9. Pattern theory.

54 11 0
                                    

"Jun, Sel."

"Hm? Kenapa?" Jawab Renjun. Mereka sedang berjalan dengan arah tujuan kembali ke 'rumah'.

"Kalian.. menurut kalian gimana?" Tanya Jeno sambil menatap punggung Yeji, Lia, Haechan, Soobin, dan Heejin yang berjalan tak jauh di depan mereka.

"Hah? Maksud lo?" Giselle mengernyitkan dahinya kebingungan. Apa yang sebenarnya dimaksud oleh manusia kulkas di sebelahnya ini?

"Ini semua. Awal perjalanan kita kesini, nyasar, kehilangan, kebingungan, menurut kalian itu semua gimana?" Kali ini Jeno bertanya sembari menatap tanah.

"Gue gak tau, Jen. Terlalu banyak pemikiran yang dateng dari kepala gue sendiri, yang bahkan terlalu mustahil buat dipercaya kalo pemikiran-pemikiran itu nyata." Renjun melihat ke sekelilingnya.

"Sama, gue juga. Gue bahkan ga ngerasa ini nyata. Rasanya kayak-- nalar gue gak berfungsi seharusnya nalar gue berfungsi. Gue gak bisa mikir apa-apa."

Ssh. Setelah mendengar kalimat panjang dari Giselle, tubuh Jeno tiba-tiba merasakan sesuatu seperti sengatan listrik ringan. Tepat di bagian dadanya.

Tidak terasa nyata. Apa semua ini berhubungan dengan dirinya?

***

Suasana ruangan itu kian sepi dan suram. Tak ada satupun yang berbicara, tak ada satupun yang bergerak. Mereka semua sedang memikirkan sesuatu yang entah apa.

Renjun yang kebetulan duduk di samping Jeno pun bertanya dengan pelan, "Jen, lu ada bawa kertas sama pulpen gak?"

"Gak. Harusnya lu nanya beginian ke Lia atau Soobin gitu noh." Jawaban Jeno tersebut hanya dibalas dengan kekehan kecil Renjun.

"Ehm, ada yang bawa kertas sama pulpen gak?" Tanya Renjun, suaranya menggema di ruangan dingin nan sunyi itu.

"Gue bawa, Jun. Lo mau?" Seperti yang diharapkan, Lia menjawab. Renjun pun mengangguk mengiyakan. "Bentar gue ambil dulu."

Selepas Lia pergi mengambil barang-barangnya, Yeji, Lia, Soobin, Haechan, Jeno, Giselle dan Heejin pun menempatkan pandangan pada Renjun. Melempar tatapan bingung yang seolah berkata, buat apa?

"Nih, jun." Renjun pun menerima selembar kertas yang terlihat disobek dari halaman buku dan sebatang pulpen dengan gambar Cinamorrol itu. "Gue pinjem, ya?"

Lia hanya mengangguk dan kembali duduk. Semua orang memperhatikan pergerakan dari tangan Renjun yang sedang menggambar sesuatu.

"Ini gambar kursi bus kita sama nomornya. Dari kiri baris pertama ke kanan baris kedua, tempatnya Eric, Yangyang, Hyunjin sama Junkyu. Kalo kalian sadar, mereka itu orang-orang pertama yang jadi korban." Mereka semua mendengarkan penjelasan Renjun dan mencoba memahami.

Haechan, orang pertama yang mengerti maksud ucapan Renjun pun mendongkak dan menatap ke arahnya, "Berarti..?"

Renjun pun mengangguk. "Takdir kita bergantung sama tempat kita duduk. Sejauh ini polanya ngebentuk zig-zag."

"Orang terakhir yang jadi korban itu Jaemin, berarti kalau menurut pola, orang selanjutnya.."

"Jen. Jangan nakut-nakutin gue." Yeji memotong perkataan Jeno dengan mimik wajah ketakutan.

"Eum, kita harus cari cara buat stop pola ini. Gimana pun caranya. Harus bisa."

"Tapi gimana, Bin? Kalo memang korban selanjutnya itu Yeji, berarti abis itu giliran gue. Gue gak bisa mati sekarang.."

"Gue juga gak tau, Lia. Kalo emang teori ini bener, gue juga bakalan mati tepat setelah lo, terus Heejin, Renjun, Haechan, Giselle, dan yang paling terakhir, Jeno." Soobin melirik ke arah wajah Jeno yang terlihat sama bingungnya. Tidak, mereka semua bingung.

"Gue yang terakhir? Tapi gue kayak gak yakin. Kalaupun memang cara polanya kerja itu bener, tujuannya apa?"

"Gausah mikirin itu dulu. Udah malem, pikiran kalian makin kesana-kesini nanti. Mending tidur dulu aja." Usul Haechan.

"Malem ini dingin banget. Jangan lupa berdoa supaya kita semua baik-baik aja, seenggaknya sampe besok."

***

"Diem! Diem!! Jauh-jauh lo dari gue!!" Teriaknya dengan cemas, mencoba menghindar dari seseorang yang entah siapa itu.

"Gak. Gue udah sejauh ini bawa kalian kesini. Udah kecolongan dua, masa mau kecolongan lagi?" Seseorang itu semakin mendekat, "Jangan macem-macem. Lo itu cuman cewek! Lemah! Nyusahin aja bisanya!"

Ia sebisa mungkin mencoba menghindar dari orang itu. "Gak, gak, gak!! Lo jangan--"

"Hah? Hah.." Jeno terbangun dari mimpi buruknya. Ia pun terduduk diam, mengamati sekitarnya dimana Soobin, Renjun dan Haechan sedang terlelap. Tanpa berpikir panjang, ia mencoba membangunkan Soobin yang tertidur tepat di sebelahnya.

"Bin. Soobin. Bangun." Ucap Jeno pelan sembari menggoyang-goyangkan tubuh Soobin. "Soobiiin gue mau ngobrol. Penting."

"Hm? Apaan Jen? Jam berapa ini?" Dengan perasaan terpaksa namun tak tega, Soobin pun terbangun tanpa membuka matanya. "Gak tau. Gue mau jujur."

Mereka berdua pun terduduk diantara Haechan dan Renjun yang sedang tertidur. "Sebenernya sejak hari pertama kita disini, gue selalu mimpiin hal-hal aneh." Ucap Jeno sembari menatap mata Soobin dengan tatapan cemasnya.

"Sehari sebelum Eric, Yangyang, Hyunjin sama Junkyu pergi, gue mimpiin mereka pergi. Eric yang kena tembakan peluru, Yangyang yang jatuh ke jurang, terus Hyunjin sama Junkyu yang diculik orang misterius. Sama halnya kayak yang lainnya."

Soobin sontak membuka matanya selebar yang ia bisa. Terkejut. Bahkan terlampau terkejut. "Terus? Tadi lo mimpi lagi?"

Jeno hanya mengangguk mengiyakan, "Gue mimpiin Yeji. Dia ketakutan, dia dikejar-kejar sama seseorang. Cowok. Gue gak tau siapa. Yang pasti cowok itu bawa-bawa sesuatu yang bisa ngelukain dia. Tapi akhirnya dia kena juga. Gue bingung mau bilang ke siapa selama ini.

Gue tau ini telat banget, tapi gue juga takut, gue takut kalau masalah ini semuanya berasal dari gue walaupun gue sendiri gatau gue abis ngelakuim apa." Tatapan mata Jeno yang benar-benar ketakutan terlihat sangat mencemaskan di mata Soobin. Ia pun bingung harus mengeluarkan reaksi seperti apa.

"Udah udah, mending lo balik tidur lagi. Mungkin feeling lo emang kuat aja, semuanya bakalan baik-baik aja kalau kita mau gerak."

"Gimana sama Yeji, Bin?" Tanya Jeno.

"Sekarang udah malem. Ga mungkin juga Yeji keluar malem malem gini, dia pasti capek terus lagi tidur sekarang. Kata gue lo tidur juga deh, baru besok pagi kita cari tau lebih dalem."

***

Giselle terbangun dari tidurnya yang terasa sangat singkat pagi ini karena teriakan Heejin. Entah apa yang diteriaki oleh Heejin di pagi buta seperti ini. Lia nampak masih tertidur lelap, ia pun membangunkannya dan berjalan keluar menuju sumber suara diikuti Lia dibelakangnya, dengan pemikiran dan pandangan kosongnya tanpa memikirkan apapun.

"Kenapa, Jin?" Heejin terlihat baru saja berlari dari arah pintu belakang di dekat dapur dengan napasnya yang tak beraturan dan badannya yang bergetar hebat.

Dengan gerakan frustasi dan penuh ketakutan, Heejin pun berkata, "Y-yeji.. dia bunuh diri."

LOST✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang