8. Can we survive?

44 9 0
                                    

"Soobin, tunggu."

Soobin menghentikan langkahnya kemudian berhenti, memperhatikan cara jalan Shuhua yang agak aneh menurutnya.

"Kenapa?"

"Anu- gue--"

"Ada yang sakit? Lu mau istirahat dulu?"

Shuahua dengan cepat menggelengkan kepalanya. Ia malu sebenernya, tapi persetan, dia sudah tidak bisa menahannya lagi.

"Gue kebelet."

Soobin terdiam, "Gue ngumpet, kalo udah teriak aja." Setelahnya Soobin berjalan menjauh dan menyembunyikan dirinya dibelakang pohon.

Bermenit-menit kemudian, dirinya menunggu akan tetapi tidak ada tanda-tanda Shuhua akan menyelesaikan kegiatannya. Ia ingin kembali akan tetapi takut jika Shuahua masih belum selesai, akhirnya dirinya memilih untuk kembali menunggu sekitar lima menit.

Namun lima menit berlalu begitu cepat dan Shuhua masih belum juga memberi aba-aba jika dia sudah selesai, dengan tekad yang kuat pada akhirnya soobin kembali ketempat awal, namun sesampainya disana dirinya sangat terkejut karena tidak menemukan presensi Shuhua dimanapun.

"Shua lu dimana?!" Soobin mencoba memanggil-manggil nama shuahua akan tetapi nihil, tidak ada balasan yang didapatnya.

Dengan panik dirinya langsung saja menyusuri sekitarnya, tidak, dia tidak boleh lengah. Tidak boleh kehilangan temannya lagi, dengan keringat dingin dirinya mulai berteriak memanggil nama Shuhua.

"Aaaaaaaaaa!!!"

Soobin berlari cepat mendengar suara teriakan Shuhua yang berasal dari arah utara.

"SHUA!!" soobin merasa gemetar melihat Shuhua yang sedang berjuang untuk naik kepermukaan, entah bagaimana caranya Shua bisa sampai masuk ke danau itu.

Soobin sendiri menjadi linglung, dia tidak bisa berenang, tidak lebih tepatnya dia memiliki ketakutan terhadap air. Soobin memiliki kenangan buruk dengan air.

Dirinya berjalan mundur sampai pada akhirnya menyaksikan sendiri temannya yang perlahan-lahan tenggelam, dia ambruk menatap kosong air yang kembali tenang, dirinya merasa hampa. Dia gagal menjaga temannya, lagi.

****

"Heejin!" Yeji buru-buru menghampiri Heejin yang masih menangis, memeluk tubuh Jaemin.

Jeno, Giselle, Haechan, Renjun, Lia mengikuti dibelakangnya. Mereka terbelalak terkejut melihat tubuh Jaemin yang begitu pucat.

Lia yang memang seorang anggota PMR mulai duduk, Heejin sendiri dibawa bangkit oleh Yeji, walaupun sempat memberontak karena Heejin tidak mau melepaskan Jaemin.

Lia menatap teman-temannya dengan gamang. "Jaemin--

Udah gak ada."

Haechan yang pertama kali maju. "Gak lucu bercandaan lu!"

Haechan duduk disebelah jasad Jaemin, dirinya menepuk-nepuk pipi jaemin dengan cukup keras. "Bangun anjir, Na!"

Jeno sendiri ikut bergabung disebelah Haechan, mengambil sebelah tangan Jaemin dan memeriksa denyut nadinya.

Tak ada, jaemin memang sudah meningalkan mereka.

"BANGSAT!"

"Jaemin gue harus bilang apa sama nyokap lu! Bangun cepet, gue gamau tau lu gak bangun gue musuhin lu seumur hidup!" Haechan masih dengan tenaganya mencoba membangunkan Jaemin.

Jeno menarik Haechan mundur. "Chan!"

"Jen, ayo suruh Jaemin bangun dia takut sama lu! Pasti langsung nurut."

"Lee Haechan!"

Haechan terdiam, dirinya tertunduduk menatap tanah, menangis sejadi - jadinya. Bagaimapun Haechan dan Jaemin adalah teman dari masa kecil, walaupun sering bertengkar Haechan sangat menyayangi Jaemin sudah selayaknya saudara.

Tidak lama Haechan terkekeh. "Gue udah tau dalang dibalik semua ini."

Dirinya kemudian bangkit, lalu berbalik mendorong tubuh Heejin, Heejin mungkin akan tersungkur jika tidak ada Yeji dan Lia yang menopangnya.

"Lu dalang dibalik semua ini kan?! Dari awal lu yang mitnah kita semua, dari awal lu nyoba ngadu domba kita semua?!" Haechan menujuk Heejin didepan wajahnya.

Heejin tidak tingal diam, dirinya menepis jari telunjuk Haechan yang menunjuknya kemudian terkekeh miris. "KENAPA LU JADI NYALAHIN GUE?! BUKAN CUMA LU DOANG YANG SEDIH! GUE JUGA GAK RELA KEHILANGAN JAEMIN! KALO EMANG GUE DALANGNYA GUE BAKAL BUNUH LU DARIPADA NGEBUNUH COWOK YANG GUE SUKA!" Heejin terengah-engah, dirinya kembali menangis. Mereka terdiam dengan pikiran masing-masing sekarang.

"Kalian jangan berantem bisa gak?! Mening sekarang kita cari Soobin sama Shuahua, Chan. Gue tau ini berat tapi jaemin gak bakal suka liat lu berantem sama temen lu sendiri." Giselle mendekat dan mengusap pundak Haechan.

Haechan menatap Giselle, Giselle memang benar tapi Haechan tidak bisa menahan diri. "Ayo, kita cari soobin."

Haechan berjalan lebih dulu disusul yang lainnya. Sedangkan Jeno sendiri tidak bergeming ditempatnya. Dirinya kembali duduk, menatap Jaemin untuk terakhir kalinya.

"Tunggu, Na. Setelah dapet jalan keluar, gue bakal nguburin lu dengan layak." Jeno bangkit menyusul yang lainnya, tanpa dia ketahui satu tetes air mata jeno jatuh ketanah, akan tetapi Jeno dengan cepat menghapus air matanya.

Lima belas menit berjalan dari tempat mereka menemukan Heejin dan Jaemin, Giselle bisa melihat Soobin yang terduduk menatap kosong danau didepannya.

"Soobin." Lia ikut duduk disebelah soobin, dirinya menepuk pelan bahu Soobin, akan tetapi tidak ada balasan, soobin hanya menatap kosong air dihadapannya.

"Kenapa lu sendiri, Shuhua dimana?"

Bukan mendapat jawaban, Soobin malah menangis mereka tentu saja kaget dan bingung. lia yang memang paling dekat dengan Soobin tentu langsung berusaha menenagkan Soobin dengan menepuk-nepuk punggungnya.

"Gue gagal, Shuhua, dia tenggelem dan gue gak bisa nyelametin dia."

Setelah menyelesaikan kalimat itu, Lia refleks membawa Soobin kepelukannya.

Karena diantara semua orang disana, hanya dirinya yang tahu ketakutan soobin terhadap air.

Sedangkan mereka yang mendengar perkataan Soobin kembali mencelos, apa mereka tidak dibiarkan untuk bernafas sedetik saja? Setiap mereka lengah pasti teman mereka menjadi korban.

Mereka sudah lelah dengan ini semua.

LOST✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang