3

1.7K 307 19
                                    

Hinata melangkah menuruni tangga rumah tua dua lantai itu dengan langkah ringan seraya mengenakan topinya, dia meninggalkan tas tangannya di kamar karena berencana menetap sedikit lebih lama di sini andai diijinkan.

Seperti biasa ia terjaga terlalu pagi, jadi ia ingin melihat kota Birmingham secara lebih jelas. Saat melintas di lantai satu,  Hinata mendapati pria Uzumaki itu tertidur di kursi kayu dalam posisi duduk mungkin sebab pria itu telah memberikan kamarnya di lantai dua untuk ia tempati semalam.

Hinata tak akan mengucapkan terima kasih kepada pria itu, dia telah membayar kamar itu dengan sebuah ciuman.

Slot kunci pintu tak sulit dibuka. Dia melangkah keluar dengan mudah. "Selamat pagi Nyonya, apa Tuan Uzumaki ada di dalam?"

Hinata menatap pria tua di depan pintu serta sebuah kereta besi berukuran besar terhenti di luar rumah.

"Aku mengantar kuda dari pelelangan kemarin." Pria tua itu mengeluarkan sebuah surat dengan cap atas nama Tuan Zhang di atasnya. "Haruskah dibawa langsung ke kandang Garrison seperti biasanya?"

"Bawalah, Tuan Uzumaki masih beristirahat." Hinata melihat ada sebuah kandang kuda tak jauh dari rumah itu. Jelas itu milik Garrison karena di pagar besinya terlihat lambang Garrison seperti di depan rumah. 

"Baik, Nyonya." Pria tua itu melihat wanita ini bersama Tuan Uzumaki di pelelangan kemarin, katanya wanita ini adalah istrinya. Jadi langsung membawa kudanya ke kandang atas perintah wanita itu harusnya bukan masalah.

...

Hinata mengusap kepala kuda itu dengan lembut, kuda jantan itu memiliki bulu hitam yang menawan. Kakinya nampak kokoh dengan ekor indah yang akan melambai ketika dia berlari di arena pacu.

Dia pernah memiliki seekor kuda dulu, di Jepang. Merawatnya bersama Ayah, membawanya ke berbagai pacuan kuda dan mendapatkan medali.

"Ternyata dia sudah tiba." Suara baritone itu memecahkan lamunan Hinata soal masa lalu, dia menoleh ke arah pintu kandang dan mendapati pria pirang yang tadi tertidur itu ada di sana.

"Kau tertidur saat dia tiba, jadi aku membawanya kemari." Hinata melangkah mundur dari depan kuda hitam itu.

Naruto menatap wanita itu dari ujung kaki hingga kepala, diamati puluhan atau ratusan kali pun, wanita itu tak nampak cocok ada di sini.

Tampilannya pagi ini sedikit berbeda dari semalam, surai indigonya yang digelung sepanjang hari kemarin, terurai di punggung, ternyata dia memiliki surai panjang yang indah. "Keluarlah dari kandang jika tidak mau mantelmu beraroma seperti kotoran."

Hinata melangkah keluar setelah menepuk kepala kuda itu dengan pelan.

...

Naruto membawa wanita itu berdiri di samping rumah untuk bicara serius berdua. "Tidurmu nyenyak semalam?"

Hinata tak menjawabnya, dia tak lagi pernah merasakan tidur dengan nyenyak sejak malam itu. Yang ada hanya malam panjang penuh dengan mimpi buruk dan ketakutan. "Bagaimana denganmu?"

"Seluruh punggungku rasanya akan patah, tapi itu bukan bagian terbruknya." Naruto membakar sebatang rokok dari saku dan mengembuskan asapnya ke udara pagi yang dingin di Birmingham.

Keduanya berdiri bersisian, menatap arah di mana harusnya matahari terbit namun tertutup awan tebal, asap rokok mengepul di atas kepala mereka. Keduanya terdiam selama beberapa saat.

"Belum terlambat untuk pergi, kuantar kau ke London hari ini." Naruto berucap serius, setelah dia pikirkan sekali lagi wanita itu tak mungkin dia bawa bergabung di Garrison, Shikamaru dan Sasuke tak akan setuju. Soal istri palsunya, Tuan Zhang tak akan peduli.

The GarrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang