Bagian Sebelas : Terungkap [1]

0 0 0
                                    

"Jujurlah kawan... karena sepintar apapun kita berbohong, pasti ketauwan"
---
_ Ryko Hans Akmajaya _

• Terungkap [1]

Malam ini, Hafiz tengah berada di ruangan paling belakang rumah orang tuanya, tepatnya di kamar kedua Hafiz. Dirumah ini, Hafiz hanya tinggal berdua aja sama Ghina. Pembantunya hanya ada di rumah dari jam tujuh sampai jam lima sore. Seterusnya cuma ada satpam. Itu pun di depan sana.

Sebenarnya Hafiz memiliki dua kamar di rumah ini hanya untuk koleksi saja, tidak lebih. Walaupun koleksi, Hafiz tidak memberitahu siapa pun akan hal ini. Privat aja gitu.

Saat ini Hafiz tengah berbincang ringan dengan laki laki paruh baya di depannya.

"Terima kasih ya nak Hafiz sudah menolong Bapak" kata laki laki tua itu mendapat anggukan+ senyum dari Hafiz.

Flashback off...

Pagi ini, Hafiz berniat untuk ke rumah Razka. Ya hanya iseng. Untuk sampai di rumah Razka, sekarang mobil Hafiz tengah menyusuri jalan Anggrek Biru yang terbilang cukup sepi itu, walaupun di pagi hari. Karena tidak ada jalan lain selain jalan ini. Sebenarnya ada, tapi jalan setapak, hanya bisa di lewati satu orang, itu pun jalan kaki. Sedangkan Hafiz, mengendarai mobil.

Mobil Hafiz terus melaju, sampai dimana Hafiz menemukan perempatan, belum sampai tengah tengah perempatan lagi. Hafiz spontan ngerem. Hafiz memicingkan matanya untuk melihat keadaan. Di depan sana Hafiz melihat ada Pak Thoriq dan satu pemuda laki laki tengah berada di pinggir jalan. Hafiz tau itu Pak Thoriq karena Hafiz hafal perawakan satpam sekolahnya itu.

Dari dalam mobil, Hafiz mengamati setiap pergerakan mereka disana. Sampai dimana mata Hafiz melotot saat melihat pemuda itu mengeluarkan benda tajam dari saku jaketnya. Dari situ Hafiz mulai panik, Hafiz menuntut otaknya supaya bisa berfungsi saat ini juga.

Akhirnya Hafiz turun dari mobil sembari merogoh sakunya mengambil ponsel. Setelah benda pipih itu tergapai, Hafis langsung mengaktifkan camera dan segera memaruh ponselnya itu di salah satu pohon yang mengarah langsung ke tempat dimana Pak Thoriq berada.

Hafiz kembali lagi ke mobilnya untuk mengambil pisau lipat, yang memang selalu Hafiz bawa kemana mana dan Hafiz juga mengambil masker. Semua pergerakan Hafiz lakukan dengan hati hati. Hafis sangat pelan melakukan semua itu, sampai langkah kaki Hafiz saja tidak terdengar sama sekali.

Tangan kanan Hafiz sudah menggenggam pisau lipat yang Hafiz ambil tadi, dan Hafiz juga sudah memakai masker.

Dengan hati hati, Hafiz melangkah mendekati pemuda itu.

Setelah Hafiz sampai di belakang pemuda itu tepat. Yang pertama kali menyadari kehadiran Hafiz adalah Pak Thoriq, yang pertama melihat Hafiz adalah Pak Thoriq pastinya.

Di belakang si pemuda itu, dalam pikiran Hafiz, Ia akan menusuk bagian lengan si pemuda, tapi tidak jadi. Karena menurut Hafiz itu kurang membuahkan hasil, karena bisa saja, pemuda itu akan mengejar mereka nanti. Untuk itu Hafiz ganti tujuan.

Di saat tangan pemuda itu semakin terangkat. Di situ Hafiz langsung menggerakkan pisaunya.

"Jangaaaan!"

"Nak Hafiz!"

Jleb!

"Akh" orang itu ambrug, mendorong tubuh Pak Thoriq sampai beliau tersungkur ke belakang.

Tujuan kedua Hafiz meluncur tepat sasaran. Hafiz menusuk betis sebelah kanan pemuda itu, dan langsung menarik cepat pisau miliknya. Hingga menimbulkan darah bercucuran keluar dari sana.

Gedung SMA LenteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang