Dia, seseorang yang tepat

10 2 3
                                    

Sudah lima hari Arvel berada di rumah sakit karena kondisinya yang belum stabil. Namun, kini Arvel berhasil keluar dari rumah sakit atas sifat keras kepalanya meminta pada dokter.

Padahal, kuliahnya sedang libur untuk sekitar setengah bulan ini. Tetapi, dasarnya seorang Arvel memang begitu adanya.

"Arvel," panggil Nafa saat sedang duduk di gubug pantai pada hari kedua liburan kuliah.

Ya, mereka kini tengah berada di desa. Tepat di Jawa Tengah tempat kelahiran Nafa.

"Hm, kenapa?" tanya laki-laki memakai kemeja kotak-kotak tersebut menoleh menatap Nafa.

"Kemaren buka-buka akun ku ya? Kan udah kubilang jangan dibuka-buka. Orang aku juga gak kepo sama akun punyamu." ujar Nafa sembari membuang muka kesal.

Arvel menatap lekat wajah Nafa. Sebenarnya ia hanya ingin tahu beberapa akun media sosial milik Nafa karena perempuan itu sudah pernah memberitahukan kata sandinya.

"Aku gak buka semuanya, Naf. Cuma satu aja itu yang sering buat kamu nulis novel. Aku juga cuma baca aja satu cerita karyamu, masa itu gak boleh?" sahut Arvel sembari membolak-balikkan ponselnya.

Nafa menoleh pada Arvel dengan sinis. "Itu privasi, Vel. Gak semuanya kamu perlu tau kan?" Pertanyaan Nafa sedikit menyinggung perasaan Arvel sehingga lelaki tersebut menunduk diam.

"Hm... Oke, setelah ini aku gak akan buka-buka seluruh akun kamu lagi. Karena aku juga gak ada hak buat kepo sama dunia kamu. Aku ngerti dan minta maaf kalau selama sama aku jadi bikin risih." katanya lalu memakai kacamata dan kembali memainkan ponselnya.

"Ih, aku bercanda doang. Masa gitu aja ngambek!" ketus Nafa kesal.

Arvel segera memasukkan ponselnya ke dalam tas kecilnya. "Enggak ngambek, kirain beneran gak di bolehin nanti aku gak akan kepo lagi."

Nafa tertawa mendengar ucapan Arvel yang menurutnya lucu. Mereka berdua memang sudah memiliki hubungan khusus meskipun tidak berpacaran namun dua manusia tersebut tak lama lagi akan bertunangan.

"Kamu tuh lucu banget, perhatian banget sih... Sayangnya ngeselin tukang bikin marah." celoteh Nafa refleks memukul lengan tangan Arvel.

Laki-laki itu terkekeh. "Tukang bikin marah tapi bisa bikin bahagia lagi kan? Aku kayak gini karena menjaga perasaan kamu."

Tiba-tiba Reyva datang bersama lelaki memakai hoodie berwarna hitam. Tak lain lagi, lelaki tersebut adalah Khifnu Raihan Pratama.

"Maaf bang, kalo udah nunggu lama." ucap Khifnu berdiri di samping Arvel.

Nafa dan Arvel mendongak. "Kemana aja lo berdua?" tanya Arvel menatap Khifnu dengan datar.

Ketika melihat keadaan yang tak cukup baik dirasa, Nafa segera mengelus punggung Arvel. Supaya lelaki tersebut tak marah-marah pada Khifnu dan Reyva.

Sementara Reyva hanya menunduk dalam posisi masih berdiri di samping kirinya Nafa. "Jangan marah-marah sama mereka," bisik Nafa begitu pelan dan hanya mampu didengar oleh Arvel.

Tiba-tiba saja Arvel memindahkan posisi tangan Nafa menjadi ke dadanya. Ia menahan tangan Nafa agar tidak lepas dari dadanya.

Sejenak semuanya bergeming. Sebelum akhirnya Nafa sadar jika detak jantung Arvel terasa tenang. Itu artinya, lelaki itu sedang tidak emosi.

"Udah! Ngapain pada berdiri terus? Mau minta maaf terus sampe kayak orang ngemis?" ketus Arvel membuat Nafa tak menyangka.

Khifnu segera mendudukkan diri serta tak lupa mengajak Reyva untuk ikut duduk. "Yang salah bukan Inu, bang. Semuanya Reyva yang salah kok, aku tidurnya kelamaan jadi Inu nunggu aku bangun." jelas Reyva.

Dunia Arvel [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang