Hujan sudah mulai reda saat itu, Yoshi berinisiatif mengajak Karina pergi keluar untuk membicarakan pemikiran mereka dengan siswa lain. Mereka tidak melihat adanya orang saat keluar dari ruangan, mereka sedang berkumpul di suatu tempat dan membicarakan sesuatu, mungkin.
Mereka secara samar mendengar suara teriakan yang berakhir dengan kesimpulan; teriakan Yeji. Tanpa berpikir panjang, mereka pun pergi keluar kawasan rumah tersebut dengan tergesa.
Sepertinya suara itu datang dari jarak yang cukup jauh di dalam hutan sana, dan sepertinya juga, Yeji sedang dalam bahaya. Mereka pun segera berlari menuju sumber suara dengan pemikiran kosongnya.
"Ck, kena juga lo."
***
Lia mencoba mengetuk pintu ruangan di mana sebelumnya Yoshi dan Karina berada, "Kayin? Ayo kelu– ar? Hah?"
Melihat Lia yang hanya terdiam bingung, Shuhua pun menghampiri, "Kenapa, Li?" Lia berbalik menghadap Shuha, "Mereka gak ada!"
Heejin, Soobin, Haechan, Renjun, Jeno, Giselle, Jaemin, dan Yeji pun menghampiri mereka berdua.
"Ada yang liat mereka keluar sebelumnya?" Tanya Giselle yang dijawab gelengan kepala oleh semuanya.
Soobin menggerutu frustasi, "Sial, jangan sampe kita kecolongan lagi. Bawa air secukupnya, kita cari mereka. Jaemin, Shuhua, Heejin, sama Gue cari ke arah selatan. Yeji, Lia, Haechan, sama Renjun ke arah timur. Sisanya, Giselle sama Jeno ke arah barat. Kalo sekiranya udah jalan terlalu jauh dan gak nemuin apa-apa, balik lagi. Bisa, kan?"
***
Arah selatan. Jaemin, Shuhua, Heejin, dan Soobin. Dengan berbekalkan sebotol air minum dan beberapa pil obat milik Jaemin, mereka mulai mencari dan memperhatikan setiap hal, dengan detail.
Mereka pikir tidak ada hewan buas di hutan ini, hanya ada beberapa jurang yang dalam dan juga rumah-rumah dengan bahan kayu yang usang dan kosong. Salah satu keanehan, selurub rumah nampak kecil dan tidak layak kecuali rumah besar yang mereka tempati itu. Entah apa yang terjadi di masa lampau.
Perspektif mereka tentang hewan buas ternyata sedikit salah, "Jaemin! Ada ular!!" Teriak Soobin panik. Jaemin yang sadar pun lalu mencoba menghindar dan menarik teman-temannya menjauh. "Kayaknya cuman satu, udah ayo kita lanjut."
"Lo pada capek gak? Ayo istirahat bentar." Soobin berkata. Dan mereka semua terduduk dalam bentuk sebuah lingkaran. "Huh, Sejauh ini sih gue gak liat ada jejak mereka jalan kesini. Kita udah jalan lumayan jauh juga." Ucap Shuhua yang diangguki Heejin.
"Iya, tapi gue masih penasaran, kita coba jalan 1 KM lagi, kalo beneran gaada apa-apa, kita balik." Arah Soobin.
Heejin tanpa sengaja melihat tetesan darah san luka goresan di kaki Jaemin,"Jaem? Kaki lo kenapa berdarah gitu?" "Oh? Ini tadi sempet kesandung ranting kayu gitu dikit."
"Bentar." Shuhua menghentikan pergerakan Jaemin yang sedang memeriksa pergelangan kakinya. "Yang ini kaya gigitan uler. Jangan jangan lo kena gigit yang tadi?!" Ucapan Shuhua tersebut membuat Soobin melihat luka itu lebih dekat. "Wah iya, ini--"
"AAAAA!!" Mereka semua mendengar teriakan seseorang dari depan sana, "Hua, ayo kita liat. Heejin tolong lo temenin Jaemin aja di sini." Soobin berpikir cepat, "Gue ikut. Gue gak papa--"
"Udah Jaem, lo abis digigit uler. Gue sama Hua mau liat dulu. Lo diem disini." Mereka pun pergi, sehingga hanya tersisa Heejin dan Jaemin masih dengan posisi duduk mereka. Heejin menyobek sedikit bagian sapu tangan yang ia bawa, lalu mencoba mengikat kaki Jaemin tepat diatas luka gigitan itu sekuat yang ia bisa.
"Udah, Jin. Gak papa." Jaemin menghentikan aksi Heejin tersebut dengan suara sendunya. "Maksud lo? Lo mau mati? Ya walaupun gue gak tau apa lo bisa tetep hidup abis ini, seenggaknya gue udah usaha." Jaemin hanya tersenyum, "Sekarang rasanya kaki gue bengkak, panas, mual juga. Rasanya sakit banget, Heejin."
Dengan mata yang berkaca dan siap mengeluarkan air mata, Heejin berkata, "Lo gak boleh mati sekarang. Lo harus hidup, ya? Kalo lo mati sekarang, gue mau ikut aja."
"Kenapa kayak gitu?"
"Karena lo alasan gue hidup. Gue mau bertahan hidup walaupun isinya cuman dipaksa belajar, karena gue pikir, seenggaknya gue bisa liat lo terus di sekolah. Kalo lo gak ada gue gimana? Gue gak tau. Gue suka sama lo. Kurang keliatan?" Heejin susah payah berbicara dengan mata basahnya, dan respon yang ia dapatkan hanyalah kekehan kecil yang terlihat menyakitkan.
"Gue tau. Itu juga alasan kenapa gue tetep dateng ke sekolah dan belajar walaupun gue gak suka. Karena lo." Dengan mata sembab dan berairnya, Jaemin mengungkap sesuatu yang tidak pernah disangka akan ia ungkap. Perasaannya, nyata.
Heejin tanpa menunggu lama langsung memeluk Jaemin dengan erat. Pelukan ter-erat yang pernah mereka rasakan, pelukan terlama yang pernah mereka alami, dan mungkin, pelukan terakhir yang mereka lakukan.
***
Soobin dan Shuhua mungkin sudah berlari sekitar 15 menit, dan mereka tidak menemukan apapun yang berhubungan dengan Karina ataupun Yoshi. Entah kemana perginya suara yang mereka dengar tadi.
Mereka pun melihat ke sekeliling dengan napas yang terengah dan tubuh yang berkeringat panas. Tidak ada yang berbeda di sini, hanya rumah-rumah kecil dari kayu itu lagi. Rumah-rumah yang menempati seisi hutan yang entah seberapa luasnya ini.
"Gimana, Bin?" Tanya Shuhua.
Soobin mencoba mengatur napasnya dan menjawab, "Suara tadi ilang. Terlalu cepet dan mencurigakan. Gimana bisa suara orang minta tolong sejelas itu padahal sejauh itu? Gue juga terlalu buru-buru. Sekarang mata gue kunang-kunang. Lo tau arah kan?"
Shuhua menghela napasnya kasar. "Gak. Dan kita gak tau apa yang terjadi sama Heejin sama Jaemin sekarang." Ia berkata sembari mencoba untuk duduk di bebatuan sekitar.
"Kenapa hidup kita apes banget, ya?" Tanya Soobin bingung.
"Tau. Tau gini gak akan gue belajar berbulan-bulan cuman buat nyasar di tempat yang sebelumnya gaada orang yang tau ini. Ini gak kerasa kayak nyata. So unreal."
"Dan juga, apa cuman bis kelas kita doang yang ilang? Apakabar sama bis kelas lain? Mereka nyariin kita gak, ya? Kita bisa balik dengan selamag gak, ya? Gue takut. Gue belum pernah ngerasain jadi ketua OSIS dan ikut Olimpiade tingkat nasional."
"Soobin, stop it there. Lo ngelantur. Bisa-bisanya lo mikirin olim di saat-saat kayak gini. Masih hidup aja udah syukur."
"Tapi gue beneran takut, Hua. Kalo absensi kita banyak yang kosong gimana?" Mereka berdua hanya bisa terdiam. Melamun dalam hening tanpa kata-kata.
"So.. What? We lost? Again? And again and again and again?"
"Sadly, yes. We lost, again. And again and again and again."
KAMU SEDANG MEMBACA
LOST✓
Mistério / SuspenseLee Jeno tidak pernah mengira ia bisa lolos seleksi masuk sekolah swasta yang di agung-agungkan seluruh orang di penjuru negeri, dan bahkan masuk ke kelas unggulannya. Lee Jeno juga tidak pernah menyangka bahwa perjalanan yang seharusnya menjadi ses...