Pagi itu, langit cerah menyambut hari Senin dengan matahari yang mulai meninggi, menghangatkan lapangan upacara di sekolah Jean. Udara segar masih terasa, meski sedikit demi sedikit mulai tercium aroma keringat dari siswa-siswa yang sudah mulai berkumpul untuk mengikuti upacara bendera. Para siswa laki-laki dari kelas Jean, termasuk Raja, Nafian, dan Hannan, sudah berbaris rapi di bagian belakang, sesuai dengan tempat mereka biasanya.
Jean berdiri di antara temannya, sambil sesekali melirik jam tangan, berharap upacara segera selesai. Sinar matahari yang mulai menyengat membuat dahinya berkeringat, dan kakinya terasa pegal karena harus berdiri tegak dalam waktu lama. Sambil berdiri, Jean mulai menggerakkan kakinya perlahan-lahan untuk menghilangkan rasa pegal itu, tapi dia berhati-hati agar tidak terlalu mencolok.
Di depan, pembina upacara, seorang guru sejarah yang terkenal tegas, sedang memberikan amanah kepada para siswa. Suaranya tegas dan menggema di seluruh lapangan.
"Kalian semua adalah generasi penerus bangsa. Tugas kalian bukan hanya belajar, tapi juga menjadi teladan dalam kedisiplinan, tanggung jawab, dan kerja keras. Jadikan momen-momen seperti ini sebagai pengingat bahwa kalian punya peran penting dalam membangun masa depan yang lebih baik!" serunya.
Namun, di barisan belakang, perhatian Jean dan teman-temannya sudah mulai teralihkan. Nafian diam-diam menggoyang-goyangkan kakinya, merasa jenuh dengan amanat yang seakan tak berujung. Jean, yang berdiri di sebelahnya, mulai memainkan ujung sepatu Nafian dengan kakinya, saling injak-injakan sepatu seperti permainan kecil untuk mengusir kebosanan. Sesekali Jean juga menjulurkan tangannya untuk menarik topi Raja dari belakang, lalu menahan senyum ketika Raja menoleh sambil menahan tawa.
"Eh, jangan rusuh, nanti ketahuan!" bisik Hannan dari sebelah Jean, berusaha menjaga mereka tetap tertib meski dengan senyum jahil yang tak bisa disembunyikan.
Jean hanya mengangguk dengan senyum tipis, tapi dalam hatinya ia berharap upacara segera berakhir. Udara yang semakin panas dan suara tegas pembina upacara yang terus berbicara membuat mereka semakin gelisah.
"…dan ingat, disiplin bukan hanya di sekolah, tapi juga di rumah dan dalam kehidupan sehari-hari!" suara pembina upacara masih terdengar jelas, mengakhiri amanahnya.
Jean memang terkenal jahil, terutama terhadap teman-temannya. Selain iseng menarik topi Raja, dia juga tak bisa menahan godaan untuk mengusili teman perempuannya yang berdiri tak jauh darinya. Di depan Raja, ada seorang gadis dengan rambut hitam panjang yang dikuncir kuda rapi ke belakang. Namanya Kania, seorang gadis cantik yang biasanya tenang, tapi sering menjadi sasaran kejahilan Jean.
Tanpa banyak berpikir, Jean mulai menarik ujung kuncir rambut Kania, membuat gadis itu tersentak kaget. Kania menoleh dengan wajah kesal, meski dia tahu persis siapa pelakunya.
Jean diam-diam menarik ujung kuncir kuda Kania, membuat rambut gadis itu terayun sedikit ke belakang. Kania, yang sedang fokus mendengarkan amanah pembina upacara, langsung merasa ada yang tidak beres. Dia menoleh tajam ke belakang, dan matanya langsung mengarah ke Jean, yang tampak pura-pura tidak tahu apa-apa.
"Jean! Pasti lo yang narik rambut gue, kan?!" Kania berkata dengan nada ketus, meski suaranya tetap rendah agar tidak menarik perhatian guru.
Jean, yang sudah ahli dalam hal jahil, hanya mengangkat bahu dan memasang ekspresi polos. "Apa? Gue nggak ngapa-ngapain kok dari tadi. Rambut lo aja yang kegeser angin kali."
Kania memutar matanya, tahu persis kalau Jean sedang bohong. Dia sudah terlalu sering menjadi korban kejahilan Jean, sehingga dia sangat yakin bahwa itu memang ulah Jean. Tapi, dia memilih untuk tidak memperpanjang masalah, meski tetap menunjukkan kekesalannya dengan mendengus pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Emas || TRIPLE J [JOY × JENO × JAKE] Versi BARU
Teen FictionDILARANG PLAGIAT!!! ❌ Gue Jean. Banyak yang bilang, jadi anak tengah itu sering kali nggak diperhatiin. Fokus orang tua biasanya cuma ke anak sulung yang diharapkan bisa jadi contoh, atau si bungsu yang butuh banyak perhatian. Tapi, di keluarga gue...