--- Selamat Membaca ---
Aku menghela napas ketika mengingat bagaimana reaksi teman-temanku mengenai Lian. Agaknya mereka benar-benar tak setuju dengan perasaanku pada lelaki itu, terutama Logan. Entah sudah berapa kali ia mengeluarkan kata-kata kasar untukku. Untung teman, kalau bukan mungkin sekarang aku sudah menangis akibat perkataannya.
Akan tetapi, apa mungkin Lian hanya mengelabuiku? Namun, untuk apa? Ketiga teman lelakiku begitu kuat menyatakan bahwa Lian bukanlah lelaki yang baik untukku. Awalnya, aku tak percaya pada mereka, karena kupikir selama ini Lian baik padaku. Tak mungkin dia akan melakukan hal yang tidak-tidak, bukan?
Sepulang dari pondok, aku pulang ke rumah sudah amat sore. Bahkan, hampir mendekati magrib. Kupikir dengan itu, aku akan cepat beristirahat setelah mandi. Namun, pada kenyataannya, ayahku sudah menunggu kehadiranku di ambang pintu. Raut wajahnya sudah memerah menahan amarah, kedua tangannya bahkan terkepal seolah akan siap memukul. Aku yang melihat itu dari kejauhan bergidik ngeri. Apakah nantinya nyawaku akan selamat?
"Assalamualaikum," ujarku sambil menyalami ayah. Namun, ayah tak mengizinkanku untuk salim. Aku sakit hati. Bahkan, ia sama sekali tak menjawab salam dariku.
"Dari mana aja kamu? Udah sore begini baru pulang?" tanya ayah mengintimidasi.
"Tadi—"
"Nggak usah ngeles! Tau nggak kerjaan di rumah itu banyak, cucian piring udah numpuk! Ibu kamu nggak pulang, kamu juga ikut-ikutan nggak pulang?!" potong ayah dengan cepat.
"Ibu—"
"Nggak usah banyak tanya!" potongnya lagi. "Ibu kamu udah pergi dari pagi sampai sekarang nggak pulang-pulang! Pokoknya, ayah tahu rumah ini bersih, cuci baju sama piring sana! Punya anak kok males banget!" suruh ayah padaku.
"Tapi, Yah, Nja capek baru pulang sekolah. Apa nggak ada keringanan?" tanyaku pelan. Aku tak bohong, tubuhku benar-benar lemas dan lelah. Setidaknya biarkan aku beristirahat sebentar.
"Nggak! Jadi perempuan nggak usah manja!" sarkas ayah membuatku terdiam.
Air mata yang sedari tadi kutahan, akhirnya jatuh juga membasahi pipi. Dadaku rasanya sesak. Apalagi ketika ayah membentakku dengan kuat, padahal beliau sudah terikat janji dengan Kak Laksa, tetapi masih saja dilanggar. Kalau saja Kakak berada di sini, mungkin aku sudah mengadu padanya. Akan tetapi, dia jauh dariku. Munafik jika aku tak rindu padanya. Pada kenyataannya aku butuh kehadirannya di sini, butuh pelukan hangatnya saat ini juga. Sayangnya, itu adalah sebuah angan.
"Malah melamun, cepat beres-beres sana!" titah ayahku dengan marah.
Akhirnya dengan terpaksa aku melakukan semua pekerjaan rumah sendiri. Kupikir setelah pulang sekolah aku akan makan makanan di rumah, tetapi tidak. Aku harus menahan lapar lagi sampai beberapa jam ke depan. Atau mungkin, hari ini aku sama sekali tak memakan nasi walau hanya satu suap.
Namun, di saat seperti ini, aku teringat dengan misiku di sekolah. Tujuanku, agar aku bisa menjadi kandidat di olimpiade matematika itu. Apalagi beberapa hari lagi akan seleksi, aku harus mempersiapkan semuanya dengan matang.
"Nja, kamu harus semangat! Ada misi yang harus kamu selesaikan!"
🌸🌸🌸
Pukul 20.00
Aku baru bisa mengistirahatkan tubuhku yang amat lelah ini. Sepanjang pekerjaan tadi, air mataku tak henti-hentinya turun sampai-sampai kedua mataku hampir saja bengkak. Dan terpantau, saat ini ibuku juga tak kunjung pulang ke rumah, ayahku juga sudah pergi entah ke mana. Aku sendiri di rumah yang sepi.
Aku mengambil ponsel pintarku, hendak menghubungi Logan niatnya. Namun, beberapa kali aku mencoba menghubungi lelaki itu, sama sekali tak ada tanda-tanda bahwa ia akan menerima panggilanku.
"Logan ke mana, ya?" tanyaku pada diri sendiri.
Heran. Walau Logan adalah orang yang sering mengomeliku, bahkan kami berdua sering bertengkar karena hal sepele, tetapi jika aku butuh sesuatu ia pasti dengan cepat memberikan bantuan. Walaupun bantuan itu berupa alat pendengar. Ya ... dia yang selalu menjadi pendengar setia di setiap cerita-ceritaku. Akan tetapi, kali ini ia sama sekali tak bisa dihubungi.
Lagi dan lagi, air mataku turun begitu saja. Apa mungkin Logan tak mau mendengar ceritaku lagi? Apa mungkin ia marah karena aku menyukai Lian? Aku overthinking. Banyak hal negatif yang hinggap di kepalaku. Tidak, biasanya aku tak begini. Entah kenapa, saat ini perasaanku benar-benar sensitif. Aku merasa ... tidak ada orang yang membelaku di saat aku sedang tidak baik-baik saja. Ibu pergi, Kakak di Kalimantan, Logan juga sulit dihubungi. Lalu kepada siapa aku akan bercerita?
Drt. Drt
Tiba-tiba ponselku berbunyi. Kukira itu adalah Logan, maka dari itu aku cepat-cepat menerima panggilannya. "Halo?" sapaku dengan semangat.
"Semangat banget sapa aku. Kangen, ya?"
Eh, ini bukan suara Logan. Kujauhkan ponsel itu dari telingaku, kulihat namanya ternyata Lian. Seketika aku menepuk dahiku dengan pelan.
Nja, Nja, lain kali lihat dulu!
"Eh, Lian. Tumben telpon aku malam-malam?" tanyaku mengalihkan topik.
"Nggak apa, aku rindu sama kamu," ujarnya di seberang sana.
"Hahaha. Masa? Padahal tadi, kan, udah ketemu."
"Ya iya sih. Oh, ya, maaf tadi aku nggak sempat bantu kamu jawab soal-soal matematika. Aku lagi fokus soalnya."
Aku tersenyum. "Iya, nggak apa-apa. Lagian aku yang harusnya minta maaf, karena udah nyusahin kamu," balasku.
"Nggak, kok. Kamu nggak ngerepotin aku. Kan aku udah bilang kalau kamu lagi kesusahan, bilang aja sama aku."
"Iya," balasku dengan singkat.
"Eh, kok suara kamu pelan banget? Kamu lagi ada masalah? Sini cerita. Kalau ada apa-apa jangan dipendam sendiri, nggak baik, Lentera."
Aku terdiam sejenak. Lian benar, aku memang sedang tidak baik-baik saja. Harusnya sekarang aku ingin bercerita pada Logan, ia yang tahu permasalahanku. Akan tetapi, agaknya lelaki mata duitan itu sedang membantu kedua orang tuanya. Aku benar-benar sendiri. Apa mungkin ... aku cerita saja pada Lian? Toh, dia juga anaknya baik.
"Lentera?" tegurnya membuatku tersadar.
"Eh, iya?"
"Kamu melamun, ya? Ada apa, Cantik? Sini, cerita sama aku."
Mendengar itu, aku jadi terhenyuh. Aku jadi percaya bahwa Lian ini adalah orang yang perhatian. Maka, dengan percaya aku bercerita padanya.
"Aku tadi ...."
---- Bersambung ---
Hai, akhirnya aku bisa update. Maaf banget jadi telat sehari, harusnya kemarin, ya🙈 Tapi, nggk apa, semoga hari ini bisa mengobati rindu kalian sama Lentera, ya.
Btw, menurut kalian gimana untuk part ini?
Prabumulih, 26 Oktober 2023

KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Senja✓
Teen FictionKedua orang tuanya hampir saja bercerai karena ekonomi, Lentera sendiri menjadi korban atas perkelahian yang mereka ciptakan. Bahkan, tameng satu-satunya yang ia miliki, berani meninggalkan dirinya dengan penuh luka. Sampai terlintas di benaknya un...