Menurutku daster merupakan salah satu pakaian ternyaman di dunia selain kaus belel dan celana kolor, sehingga isi dari separuh lemari pakaianku adalah daster beraneka merek, model, serta motif. Memakainya membuatku seperti diijinkan untuk melangkah ringan tanpa dipeluk beban harapan dunia yang terkadang bergerak terlampau cepat, bernapas bebas tanpa topeng yang sengaja dibuat sebagai batas agar tak mendapat segala penghakiman, serta tidur dengan nyenyak seolah mendapatkannya adalah hal yang layak
Namun, pasca menikah... Oh biar kupertegas, pasca menikahi Rizal, koleksi dasterku dibiarkan teronggok tak tersentuh, aku hanya merasa tak leluasa memakainya di depan lelaki itu. Bukan karena malu, hanya saja membiarkan Rizal melihatku mengenakan daster sama dengan membiarkan lelaki itu melihat inti dari diri dan jiwaku yang masih belum rela kutunjukan semua, juga karena tak ingin bangun tidur dalam keadaan setengah telanjang karena daster yang dikenakan tersingkap mengingat cara tidurku yang menurut Mama terkadang tak santai.
Oh benar, berbicara mengenai Rizal, baru saja satu pesan kukirimkan padanya. Meski sejak kejadian kemarin, sejak konon dia nggak sedang menyatakan perasaannya karena dia nggak yakin hatiku siap menerimanya, aku secara sadar membangun sekat yang membatasi interaksi kami, dan Rizal yang sore itu langsung ijin pergi untuk berenang yang kuyakin demi meredam segala emosi pun entah halusinasi atau kenyataan sengaja melakukannya juga, ia tetap tetap membalas pesan barusan.
Rizal Brewok: Pulangnya perlu aku jemput, Bi?
Bukannya tak ingin membahas lebih lanjut perkara tersebut, namun kuyakin kami sama-sama butuh waktu. Sehingga, daripada terjebak dalam keadaan awkward di dalam mobil kelak jika aku dijemputnya, maka kupilih tidak sebagai jawaban.
Arimbi Wijaya : Akunya pulang nebeng Vika atau Adel aja, Zal. Thanks BTW.
Setelahnya segera kucemplungkan ponsel ke dalam tas agar bisa fokus pada kedua sahabatku yang tengah asik menyantap makan malam. Selepas kerja, aku dan Adel langsung
menuju TerasKita. Lebih dari satu jam kami habiskan di dalam studio untuk rekaman podcast dan kanal Youtube TerasKita bersama Ario Bayu, mengangkat isu mengenai persamaan hak antara lelaki dan perempuan dalam menyatakan cinta. Vika pun datang menyusul setelah dihubungi oleh Adel.
Jadi... di sini lah kami bertiga, duduk melingkar dekat jendela besar, menghabiskan Senin Malam di dalam 'ruangan kerja' yang lebih seperti ruang keluarga lengkap dengan sofa, lemari es serta televisi, sementara meja kerja menempati salah satu sudut dekat jendela. Ruangan ini sehari-hari dihuni oleh Adik laki-laki Ario Bayu yang kami percaya untuk mengelola dan mengatur segala tetek bengek TerasKita, dibantu oleh beberapa orang kepercayaan yang ruangannya kami siapkan tepat di sebelah. Kebetulan si empunya ruangan sedang sibuk di bawah, menemani Ario Bayu bertemu dengan tamu yang entah siapa, jadi tak apa jika tempat ini kami jajah.
"Gue pribadi sih nggak masalah, ya, kalau harus nembak cowok duluan—" Vika menyuarakan pendapat perihal perempuan menyatakan cinta pada laki-laki yang dikaguminya. "Yang punya hati sama perasaan, kan, bukan cuma cowok. Kita sama-sama punya hak, jadi... di mana masalahnya?" Vika menambahkan kemudian melahap nasi goreng seafood pesanannya.
"Seharusnya, sih, memang nggak jadi masalah." Aku menimpali, mencomot udang yang sebagian tubuhnya terkubur nasi goreng untuk kulahap. "Tapi, masih ada aja, lho, yang berpikir kalau cewek cuma boleh nunggu, biar cowok aja yang milih dan make a first move. Jadi, sekalinya ada yang berani melakukan hal di luar 'kebiasaan' yang mereka tahu dan yakini, pasti langsung dicap agresif, dipandang nggak wajar bahkan kurang ajar."
"Serba salah, ya, jadi cewek." Vika berkomentar lagi, "Nolak cinta aja bisa bikin dukun jadi bertindak."
"Ih bener banget." Adel menjentikkan jarinya, "Padahal ditolaknya udah dengan bahasa sehalus mungkin nggak, sih? Supaya yang ditolak nggak sakit hati." Ia meminta validasi dengan bergantian memandangku dan Vika.
Vika manggut-manggut memberi dukungan, "Bahkan sampai ada yang kehilangan nyawa juga, kan, cuma gara-gara bilang nggak?" Aku mengangguk mengiyakan dengan miris. "Tapi sialnya lagi-lagi cewek yang diminta untuk jaga ucapan, diminta untuk nggak ngomong kasar, harus tetap sopan dan baik seenggak nyaman dan seenggak suka apapun sama cowok. Kenapa bukan cowok yang diminta untuk belajar mengharagi batasan orang lain? Menerima dengan legowo hal-hal yang memang di luar kendali mereka, kayak perasaan cewek misalnya?"
"Menghargai batasan orang lain, dan menerima hal-hal di luar kendali kita, kan, berlaku buat semua orang, Vik, bukan cuma cowok dong."
"Iya... sih. Tapi—" Mencondongkan tubuhnya ke depan, dan menatapku serta Adel bergantian, Tanya Vika, "Tapi serius gue penasaran, deh, cowok diwanti-wanti juga nggak sih sama entah siapa pun itu mungkin orang tuanya untuk jaga ucapan, diminta untuk nggak ngomong kasar, harus tetap sopan dan baik seenggak nyaman dan seenggaksuka apupun sama cewek?"
"Well..."menyendok nasi dari piring di hadapanku, "Jawaban dari pertanyaan lo dijawab langsung, lho, sama Ario Bayu, Vik. Jadi lo bisa dengar atau nonton podcastkita aja, ya, nanti kalau udah tayang."
“Lo pulangnya jadi nebeng, Bi? Atau mau dijemput Rizal aja?”
Meraih tumbler yang terasa dingin di bawah telapak tangan, aku menjawab, “Nebeng lo aja, ya, Del. Sampai stasiun terdekat, boleh?” Menenggak Iced Matcha Latte dari dalamnya, dan Adel mengangguk sebagai jawaban sementara Vika mengatakan sesuatu yang sukses membuatku nyaris tersedak.“Eh BTW, lo sama Rizal berniat nunda punya anak atau gimana, Bi?”
Susah payah membiarkan cairan manis pahit itu melewati kerongkongan, aku kemudian menimpali, “Kenapa, Vik? Lo mau nyumbang biaya persalinan gue nantinya?”
“Idih, defensive banget nggak tuh jawabannya?”
Adel terkikik, dan Vika bergabung bersamanya yang membuatku sebal. Sialan! Dan lebih sialan lagi mulutku yang malam ini sedang tidak bisa berkompromi, sehingga mengatakan sesuatu yang seharusnya tak dikatakan, “We haven’t done that.”
“Excuse me?!” pekikan Adel berbarengan dengan terdengarnya suara batukVika saat cewek itu tersedak minumannya sendiri.
Ario Bayu
____________________________________________________________Cerita lengkap dari Bab 14 ini bisa kamu baca hanya di KaryaKarsa, ya.
https://karyakarsa.com/RianiSuhandi/14-pernyataan-cinta-ario-bayu
Gimana nih, Ario Bayunya sesuai ekspektasi kamu nggak?
Lalu, ini gimana bisa tiba-tiba Ario Bayu menyatakan cinta?Yaudah kamu lanjut aja bacanya di KaryaKarsa, ya.
Tentu aja di sana jauh lebih panjang. Dan di sana juah lebih cepat update.
Sudah sampai Bab 22 lho di sanaKutunggu, yaaa.
Eh jangan lupa komen dan vote-nya, ya.
Terima kasih, lho.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE ONLY ONE LOVE #LoveAbleSeries Book1
RomanceDitantang seorang News Anchor terkenal untuk menikahinya membuat pengacara seksi Yummy Rizal Agiana pratama melepaskan masa lajang di usia 29 tahun. Namun, trauma masa lalu dan orang-orang dari masalalu membuat pernikahan Rizal dan Arimbi tidak semu...