[4] Langkah Awal

18 3 10
                                    

---- Selamat Membaca ---

Akhirnya aku sampai di sekolah tepat waktu, walaupun harus mendapatkan hukuman karena tidak menggunakan atribut lengkap. Memang tidak berat, hanya berdiri sambil hormat di depan tiang bendera sampai jam pertama selesai. Mana pula, siswa kelas 7 hanya ada aku sendiri. Huh, memang tidak patut untuk dicontoh.

Sekitar lima belas menit berjemur, kulihat kakak tingkatku sudah mulai kabur. Hanya aku sendiri yang masih bertahan. Ingin rasanya aku ikut seperti mereka, tetapi aku masih takut jika nanti hukumannya akan bertambah.

"Nja, Nja. Harusnya seragam sekolah kamu persiapkan dari semalam. Coba lihat sekarang, masih kelas 7 udah dapat hukuman. Kalau seperti ini bagaimana kamu bisa banggain orang tua kamu?" Aku berbicara sendiri sambil mencoba menghindar dari silaunya cahaya matahari.

Niatku hendak istirahat sebentar, karena tiba-tiba tubuhku terasa lemas. Akan tetapi, tiba-tiba saja Kak Haman datang menegurku. "Mau ke mana?" tanyanya dengan suara tegas.

"Eh, Kak. Ini mau—"

"Ke mana yang lain?"

"Udah kabur," jawabku jujur.

"Emang nggak ada petugas OSIS yang ngawasin kalian?" tanyanya lagi.

Aku menggeleng pelan. "Nggak ada, Kak."

Terdengar helaan napas dari bibirnya. Sepertinya ada raut kecewa yang terpancar dari wajahnya ketika tahu bahwa anak buahnya tak ada yang bertugas. Aku jadi kasihan melihat Kak Haman.

"Ya sudah, kamu kembali ke kelas. Mulai besok aku nggak mau lagi lihat kamu dihukum seperti ini. Masih kelas 7 kok udah bandel!" Kak Haman memperingati.

Aku mengangguk lemah sambil mengucapkan terima kasih. Setelah kepergiannya, tiba-tiba saja kepalaku pusing berat. Seperti berputar-putar. Hampir saja aku ambruk, jika tidak ada seseorang membantuku.

"Eh, Neng cantik, kenapa? Sakit, ya?" tanya seseorang itu seperti khawatir.

Aku melihatnya sebentar. Rupanya dia lelaki yang bersepeda di sampingku pagi tadi, namanya Jalal—teman Logan. Sejak berangkat sekolah tadi, ia terus menyapaku walau hanya kubalas dengan anggukan saja.

"Kita ke UKS, ya?" tawarnya, tetapi aku menggeleng pelan.

"Makasih udah bantu, Kak. Tapi, Lentera nggak apa-apa, kok. Cuma lelah aja," jawabku seadanya.

"Tapi wajah kamu—"

"Lentera ke kelas ya, Kak. Permisi." Kupotong ucapannya dan segera kutinggalkan dirinya sendiri di lapangan.

🌸🌸🌸

Selama kegiatan belajar mengajar, aku sama sekali tak fokus. Apa yang guru jelaskan di depan, sama sekali tidak aku mengerti. Rasanya ingin aku berpura-pura pergi ke toilet, agar dapat bolos dari pelajaran ini. Akan tetapi, sebuah misi yang kurencanakan semalam, mengurungkannya.

"Lentera!"

Aku terkejut ketika Bu Raya memanggil namaku dengan nada yang cukup tinggi. Sepertinya, aku ketahuan bengong alias tidak memerhatikan penjelasannya.

"I-iya, Bu?"

"Coba jelaskan, bagaimana cara menggunakan rumus pyhtagoras ini?"

Lentera Senja✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang