Bangun di pagi hari belum bisa membuat hati Olivia tenang. Ia semakin di hantui oleh terror terror yang menerpa nya. Baru dua hari terror itu berlanjut, namun rasanya sudah sewindu baginya. Entah apalagi yang harus ia lakukan disaat itu.
Olivia memutuskan untuk menghubungi sahabatnya Caca, untuk menceritakan hal ini. Caca ingin pembicaraan itu dilakukan ketika mereka bertemu di tempat biasa mereka kumpul bersama. Olivia menyetujui permintaan sahabatnya tersebut lalu bersiap diri untuk menemuinya pada saat itu.
Sesampainya di sebuah coffee shop, Olivia menunggu Caca yang ingin datang kala itu.
Terlihat Caca datang dengan wajah yang cemas penuh khawatir kepada sahabatnya itu. Tak lama Olivia yang melihat kehadiran sahabatnya langsung memeluk Caca lalu mengeluarkan air mata nya yang telah ia tahan sejak tadi.
"Liv, udah.. tenangin diri lo. Gue ada buat lo,"
Caca mengelus pundak Olivia dengan lembut.
Olivia menenggelamkan kepala nya ke pundak Caca sambil menangis sesegukan
"Gue takut Ca.. gue bingung harus gimana.."
Caca melepaskan pelukan Olivia lalu memegang kedua lengan Olivia sambil menatapnya dengan haru
"Udah, kita duduk dulu.. tenangin diri lo dulu,"
Lalu mereka pun duduk di kursi mereka masing masing dengan saling berhadapan.
Olivia masih belum ingin bercerita pada saat itu. Tangisan nya masih belum mereda.
"Liv? Coba lo ceritain dulu deh kronologi nya. Biar gue tau jalan keluarnya lo harus gimana,"
Sambil mengusap air mata di pipi nya, Olivia mulai bercerita perlahan lahan kepada sahabatnya itu
"Gue capek Ca.. gue di terror terus sama orang itu. Apasih mau dia? Kenapa gue yang jadi sasaran nya??"
"Menurut gue ya Liv, itu orang pasti uda tau lo udah dari lama deh,"
Caca lalu meneguk secangkir Kopi hangat nya dengan seruputan yang pelan.
"Tapi siapa Ca?.. gue curiga. Ini pasti ada hubungan nya sama Alex."
Mendengar pernyataan dari Olivia pada saat itu Caca hampir tersedak Kopi nya, sambil menunjukkan raut wajah yang terkejut.
"UHUK ! Euu.. anu.. lo kenapa mikir kesana? Sembarangan aja lo! Lo kan model! Ya mungkin aja dari fans fans lo!"
Caca sontak membantah pernyataan Olivia sambil nada yang sedikit membentak.
Olivia agak heran, tidak biasanya sahabatnya ini membentak dirinya seperti itu. Namun ia tetap tenang, dan berpikir positif. Mungkin sahabatnya begitu karena efek tersedak Kopi barusan.
"Yaa.. gue kan cuman nerka nerka aja Ca. Kok lo langsung sensi sih?"
Caca agak sedikit gelagapan ketika ditanya oleh Olivia. Ia agak panik seolah olah menyimpan sesuatu
"Hah? Euu.. enggak kok!. Ah sudahlah! Yang penting lo sekarang harus lebih berhati hati aja. Jangan di ladenin deh pokoknya. Kalau bisa lo pindah rumah aja sekalian untuk sementara. Toh duit bokap lo gak bakalan habis buat bayar sewa nya."
Mendengar itu, Olivia menolak ide Caca dengan lesu
"Mana bisa gitu Caa.. gue uda nyaman banget tinggal di rumah gue itu. Yaa meskipun gue merasa sendiri, tapi banyak banget kenangan disana,"
"Ya udah sih terserah lo. Eh? Btw, lo jadi kuliah di tempat lo itu?"
"Jadi, bulan depan gue kesana buat urus urus,"
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSED (why you so obsessed with me?)
Horror"Jadi pacar gue! Atau lo mati!" Olivia tidak dapat berkutik pada saat itu. Badan nya seketika kaku, gemetar tidak karuan sambil merintihkan kesakitan. Dia tidak menyangka sahabatnya ini akan melakukan hal seperti itu kepadanya. Ini seperti mimpi bur...