[9] Terjebak

5 0 0
                                    

--- Selamat Membaca ---

Sejak malam itu, aku dan Lian semakin dekat. Walau begitu, ketika Bu Rani sering memberikan tugas di grup olimpiade, aku berusaha belajar dari Kak Lintang. Beliaulah yang akhir-akhir ini menjadi mentor dalam prosesku.

Namun, di tengah kesibukanku untuk berusaha menjadi kandidat olimpiade, Lian terus mengajakku untuk pergi dari rumah. Entah itu jalan-jalan Entah itu jalan-jalan ataukah mampir di tempat makan. Katanya, aku itu butuh hiburan. Ia khawatir dengan kesehatan mentalku. Melihat perlakuannya seperti ini, membuatku yakin bahwa ia adalah lelaki yang baik. Harusnya Logan, Kak Ais dan Kak Lintang percaya itu.


Sampai di Minggu ke delapan, Bu Rani mengungkapkan hasil pengumuman yang lolos menjadi kandidat di olimpiade nanti. Jujur, aku benar-benar gugup. Jauh, dari lubuk hatiku yang paling dalam, ingin sekali namaku tersebut oleh beliau. Akan tetapi, sepertinya ....

"Kalian nunggu hasil seleksi, ya?" tanya Bu Rani memecahkan suasana. Sontak, suasana kelas yang semula tegang pun kini mulai mencair. "Tapi yang tidak lolos jangan berkecil hati, ya. Masih banyak event olimpiade lainnya kok."

Aku benar-benar berharap, jika ada satu namaku yang tersemat di sana.

"Aiza, Lian dan Lintang. Selamat, ya!"

Deg!

Aku terdiam sejenak. Rasanya bercampur menjadi satu. Aku bukan tidak terima dengan keputusan itu. Hanya saja ... mengapa Lian masuk, tetapi aku tidak? Kalau Kak Lintang, aku sudah yakin dari awal ia adalah kandidatnya.

Apa mungkin ... ini jawabanku karena aku terlalu memaksakan diri? Bukankah Kan Lintang sudah memberitahuku jauh sebelum aku bergabung, untuk benar-benar memilih jalanku? Artinya, kali ini aku harus merasakan patah hati. Aku gagal mencapai misiku. Aku tak berhasil untuk membuat keluargaku bangga.

"Ra, are you okay?" Kak Lintang menegurku.

Aku tahu, ia pasti khawatir dengan ekspresiku sekarang. Sebelum benar-benar kelihatan, cepat-cepat aku mengubah ekspresiku menjadi santai. Lalu, mengangguk dan kuterbitkan senyum selebar mungkin.

"Lentera nggak apa-apa, Kak," tuturku setelah ke luar ruangan.

Kak Lintang tersenyum, "Masih banyak olimpiade selain OSN. Masih semangat, kan?"

Aku mengangguk.

"Dah jam dua, aku duluan, ya," cetusnya lalu meninggalkan area sekolah.

Setelah kepergiannya, niatku untuk pergi ke pondok. Menenangkan diri. Akan tetapi, tiba-tiba aku ditarik oleh seorang perempuan bertubuh besar. Ia menarik jilbabku dengan sangat kasar dan kuat.

"Hei! Lepasin!" ujarku memberontak.

"Diam kamu!" bentaknya.

Dengan kasar perempuan itu menarik tubuhku di sebuah kursi. Aku didudukkan di sana, lalu kedua tanganku diikat ke belakang dengan kuat. Kedua kakiku juga sama halnya. Aku menangis. Aku takut.

Byur!

Seember air mengalir ke seluruh tubuhku. Itu bukan air biasa, melainkan air es. Tentu, berhasil membuat tubuhku menggigil bukan main.

Lentera Senja✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang