menjadi pasangan

10 2 0
                                    

Sebulan lalu telah menjadi bulan terindah dalam hidup Nafa dan Arvel. Suatu pernikahan yang selama ini mereka harapkan, kini sudah sah menjadi pasangan hidup.

Arvel dan Nafa memilih untuk tinggal di sebuah rumah milik Arvel yang sudah sejak dulu dipersiapkan untuk keluarga kecil mereka.

"Mas, sarapan dulu ih." ucap Nafa pada saat Arvel ingin pergi ke kantor Altiar.

Langkah Arvel terhenti, menoleh kepada sang istri yang masih duduk di kursi meja makan.

Kemudian Nafa mengambil dua piring serta alat makan lainnya untuk sarapan bersama suaminya.
Perempuan itu tampak sedikit sedih karena dalam seminggu ini Arvel jarang berada di rumah.

"Iya, Sayang ... Kenapa sedih gitu, hm? Aku keluar bukan berarti langsung pergi gitu aja, cuma mau lihat keadaan pagi-pagi aja." jawab Arvel sambil berjalan menghampiri Nafa.

Nafa tersenyum mendengar jawaban suaminya. Walau terkadang hari-hari mereka lebih banyak sibuk sendiri-sendiri.

"Oh iya, kata ayah sekarang lagi rawan maling tau. Kemarin sore waktu kamu masih di kantor ayah, ada maling udah ngintip apartemen ini tapi akhirnya aku buka pintu dan malingnya pergi." ujar Nafa sembari mengambil nasi dan lauknya.

Seketika Arvel menatap istrinya begitu lekat. "Terus kamu diapain sama maling itu? Malingnya ngambil apa aja?" Lelaki yang memakai hoodie warna hitam itu berpindah duduk menjadi di samping Nafa.

"Gak diapa-apain, kan ketauan sama aku jadi malingnya pergi. Belum juga masuk, baru ngintip doang udah keburu aku buka pintu, hahaha."

Arvel menghela nafas lega. Setidaknya Nafa tidak diapa-apakan oleh maling tersebut. Ia lantas memeluk istrinya cukup erat, menandakan bahwa dia tidak ingin kehilangan seseorang yang menjadi pendamping hidupnya.

"Ya udah, kalo gitu aku gak pergi ke kantor ayah selama beberapa hari ke depan. Keamanan istri jauh lebih penting dari pada kerjaan di kantor." ucap Arvel lalu melepas pelukannya.

Nafa tersenyum jail, sifat isengnya kembali berulah. Perempuan itu menonjok pelan perut Arvel, membuat lelaki di hadapannya meringis kesakitan.

"Aduh ... Sakit, Sayang. Aku khawatir sama kamu, kamu nya malah iseng terus." cerocos Arvel merubah wajahnya menjadi cemberut.

Nafa tertawa sambil bertepuk tangan satu kali. Menatap lucu wajah suaminya memang sudah menjadi kebiasaan untuk sekedar menghangatkan keadaan rumah tangganya.

Sosok Arvel juga dikenal hangat terhadap warga yang ada di tempat kelahirannya di Desa. Bahkan setiap acara di Desa, Arvel selalu mengikuti dengan baik.

"Mas, kenapa kamu tuh hangat banget sih ke orang-orang? Kamu kayak asik banget gitu, bisa ikut semua acara maupun hiburan di Desa ku." Kata Nafa sembari memainkan jari tangan Arvel dengan posisi duduk di sofa dekat ruang makan.

Arvel tersenyum seraya mengusap-usap kepala istrinya dengan lembut dan penuh kasih sayang. "Karena kita harus tetap jadi orang baik. Dengan cara menghargai orang lain, menghormati orang lain-aku percaya kita akan mendapatkan sesuai apa yang kita lakukan. Untuk jadi suami kamu itu bukan hanya menjadi keluarga bagi saudara-saudara kamu di Jawa, tapi juga menjadi warga dan pemuda yang bisa turut berpartisipasi aktif dalam hidup bermasyarakat."

Jawaban Arvel membuat sang istri berdecak kagum. Nafa menggelengkan kepalanya tak menyangka. "Aduh ... Nasib punya suami yang baiknya luar biasa ternyata begini ya. Walaupun kamu asli orang kota, tapi jiwa kamu itu benar-benar bisa menghargai setiap manusia."

Arvel menatap wajah Nafa sangat lekat. "Semua manusia itu sama. Gak ada manusia yang sempurna, mau orang kaya atau miskin-orang kota maupun desa, tetap sama-sama manusia yang setiap saat membutuhkan manusia."

Dunia Arvel [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang