau antarkan aku kekamarku" Rain menatap lekat seseorang yang tengah memeluk erat album di pelukannya sibuk dengan dunianya sendiri dan setelah mendengar apa yanh Rain katakan ia mengangguk pelan, bersikap malu malu namun Rain hanya tersenyum kikuk menanggapinya.
Hingga tiba di depan kamar asramanya, Rain menatap lekat pintu di hadapannya yang terlihat berbeda.
"Terima kasih sudah mengantarku, jika boleh tau siapa namamu"
"Asta" Rain mengangguk berbicara sebentar dengannya lalu setelah kepergian Asta Rain memaduki kamar asramanya, menatap lekat furnitur yang ta jauh berbeda dengan kamarnya sebelumnya.
"Apakah ini ucapan dari seseorang yang mengatakan memanjakanku adalah sebuah kesalahan, wifi terpasang di balik pintu, ada kulkas di dalam asrama yang sudah kupastikan bahwa itu berisi makanan favoritku tanpa harus kubuka, laptop keluaran terbaru... Ha, dan hanya ada satu kasur ukuran king size yang pastinya aku tidur sendirian disini" Rain tersenyum, mengecek apakah ada yang kurang namun nihil semuanya semurna kenyamanan ini tidak mencerminkan kehidupan asrama sama sekali.
Rain berjalan perlahan menuju laptop yang berada di meja belajarnya, mengutak atik sebenyar hingga ketukan pintu terdengar dari luar Rain berjalan mendekat, gagang pintu sudah di tangannya namun ada sebuah surat yang terselip masuk lewat celah bawah pintu membuat Rain mengurungkan niatnya untuk membuka pintu mengambil surat itu yang ternyata adalah sebuah kartu keluarga.
Ada namanya di baris terakhir, Rain terkekeh otaknya menerawang memikirkan banyak kemungkinan namun yang pastinya Rain menaruh rasa curiga yang besar hingga membuatnya bungkam dan berencana untuk tidak bergerak beberapa waktu kedepan.
![](https://img.wattpad.com/cover/348782431-288-k287446.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
my simple happiness
FantasyA adalah seorang pembunuh bayaran ia tidak memiliki nama dan orang orang hanya menyebutnya dengan inisial untuk alasan kemudahan pekerjaan karna namanya sering berubah ubah dengan penyamaran yang ia lakukan, A dituntut untuk selalu sempurna apalagi...