[12] Penyelesaian

14 0 0
                                    

••• Selamat Membaca •••

Kedua orang tuaku datang, kaget ketika melihat kondisi seperti ini. Ibu sudah pasti menangis, sedangkan ayah ia bungkam seribu bahasa. Mungkin tak sanggup lagi untuk mengeluarkan kata-kata. Aku pasrah. Bagaimana respon orang tuaku, aku pasrah. Tak peduli jika mereka harus memarahiku karena aksi yang aku lakukan sebelumnya.

"Nak ...." ujar ibu tercekat.

Aku tak tahan. Akhirnya untuk kesekian kalinya aku menangis lagi. Melihat mereka akur seperti ini sebenarnya hatiku terasa damai. Namun, aku tidak tahu apakah mereka bersikap seperti itu karena kondisiku yang saat ini atau bukan.

"Maafkan ayah, Nja ...."

Aku diam. Mendengar suara ayah sebetulnya hati ini sakit sekali. Perih berkepanjangan ketika mengingat kejadian-kejadian sebelumnya. Akan tetapi, jauh dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku tak bisa membenci ayah. Mau seburuk apa pun itu, ia masih orang tuaku. Karenanya aku bisa hidup sampai sekarang.

Sekitar satu jam lebih kami mengobrol sesama anggota keluarga. Ketiga temanku segera ke luar dari ruangan tanpa aku suruh. Dalam waktu satu jam itu, aku mengutarakan seluruhnya. Perasaanku, ayah selingkuh, aku dibully, hampir bunuh diri dan sampai aku ditabrak truk.

Mereka berdua hanya terdiam. Kentara dari wajahnya ada rasa penyesalan yang melekat dalam diri mereka. Bukan, aku bukan bermaksud untuk melukai hati mereka. Hanya saja aku ingin jujur dengan perasaanku selama ini. Siapa tahu, dengan seperti ini mereka bisa berubah, membatalkan rencana konyol mereka dan kembali membangun rumah tangga serta keluarga yang baik.

"Nja, kita ...."

•••

"Nja, lain kali jangan seperti itu lagi, ya? Kamu boleh deh minta apa pun sama aku, jajan apa pun, nanti aku bayarin asal kamu janji nggak bakal lakuin hal konyol lagi seperti ini," bujuk Logan.

Aku tertawa kecil mendengarnya. Oh ya, ini hari kedua aku ruang inap. Setelah berbicara dari hati ke hati bersama keluargaku, keesokan harinya Logan serta tiga teman L lainnya menjengukku. Aku benar-benar bahagia atas kehadiran mereka. Aku bersyukur, karena sampai aku berada di titik terendah pun mereka masih ada untukku.

"Atau nggak utang kamu kemarin, nggak usah dibayar deh. Anggap aja aku lagi traktir kamu, tapi janji jangan lakuin hal goblok seperti kemarin. Okey?"

Aku tersenyum kecil. "Harusnya kamu nggak perlu repot-repot melakukan itu, Logan. Aku nggak apa-apa kok. Tenang aja, setelah ini aku nggak bakal ngelakuin hal konyol lagi. Beneran deh, janji."

"Awas aja kalau ingkar!"

"Nggak kok, tenang aja. Makasih banyak, ya, Logan. Karena kamu—"

"Iya sama-sama. Aku tahu, aku memang berjasa buat kamu," potongnya dengan rasa percaya diri.

"Syukurlah kalau begitu. Ingat, Terajana, jangan diulangi lagi, ya. Kakak benar-benar khawatir sama kamu. Kalau kamu nggak ada, Kakak nggak punya adik perempuan lagi. Terus nanti siapa yang bakal bela Kakak di sekolah," sahut Kak Lele dengan wajahnya yang melas.

"Kakak, sini aku peluk." Kak Lele mendekat, dan kami berpelukan erat. "Makasih banyak Kakak udah khawatir sama aku, aku beruntung banget punya kakak perempuan sebaik Kakak. Aku janji, setelah ini aku nggak bakal melakukan hal seperti kemarin. Biar Kak Lele nggak khawatir lagi," ujarku sambil tersenyum padanya.

Lentera Senja✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang