Livi tersenyum kaku. Menatap pria dengan rambut dan mata hitam di depannya. Sesuai dugaan Livi, Cassius memang seorang penyihir gelap. Warna rambut dan matanya adalah bukti terkuatnya.
Sekarang, apa yang harus Livi katakan untuk mengajak Cassius pergi? Livi sama sekali tidak menduga jika akan benar-benar ada seseorang di dalam sini. Jadi, Livi tidak menyiapkan teks pidato apapun untuk membujuk Cassius agar dia mau pergi dari sini dan mengkhianati kakak perempuannya.
Ah, benar! Bagaimana jika Cassius tetap memilih untuk setia pada Arrandele? Pria yang setahun lebih muda dari Arrandele ini pasti akan mengadu pada kakak perempuannya, kan?
Sialan!
Kenapa Livi pergi ke sini?!
Bagaimana jika ternyata Cassius tidak dimanfaatkan oleh Arrandele? Bagaimana jika Cassius memang sengaja bersembunyi di sini?
Argh! Livi ingin keluar dari sini dan membuat Cassius melupakan hal ini.
"Yang Mulia Ratu, mengapa anda bisa ada di sini?" tanya Cassius setelah keheningan memeluk mereka berdua dalam waktu yang cukup lama.
Livi tersentak kaget. Dia kembali mengatur senyum kakunya agar terlihat lebih alami.
"Itu..." Livi memutar otaknya. Berusaha mencari alasan yang bisa diterima oleh akal sehat.
Melihat Cassius malah menanyakan tujuan Livi datang kemari dan bukannya langsung menyerang Livi, artinya dia tidak menganggap Livi sebagai ancaman, kan? Tapi, apa benar begitu? Bisa saja Cassius hanya sedang menunggu waktu yang tepat untuk menyerang Livi.
Jika Livi mati di sini...
Itu artinya semua berakhir. Karena tidak akan ada orang yang bisa menemukan mayat Livi. Kecuali jika istana Arrandele dihancurkan total.
Baiklah! Mari lupakan soal itu sejenak. Menjawab pertanyaan Cassius terdengar lebih penting. Lihat saja pria ini! Dia kelihatan sangat menanti jawaban atas pertanyaannya.
"Aku bermimpi soal dirimu yang berada di sini. Maka dari itu, aku datang kemari. Untuk memastikan jika mimpiku adalah bagian dari kenyataan. Hehe..." terang Livi dengan senyumnya yang terlihat lebih kaku.
Cassius menatap Livi bingung. Mimpi? Mimpi apa? Perasaan hanya para saint dan saintess yang menerima mimpi sebagai bagian dari kenyataan. Itu biasa disebut dengan ramalan. Tapi, bukankah ratu hanya manusia biasa? Kenapa dia mendapatkan mimpi sebagai ramalan?
Aneh sekali.
"Aku rasa itu adalah mimpi dari Hellicore. Dewi Cahaya itu kan sedang berada di buni. Jadi, aku rasa dia ingin agar aku membantumu." Senyum Livi jadi semakin kaku.
"Bukankah Hellicore membenci penyihir hitam karena kami merupakan bagian dari kekuatan Zenticore?" tanya Cassius lagi.
Livk tertawa kaku. Kemudian, menghembuskan napasnya. Bukankah bocah laki-laki ini terlalu tahu segalanya untuk ukuran anak yang biasa dikurung? Dari mana dia mengetahui semua hal yang bahkan tidak diketahui oleh Livi? Argh! Menyebalkan! Mana Livi sudah terlanjur berbohong lagi.
Cassius pasti akan menganggap Lici sebagai pembohong. Kalau sudah begini, bukankah sebaiknya berkata jujur saja?
"Sebenarnya... ada yang membawaku ke dunia cermin semalam. Dalam dunia cermin itu, aku menjadi kakak perempuanmu. Begitulah caraku mengetahui jika Arrandele memalsukan kematian dan mengurungmu di sini." terang Livi dengan pandangan mata yang menatap Cassius prihatin.
Cassius diam. Wanita di depannya terlihat jujur.
"Dunia cermin? Bukankah hanya naga yang bisa membawa jiwa manusia ke dalam sana?"
"Benarkah?" tanya Livi dengan wajah polosnya.
Dia sama sekali tidak tahu apapun soal dunia cermin selain ciri-ciri dan namanya saja. Kalau yang lain sih, Livi mana mungkin tahu.
"Iya, membawa jiwa manusia ke dunia cermin sangat beresiko. Manusia yang di bawa ke sana mungkin saja akan hidup di dunia cermin selamanya. Sementara, tubuhnya mengalami koma. Dan..."
Livi sama sekali tidak mendengarkan penjelasan Cassius. Dia sibuk menyumpahi naga mana pun yang sudah membawanya ke sana. Ucapan Hellicore ternyata benar. Ada naga di sekitar Livi. Tapi, kenapa naga itu membantu Livi walau dengan cara yang sangat ekstrim? Setahu Livi, naga adalah makhluk yang sangat membenci manusia. Kenapa naga yang satu ini berbeda? Apa ini adalah bagian dari kemampuan Livi? Mengendalikan naga? Mungkin saja Livi aslinya adalah reinkarnasi dewi... lupakan saja! Livi jelas hanya mantan budak korporat biasa.
"Meski begitu, syukurlah anda baik-baik saja." kata Cassius tulus.
Livi menatap pria yang berdiri di hadapannya itu dengan serius.
"Apa kau membenciku, Cass?" tanya Livi dengan mata putihnya yang menatap bola hitam di mata Cassius.
"Tidak. Mengapa saya harus membenci anda?"
Ah, rupanya benar. Cassius hanya dimanfaatkan oleh Arrandele. Kalau begini, Livi tinggal mengajak pria ini keluar dari lorong menakutkan ini saja.
"Kau mau ku bantu keluar dari sini?" tanya Livi dengan senyum lebar di wajahnya. Kedua alisnya terangkat.
Cassius diam.
Keluar dari sini? Memangnya dia bisa? Kakak perempuannya adalah orang yang memasok obat jantung untuknya. Jika Cassius pergi dari sini dan meninggalkan Arrandele, Cassius bisa mati.
Dalam hidup Cassius, hanya ada 3 kemungkinan yang akan jadi akhir dari hidupnya. Mati membusuk di sini karena ditelantarkan kakaknya. Mati karena sakit jantungnya. Atau, mati karena meninggalkan kakaknya. Di antara ketiga kemungkinan itu, Cassius lebih memilih kemungkinan kedua.
Mati karena meninggalkan atau ditinggalkan oleh orang yang kita sayang itu menyakitkan. Jadi, biarkan penyakit ini yang merenggut nyawanya secara perlahan.
"Kau akan baik-baik saja, Cass. Kau justru tidak akan hidup lama jika terus berada di sini. Aku tidak akan mengatakan apapun soal kakakmu karena kau yang lebih tahu soal dia. Tapi, kau harus tahu sesuatu." Livi menatap Cassius serius. Bibirnya terangkat, "Orang yang punya wewenang atas hidupmu adalah dirimu sendiri. Jangan biarkan orang lain membuat batasan atas dirimu."
Cassius diam. Ucapan Livi ada benarnya. Tapi, Cassius tetap tidak berani pergi dari sini. Cassius terlalu takut. Rasa sakit karena sakit jantungnya lebih menyakitkan dibanding rasa sakit ketika Arrandele menyiksanya.
"Tidak apa-apa. Pikirkan saja. Kau ingin keluar dari sini dan melihat dunia luar. Atau... terus menjadi pion catur dari orang yang jelas tidak menyayangimu."
Livi dan Cassius kompak menoleh. Menatap gagang pintu yang bergerak.
Seorang wanita dengan rambut merah muda dan mata biru tua berjalan memasuki ruangan itu. Arrandele menatap Cassius dingin.
"Dengan siapa kau bicara?" tanyanya tanpa basa-basi.
Livi yang berada di pojok ruangan dengan tubuh yang tersembunyi oleh pakaian bekas darah Cassius menutup mulut dan hidungnya. Sialan! Kenapa janda merah muda ini terus saja berada di tempat yang sama dengan Livi, sih?
"Saya membuat teman bicara dari jerami karena bosan, kakak. Apa saya boleh keluar sebentar? Di kamar kakak juga tidak masalah." kata Cassius penuh harap.
Dia hanya ingin Livi mengetahui jika kakak perempuannya tidak mungkin sejahat itu padanya. Hanya karena Arrandele menempatkan Cassius di sini, bukan berarti dia me_
"Tidak! Orang yang mati harus bertindak seperti seharusnya." jawab Arrandele dingin.
Dia melangkah pergi. Meninggalkan Cassius yang terdiam.
Mungkin...
Kemungkinan ketiga jauh lebih baik.
"Aku akan keluar dari sini." kata Cassius pada Livi yang keluar dari tempat persembunyiannya.
Livi tersenyum lebar.
"Pilihan yang bagus, Cass!"

KAMU SEDANG MEMBACA
I'm The Villain's And Hero's Mom✔
Fantastik[Bukan Novel Terjemahan - END] Obat alami untuk penderita darah rendah. Liviana Putri adalah seorang budak korporat yang selalu bekerja seharian. Dia mati karena kelelahan saat membaca novel setelah punya waktu untuk beristirahat. Bukannya ke alam b...