Malam ini Alura mengundang Nafa untuk makan malam bersama di rumahnya. Perempuan seorang mahasiswi kampus Harapan Bangsa tersebut kini tengah duduk di meja makan bersama keluarganya Arvel.
Arvel dan Nafa duduk berhadapan. Nafa berada di sebelah kirinya Reyva, sedangkan Arvel berada di sebelah kanannya Alura. Sementara Tiar duduk di kursi yang biasa khusus kepala keluarga.
Kedua manusia itu tampak tak saling mengobrol. Disela-sela makan malam, Alura menatap anak lelakinya dengan Nafa.
"Nafa, silahkan nambah lagi makannya. Masih banyak loh ini. Tante masakin khusus buat kamu." ucap Alura sambil tersenyum pada Nafa.
Seseorang yang disebut itu menatap Alura seraya membalas ucapannya dengan senyuman yang manis.
"Iya, tante. Ini juga udah banyak kok, udah kenyang juga." jawab Nafa lalu sedikit menundukkan kepalanya untuk kembali menyantap makanan.
Reyva yang sedari tadi menatap Arvel tidak mengobrol dengan Nafa pun merasa curiga pada lelaki itu.
Gadis itu melihat wajah Nafa yang tampak seperti menyembunyikan sesuatu.
"Bang Arvel sama Nafa kenapa? Kok tumben kalian gak ngobrol?"
Setelah Reyva bertanya tentang hal yang membuatnya penasaran itu, seketika Nafa dan Arvel pun mendongak menatap Reyva.
Nafa meletakkan sendok yang masih berisi nasi serta lauk yang hendak dilahapnya. Sementara Arvel menghentikan aktifitas minumnya.
"Ah, anu--" belum sempat Nafa menjawab, Arvel memotong ucapan perempuan itu lebih dulu.
"Dia marah karena aku lalai jagain dia selama di tempat nongki tadi siang." sahut Arvel jujur mengatakan hal yang tadi siang terjadi pada mereka.
Semua tampak bergeming tak ingin ikut campur kecuali Alura dan Altiar.
"Kenapa Nafa marah Arvel?" tanya Alura pada Nafa.
Tentu perempuan bernama Nafa itu terkesiap. Ia bingung sekaligus merasa sedikit bersalah karena dirinya telah memarahi Arvel, lantas sekarang hal yang ingin ia lupakan justru Arvel ungkapkan pada keluarganya.
"Nafa marah karena---" belum sempat Nafa menjelaskan dengan berhati-hati, namun nyatanya Arvel selalu memotong ucapannya.
"Karena aku tinggal dia ke toko buku sebentar, dan temen-temen ternyata balik karena ada panggilan buat kumpul di markas Giga Dragx."
Penjelasan Arvel begitu disimak baik-baik oleh semua yang ada disitu. Lelaki itu mengatakan dengan sejujurnya.
"... karena di tempat nongkrong ada Anjar sama Hendri. Mereka yang lagi dalam kondisi mabuk hampir macem-macem ke Nafa. Dia lari ke warung Babeh Jaka tapi beliau lagi gak ada entah kemana. Akhirnya Nafa ketangkep sama Anjar, dia hampir ditampar karena gak mau nurutin kemauan mereka." sambung Arvel dengan suara yang pelan.
Sungguh, Nafa merasa malu pada keluarganya Arvel.
Karena lelaki tersebut menceritakan semuanya dengan jelas."Terus Nafa gimana?" tanya Alura cemas pada keadaan Nafa.
Nafa yang ditatap oleh Alura pun menunduk untuk menutupi rasa malunya.
"Sebelum hal buruk terjadi, aku langsung jauhin dia dari dua orang pemabuk itu. Dan setelah aku bawa pergi Nafa ke taman Delima, dia nangis karena masih keinget hal itu. Aku berusaha tenangin dia, tapi malah dia marah sama aku. Aku ajak dia buat balik ke rumah tapi selama di perjalanan dia masih emosi dan mungkin karena aku terlalu maksa bikin dia tenang, jadinya dia maksa buat turunin dia di pinggir jalan." jelas Arvel.
"Terus kakak gak ngejar Nafa?" tanya Reyva penasaran juga wajahnya tampak sedang serius.
Nafa masih merutuki dirinya sendiri. Mengapa ia bodoh? Ia memarahi seorang Arvel? Teman kuliahnya sendiri?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Arvel [Completed]
أدب المراهقينBagaimana jadinya kalau pasangan tidak saling mencintai satu sama lain? cinta bertepuk sebelah tangan karena masih mencintai seseorang yang sudah beda alam? Apa yang akan dilakukan oleh seorang laki-laki untuk menghadapi perempuan yang telah sah men...