Vrenderick menatap Livi yang berdiri di depannya. Matanya berkedip beberapa kali. Vrenderick masih berusaha mencerna apa yang diucapkan oleh Livi. Jalan-jalan bersama Livi dan si kembar? Bukankah itu akan terlihat seperti jalan-jalan bersama keluarga? Vrenderick tidak pernah melakukan hal seperti inì. Jadi_
"Tapi, sepertinya kau sangat sibuk." kata Livi ketika melihat Vrenderick yang termenung.
Vrenderick pasti sibuk berkutat dengan tumpukan kertas di atas mejanya. Jangankan jalan-jalan, dia bahkan tidak punya waktu untuk sekadar bernapas. Livi sengaja mengajak Vrenderick juga agar si kembar tidak curiga. Kan aneh kalau Livi hanya mengajak si kembar saja.
"Tidak! Aku sama sekali tidak sibuk."
Vrenderick menjentikkan jarinya. Seluruh lembar dokumen yang ada di mejanya hangus terbakar. Livi tersentak kaget.
"Kenapa dibakar?!" tanya Livi.
Dia takut setengah mati. Tumpukan kertas itu bisa saja berisi dokumen yang sangat penting. Bahkan, bisa jadi masa depan kekaisaran bergantung pada dokumen yang sekarang sudah jadi abu itu. Kenapa Vrenderick bisa dengan santai membakar kertas itu tanpa melihat apa isi di dalamnya?! Argh! Kaisar satu ini pemikirannya pendek sekali seperti sumbu otak para koruptor.
"Bisa dikembalikan lagi nanti. Jadi, tenang saja." jawab Vrenderick santai.
Jika ada nominasi untuk orang paling santai di dunia ini, Livi yakin kalau Vrenderick akan jadi juara pertama. Kalau juara kedua sih sudah jelas Avelon. Naga satu itu selalu terlihat seperti makhluk yang bebas dari pelukan masalah.
"Tetap saja! Bagaimana mungkin kau bisa melakukan hal itu pada semua dokumennya? Bagaimana jika_"
"Jadi, kita jadi jalan-jalan atau tidak?" tanya Vrenderick penuh harap.
Livi ternganga. Dia menatap Vrenderick tidak percaya. Pria ini baru saja melakukan hal yang bisa membuat kekaisaran yang dia pimpin punah. Dan, hal yang dia tanyakan adalah jalan-jalan? Tunggu! Jangan bilang kalau Vrenderick membakar semua dokumen itu agar Livi tidak menganggapnya sedang sibuk? Dengan begitu, Livi bisa mengajak pria ini jalan-jalan karena sekarang tidak ada lagi dokumen yang harus dia kerjakan?
Livi menatap Vrenderick penuh penghakiman.
Bukankah tindakan pemeran utama pria ini terlalu berlebihan? Apa semua pemeran utama pria selalu bertindak seperti ini?
"Hah! Kau sebaiknya membereskan semua dokumen itu begitu kita selesai jalan-jalan." kata Livi yang mengusap dahinya.
Kepalanya terasa begitu sakit. Menghadapi Vrenderick benar-benar menguras jiwa dan mentalnya. Sekarang, rasanya Livi harus bertemu psikolog. Ah, kalau di dunia ini namanya dokter khusus mental.
"Tentu saja! Akan aku lakukan." balas Vrenderick dengan senyum lebar di wajahnya.
Livi menatap Vrenderick sekali lagi. Apa pria ini sebegitu senangnya walau hanya diajak jalan-jalan saja? Padahalkan dia bisa melakukannya setiap hari kalau mau. Tentu saja sendirian. Kalau Livi sih lebih suka berdiam di istana kekaisaran saja.
"Setelah jalan-jalan, apa kau mau berlatih sihir dengan Zora?" tanya Livi. Kali ini giliran dia yang menatap Vrenderick dengan penuh harap.
"Ah, Pangeran Kedua memiliki sihir sepertiku, kan? Kakak laki-lakiku dulu tidak memiliki sihir. Tapi, dia ahli pedang. Sepertinya sihir hanya turun di anak kedua." kata Vrenderick panjang lebar.
Nemora yang berdiri di luar ruang kerja ayahnya diam. Zetora menatapnya. Yah, mereka berdua sudah ada di sini sedari tadi. Sejak Livi berlari dengan tergesa-gesa ke istana kaisar. Tapi, kedua anak ini baru mendengarkan pembicaraan orang tua mereka. Itu karena Zetora lupa bagaimana menggunakan sihir pendengar yang bisa membuat mereka mendengarkan suara di ruangan lain tanpa masuk ke dalamnya. Itupun suaranya tidak terdengar jelas. Saat ini pun, Nemora hanya mendengar kalimat pertama yang Vrenderick ucapan. Makanya dia jadi salah paham.
Zetora menatap pintu ruang kerja ayahnya. Pasti ada hal lain yang dikatakan ayahnya. Zetora sangat yakin akan hal itu.
Zetora menutup matanya. Berkonsentrasi penuh. Seketika, bukan hanya suara yang kini bisa didengar dengan jelas. Zetora bahkan bisa membuat pintu ruang kerja ayahnya jadi transparan.
"Sihir tembus bayang. Keren." batin Zetora dalam hatinya.
"Apa kau tidak bangga pada Nora, Erick?" tanya Livi memastikan.
"Kenapa kau bertanya seperti itu? Tentu saja aku bangga dengan kedua putraku." Vrenderick berkata serius, "Mereka berdua hebat dengan kelebihannya masing-masing. Nora hebat dalam urusan pedang. Dia bahkan bisa menggunakan aura di usia 4 tahun. Zora juga sama. Dia hebat dalam hal sihir. Dia bisa menerbangkan dirinya sendiri di usia 3 tahun. Setiap anak memiliki kehebatan mereka sendiri. Tugas orang tua hanyalah mendukungnya."
Livi terdiam ketika mendengar penjelasan Vrenderick. Melihat Vrenderick yang tahu perkembangan kemampuan pedang dan sihir si kembar, dia sepertinya selalu memperhatikan mereka berdua.
Zetora tersenyum tipis. Sementara itu, Nemora menangis. Selama ini, dia selalu berpikir jika dirinya tidak berguna karena tidak memiliki sihir. Tapi, sepertinya pikiran Nemora salah. Bukan sihir yang membuatnya berguna. Tapi, karena dia adalah dirinya sendiri.
"Kau hebat, kakak." kata Zetora sembari menepuk bahu Nemora pelan.
Nemora mengusap air matanya. Tersenyum lebar. Zetora balas tersenyum tipis. Senang rasanya melihat kakaknya bisa terbebas dari segala beban. Yah, walau beban itu dia buat sendiri. Tapi, tetap saja Zetora senang.
"Kau sepertinya sering memperhatikan si kembar."
"Iya. Aku sering melakukan hal itu. Mereka berdua kan adalah kebanggaanku."
Zetora tersenyum lebar. Menatap ayahnya yang terlihat begitu bangga. Begitu juga dengan ibunya. Sementara, Nemora justru kembali menangis.
"Ayo pergi, kakak." kata Zetora.
Mereka berdua sudah cukup lama berada di sini. Jadi, lebih baik mereka pergi sebelum ayah dan ibu menyadari kehadiran kedua putranya yang diam-diam menguping pembicaraan mereka. Pemilik kekuatan sihir seperti Zetora dan Vrenderick biasanya bisa merasakan kehadiran pemilik sihir lain. Sebelum hal itu terjadi, lebih baik mereka berdua pergi terlebih dahulu.
Zetora menuntun Nemora. Mereka berdua melangkah pergi.
"Baiklah! Mari menemui si kembar! Mereka berdua pasti sudah bangun."
Vrenderick mengangguk. Dia melangkah di samping Livi. Ketika tangan Livi menyentuh gagang pintu, pintu itu sudah lebih dulu terbuka dengan sihir Vrenderick.
"Terima kasih."
Vrenderick tersenyum. Menganggukkan kepalanya pelan.
"Kemana kita akan pergi jalan-jalan? Tidak mau ganti baju untuk menyamar?" tanya Vrenderick ketika mereka berdua berjalan di lorong istana.
"Entahlah. Aku juga tidak tahu. Yang jelas, kemana saja asalkan lama. Dan, kita juga tidak perlu menyamar. Aku lebih suka pergi keluar sebagai ratu kekaisaran ini." jawab Livi.
Menyamar saat berjalan-jalan itu menyebalkan. Karena akan ada banyak orang yang tidak mengetahui identitas asli Livi. Dan, itu bisa menyebabkan masalah. Sebab, biasanya akan ada banyak bangsawan yang sok berkuasa dan mengira jika Livi dan keluarga kecilnya adalah rakyat biasa. Jadi, daripada harus menghadapi orang-orang seperti itu, lebih baik tidak usah menyamar saja.
"Anak-anak, ayo pergi jalan-jalan bersama!" ajak Livi dengan senyum manis ketika dia membuka pintu kamar si kembar dengan begitu lebar.
Si kembar yang berpura-pura masih tertidur masih memejamkan matanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
I'm The Villain's And Hero's Mom✔
Fantasy[Bukan Novel Terjemahan - END] Obat alami untuk penderita darah rendah. Liviana Putri adalah seorang budak korporat yang selalu bekerja seharian. Dia mati karena kelelahan saat membaca novel setelah punya waktu untuk beristirahat. Bukannya ke alam b...