Menjual Jiwa

254 10 0
                                    

- pukul 08.00 malam, apartemen -

Juan sedang membuat makan malam saat pintu apartemennya terbuka. Datang sosok wanita dewasa dengan gurat wajah lelah namun langsung tersenyum begitu melihat presensi Juan di pantry. Menaruh tasnya sembarang, berjalan ke arah Juan dan memeluknya dari belakang. Menghirup aroma tubuh khas Juan yang sedikit banyak menghilangkan lelahnya. Menenggelamkan wajahnya pada punggung lebar Juan, sesekali mencium dan menggoyang-goyangkan tubuh Juan ke kanan dan ke kiri.

"Hei, welcome home. Gimana hari ini?"

"Seperti biasa. Kamu masak apa?"

"Nasi goreng. Mau mandi dulu apa makan dulu? Bentar lagi beres sih ini tinggal nata di piring."

"Mandi dulu deh bentar, baru makan ya."

"Oke"

Selesai mandi, Yeri bergabung dengan Juan. Duduk di pantry dengan nasi goreng di piring masing-masing.

"Wan, weekend ini ke Bali yuk!"

"Hmm?"

"Aku stress banget butuh refresh otak, temenin yaa. Kamu juga Minggu ini gak sibuk kan." Yeri memberi pernyataan, yang mana ia bukan bertanya pada Juan melainkan memberi tahu bahwa weekend ini ia dan Juan akan ke Bali. Titik.

"Boleh, aku Jumat cuma jadwal pagi sampai jam 10. Berangkat malam setelah kamu balik kerja?" Seperti biasa, Juan pasti mengiyakan apapun keinginan Yeri.

"No, aku cuti setengah hari aja. Aku udah minta asistenku buat pesen tiket dan booking hotel."

"Hemm." Juan berdehem dan tersenyum pada Yeri yang ada di depannya.

Setelah acara makan malam selesai, Juan dan Yeri berpelukan di sofa malas. Menonton acara televisi yang sebenernya tidak menarik untuk ditonton. Yeri hanya ingin melepas lelah dengan pelukan dan usapan Juan di punggungnya. Yeri mendongak, menatap lekat wajah Juan yang kian hari kian tegas. Rambutnya sekarang bahkan sudah lebih gondrong dari terakhir kali yang ia ingat. Yeri hanya pernah sekali bilang kalau Juan terlihat ganteng dengan rambut sedikit panjang saat itu, berakhir dengan Juan yang tidak memotong rambutnya hingga sekarang. Juan masih lucu, walau image Juan yang dulu polos kini semakin terkikis oleh sosok dewasa Juan.

- flash back 4 tahun lalu -
Pertemuan keduanya seperti takdir, Juan berusia 17 tahun dan Yeri 22 tahun. Saat itu Juan mencoba menjambret Yeri yang duduk sendirian bengong dekat jembatan yang sepi. Setelah lari menjauh, Juan sadar ia tidak di kejar dan saat berbalik ia kaget melihat wanita yang ia jambret berdiri di atas jembatan dan seperti hendak melompat. Juan balik arah lari menghampiri wanita itu dan menariknya hingga keduanya jatuh ke tanah. Wanita itu menangis tersedu, Juan jadi tidak tega dan menawarkan diri untuk mengantarkan pulang. Tapi siapa sangka wanita itu malah meminta Juan untuk mengajak ke rumahnya saja.

Yeri yang stress karna merasa tekanan dari orangtuanya yang begitu besar dan merasa irang-orang di sekitarnya tidaka da yang peduli padanya. Mereka hanya peduli uang dan status sosial. Ia ingin mengakhiri hidupnya, di sini, di sebuah jembatan dengan jalan yang begitu sepi. Namun ia malah bertemu dengan anak ingusan yang berani menjambret tasnya. Yeri tidak peduli, toh semua orang sama saja, tidak memang tidak ada yang peduli dengannya. Biar saja Yeri berbaik hati memberikan uangnya untuk orang asing yang membutuhkan untuk yang terakhir kali. Saat fokusnya pada sungai terlihat gelap di bawahnya, Yeri dikagetkan dengan seseorang yang tiba-tiba menarik lengannya. Memeluknya dengan erat, seraya berbisik dengan suara bergetar.

" Jangan mati." Itulah yang Yeri dengar. Yeri menangis sesenggukan dengan orang asing yang masih memeluknya. Orang asing yang ternyata bocah yang tadi menjambret tasnya, namun kembali saat Yeri hendak melompat.

Pemilik Jiwa - Junghwan X YeriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang