[10] Aku Pamit

14 0 0
                                    

--- Selamat Membaca ---

Sret

Akhirnya tali yang melekat di pergelangan tangan dan kakiku terlepas dengan sempurna. Aku sudah tak peduli jika bercak merah membekas di pergelangan tanganku. Tanpa pikir panjang, aku langsung kabur dari area sekolah.

Air mataku turun begitu deras. Hatiku benar-benar hancur. Hari ini benar-benar hari terburukku. Aku gagal menjadi kandidat olimpiade, perasaanku dipermainkan oleh Lian, aku dibully dan terakhir aku harus mendapatkan kenyataan pahit jika ayah pernah berselingkuh dengan ibunya Lian.

Apa-apaan ini! Mengapa rumit sekali? Mengapa semua terjadi hari ini! Bukankah aku masih terlalu dini untuk menghadapi semua masalah ini? Rasanya, lebih baik aku mati saja! Bukankah lahirnya diriku ini tidak ada gunanya?

Setelah mengambil sepedaku di parkiran, aku melaju kendaraan itu dengan kencang. Tak peduli dengan pengendara yang sedang memarahiku di belakang. Aku tetap melaju angkuh.

Tibanya di rumah, suasana sepi. Gelap. Seperti tidak ada kehidupan. Hatiku benar-benar bergetar ketakutan. Ke mana kedua orang tuaku?

Dengan ragu, aku masuk begitu saja karena kebetulan pintu rumah tidak dikunci. Sesampainya di ruang tengah, aku melihat secarik kertas. Kubaca dengan seksama, dan ternyata itu adalah surat cerai yang dibuat oleh ibuku.

Bagaikan tersambar petir, bibir ini tak bisa berkata-kata lagi. Tubuhku mematung seketika. Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang? Kedua orang tuaku akan bercerai, Kak Laksa pergi, dan aku sendirian di rumah.

Dengan tertatih aku berjalan ke arah kamar, duduk di pojokan sambil memeluk kedua lutut. Aku menangis. Aku marah. Aku kesal. Aku benci dengan semua kejadian hari ini. Aku menyesal karena telah dilahirkan di dunia ini. Jika pada akhirnya selalu aku yang menderita, lalu untuk apa aku hidup?

Tak sengaja kedua mataku melihat silet di atas mejaku. Pikiranku benar-benar buruk. Tanpa berpikir panjang, aku segera mengambil silet itu agresif kemudian kuarahkan ke nadi.

1

2

3

Srt.

Darah segar menetes begitu saja. Perihnya siletan ini bahkan tak sebanding dengan rasa sakit yang aku alami. Kubiarkan darah itu mengalir sampai ke lantai, bila perlu sampai darah dalam tubuhku ini habis. Setelah itu aku mati tanpa harus memikirkan beban-beban yang harus aku tanggung.

Akan tetapi, akalku berbicara lain. Aku malah punya ide lebih liar dari sekedar ini. Tangan kananku bergerak ke atas meja, mengambil kertas dan pena. Kubuat sebuah surat di sana.

Untuk semua orang yang mungkin akan mencariku

Ayah, ibu, Kak Laksa, Nja pamit pulang. Nja capek, pengen istirahat. Nja nggak sanggup untuk menghadapi ini semua. Nja nggak kuat.

Maaf, mungkin kehadiran Nja di dunia ini malah menyusahkan kalian. Mungkin juga ayah benar, kalau Nja ini lebih pantas disebut sampah karena saking tidak bergunanya.

Ibu, maaf Nja sudah mengecewakan ibu dalam berbagai hal. Mungkin anak gadismu ini tidak bisa seperti orang-orang di luar sana yang berprestasi dan bisa membanggakan orang tuanya.

Kak Laksa, maafkan Nja. Nja terlalu egois karena telah memendam rindu pada Kakak. Karena pada kenyataannya, Nja benar-benar rindu, Nja kangen pelukan dan nasihat Kakak. Namun, karena keegoisan Nja, Kak Laksa terabaikan. Maafkan Nja, Kak.

Untuk ayah, Nja nggak tahu mau sampai kapan ayah berubah. Nja baru tahu, kalau ayah pernah selingkuh dengan ibunya teman Nja. Nja benar-benar kecewa. Nja marah, dan Nja juga benci sama ayah. Akan tetapi, walaupun benci, Nja nggak bisa bohong kalau Nja juga sayang sama ayah. Satu hal yang perlu ayah tahu, Nja nggak suka kalau ayah nggak bisa memperlakukan perempuan dengan baik. Dengan ayah menyakiti ibu, itu sama saja menyakiti hati Nja juga.

Dan terakhir ....
Untuk teman-teman L. Terutama Logan.
Maafkan aku kalau aku sering merepotkan kalian. Aku capek. Aku lelah. Dan aku tahu, langkah yang kuambil kemarin hingga saat ini memang salah. Akan tetapi, hanya itu yang bisa kulakukan.

Logan, terima kasih sudah mau berteman denganku sejak kecil. Terima kasih karena telah menerima semua kekuranganku. Kamu tetap semangat cari duitnya, biar jadi pengusaha sukses.

Kak Lele, terima kasih juga dengan segala kelembutan Kakak, aku bisa merasakan bagaimana punya Kakak perempuan. Kakak baik banget! Kakak boleh baik, tapi jangan sering dimanfaatin, ya.

Kak Ais, kakaknya Zoya. Terima kasih juga sudah kasih motivasi ke aku selama ini. Semoga, Kakak terpilih menjadi ketua OSIS, ya. Walaupun mungkin setelah ini aku udah nggak ada, tapi aku selalu dukung Kakak!

Dan Kak Lintang, makasih karena sudah perhatian sama adik kecilnya. Makasih udah mau sabar ngajarin matematika sama Lentera. Kakak sehat-sehat, ya! Sibuk boleh, tapi kesehatan nomor satu!

Kalian semua, kalaupun aku udah nggak ada, tolong maafin semua kesalahanku.

Aku pamit.

•••

Sepuluh menit berlalu, akhirnya aku berhasil meninggalkan rumah. Dengan darah yang masih saja menetes, aku berjalan di pinggir trotoar. Niatku hendak ke sungai, mengakhiri hidup. Aku sudah pendek akal. Biarkan, sebagian orang mungkin akan menilaiku gila. Aku tak masalah. Karena pada kenyataannya, aku memang gila!

Aku hendak menyebrang, sepenglihatanku tak ada motor atau mobil yang melaju. Akan tetapi, penglihatanku salah. Pada kenyataannya, ada sebuah truk yang melaju dengan sangat kencang sampai-sampai aku tertabrak dan terbanting cukup jauh.

BRAK!

Aku masih setengah sadar. Kudengar warga sekitar berteriak untuk meminta tolong. Aku merasakan ada salah satu warga yang merogoh kantong sakuku untuk mencari ponsel. Ternyata ponsel tersebut masih dapat berfungsi, dan kudengar ia menelpon seseorang tanpa aku tahu siapa itu. Sampai dua menit setelahnya, semuanya gelap. Aku tak tahu apa yang terjadi setelahnya.

•••

Perlahan, aku membuka mata. Kepalaku rasanya berat sekali. Sampai akhirnya, aku dapat melihat dengan jelas. Kupandangi sekitar secara bergantian. Objek pertama yang kulihat adalah Kak Laksa.

Tunggu, bagaimana dia bisa ada di sini?

Di sebelahnya ada Logan dengan ekspresi wajah yang terlihat marah, kelihatan sekali bahwa kedua alisnya bertaut dan sorot matanya yang tajam. Di sebelah kiriku, ada Kak Ais dan Kak Lele yang tampak khawatir.

"A-aku di mana?" tanyaku bingung.

"Di rumah sakit," jawab mereka serempak.

"Alhamdulillah kamu sudah sadar, Terajana. Kakak khawatir banget kamu kenapa-kenapa," ujar Kak Lele.

"Iya, masih bersyukur Allah kasih kamu kesempatan kamu untuk hidup," timpal Kak Ais.

"Memangnya aku kenapa?" tanyaku.

"Koma dua hari," sahut Logan.

"Nja, apa yang terjadi sebenarnya?"

••• Bersambung •••

Prabumulih, 23 Desember 2023

Lentera Senja✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang