10. A piece of bread

64 11 0
                                    

"Gue takut! Gue gak mau mati, gue masih mau makan makanan nyokap gue! Jun, lakuin sesuatu. Menurut teori lu abis Yeji itu giliran gue kan yang mati?!"

Setelah menemukan Yeji yang tergeletak tak bernyawa lagi - lagi mereka berkumpul, menentukan langkah apa yang selanjutnya harus mereka ambil. Sedangkan disisi lain, Soobin melirik Jeno sekilas, semua ini terlalu rumit. Soobin bahkan tidak bisa menyelesaikan puzzle ini.

"Tenang Lia, siapa tau tebakan Renjun kemarin cuma kebetulan, gak ada yang tau takdir. Soal Yeji, mungkin juga itu kebetulan?" Haechan menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Lia sendiri langsung terkekeh mendengar jawaban Haechan itu.

"Bahkan lu gak yakin sama ucapan lu sendiri." Lia tersenyum pedih.

"Ini udah lebih dari seminggu, harusnya orang tua kita udah nyariin kita gak sih? Study tour cuma dua hari dua malem, mustahil kalo mereka gak sadar kita ilang." Semua langsung menoleh kearah Heejin, perempuan itu dilihat dari keadaannya tidak terlalu baik, Heejin yang biasanya mengebu - gebu tampak sangat lemas, seperti seseorang yang tidak memiliki gairah hidup.

"Gue cuma takut, kalo emang kita sengaja dibuang kesini bukan gak mungkin semua orang yang bawa kita ketempat ini udah nyusun secara mateng, misalnya bikin berita kalo bus kita masuk jurang terus seluruh penumpangnya meninggal terbakar, mungkin."

Ucapan Renjun tidak salah, dugaan itu bisa saja benar. Bahkan beberapa diantara mereka  sudah ada yang meninggal bukan.

"Gue punya rencana."

Keenam pasang mata itu langsung menoleh cepat kearah Gissele. "Kita gabisa diem lagi dirumah ini, kita harus pergi. Ayo cari jalan keluar dari tempat sialan ini, kalopun kita gak bisa keluar seengaknya kita berusaha minta bantuan. Setiap sesuatu bukannya pasti ada jalan keluarnya?!"

"Gue setuju sama Giselle." Jeno menatap satu persatu teman - temannya, mencoba meyakinkan bahwa mereka memang sudah tidak bisa tinggal ditempat ini, nyawa mereka dalam bahaya. Lebih baik melawan dari pada hanya pasrah bukan.

"Gue gak setuju, menurut gue rumah ini itu adalah tempat paling aman buat kita, kita gatau diluar sana ada apa. Apa kalian lupa sama semua temen kita yang meninggal diluar sana?!" Renjun angkat bicara kali ini. Giselle menatap Renjun dengan sinis. "Lu juga gak mungkin lupa kalo sebagian temen kita mati disini bukan?"

Keduanya saling menatap dengan tajam. Giselle hanya menganggukkan kepalanya mengerti. "Oke, kalo lu mau disini mati aja sendirian disini! Gue gak mau mati sia - sia!"

Haechan menarik tangan Giselle untuk mundur, dirinya kemudian menatap Giselle dan Renjun bergantian. "Ini bukan saatnya lu berdua berantem, dan lu Gi. Kita gak boleh pisah, sebisa mungkin kita harus terus bareng - bareng. Kalo kalian inget semua temen kita mati secara misterius tanpa kita tau apa penyebabnya. Jadi gue harap kalian bisa saling kubur ego masing - masing."

Jeno yang sedari tadi hanya memperhatikan mereka mulai menatap Haechan dengan pandangan agak berbeda, dia sudah cukup lama berteman dengan Haechan, terbiasa melihat Haechan yang konyol dan secerah matahari membuatnya agak merasa aneh saat melihat Haechan dengan raut serius seperti tadi. Tidak ada lontaran candaan dari mulut sahabatnya itu, dalam hati Jeno membatin, masalah yang mereka hadapi ternyata memang seserius itu.

"Oke, kita jalan dengan formasi gue sama Jeno bakal mimpin jalan. Anak cewek ditengah dan Haechan sama Renjun paling belakang." Soobin mengitrupsi seluruhnya.

"Kita jalan sekarang, ini masih siang. Sebisa mungkin sebelum malem kita udah nemu sesuatu lebih bagus kalo itu sinyal internet."

Semuanya langsung mengagguk dan langsung mengemas semua barang yang sekitanya mereka perlukan.

Dua jam kemudian, mereka masih tidak menemukan jalan untuk mereka keluar, sejauh mereka berjalan hanya ada pohon - pohon menjulang yang tidak menemui ujung. Jeno yang melihat beberapa temannya kelelahan memutuskan untuk mengajak beristirahat sejenak, mereka bertujuh langsung saja mengangguk setuju.

"Guys."

Semua orang langsung menatap Lia dengan tatapan bertanya. Lia sendiri yang tadinya menunduk langsung mendongkak dengan wajah agak sendu.

"Kalo gue beneran mati hari ini, buat siapapun yang bisa survive gue minta tolong sampein pesan gue buat nyokap sama bokap gue. Tolong bilangin, kalo gue sayang banget sama mereka. Sampein juga kalo gue minta maaf karena belom bisa ngasih apa - apa kemereka."

"Lu apa - apaan sih Li?!" Giselle menatap Lia dengan tidak suka. "Kita semua bakal keluar hidup - hidup dari sini!"

Lia hanya menunduk kemudian tertawa pedih. "Maaf guys, kalo gue ngerusak suasana. Ah tapi feeling gue gak enak banget."

Lia kemudian menatap teman - temannya. "Sebelum itu, gue mau ngasih tau kalian sesuatu rahasia. Ini emang telat banget, dan gue agak nyesel sebenernya."

Semua orang menatap Lia dengan tatapan penasaran. Lia sendiri hanya tersenyum sembari menatap langit, "Gue suka sama Junkyu."

Setelah mengatakan hal itu Lia tiba - tiba saja merasakan tubuhnya kaku dan mati rasa, Heejin dan Soobin yang duduk dekat dengan Lia sontak langsung bergerak panik saat tiba - tiba saja Lia terjatuh. Mulutnya mengeluarkan banyak busa, lama kelamaan Lia mulai menutup matanya secara perlahan.

Lia—dia keracunan.

Semuanya menatap kaget Lia yang sudah terbujur kaku, Soobin sendiri sudah pucat pasi ditempatnya. Giselle menutup mulutnya dengan rapat, menyaksikan bagaimaana Lia menemui ajal tanpa bisa mereka bantu tentu saja membuatnya terpukul.

"Keluarin semua makanan sama minuman yang kalian bawa dari rumah itu!" Haechan dengan cepat langsung memerintah. Semuanya menurut, Haechan mengacak rambutnya frustasi.

"Sekarang selain Lia ada yang udah minum atau makan makanan yang kita bawa?!"

Soobin mendongkak menatap satu persatu temannya dengan tatapan kosong. "G-gue makan roti itu satu berdua sama Lia!"

LOST✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang