16

2K 280 18
                                    

"Apa kau merasa lebih baik?" Naruto menyelimuti tubuh Hinata dan membantunya bersandar. Kini mereka berada dalam kereta uap untuk kembali ke Birmingham.

Hinata mengangguk, meski wajahnya masih nampak pucat karena kedinginan. Tangan mereka saling menggenggam erat di bawah selimut yang ia kenakan. "Bagaimana bisa kau ada di sini?"

"Aku tidak melihatmu selama tiga hari berturut-turut, jadi aku mencarimu ke Toko Nyonya Edd, dia mengatakan kau tidak datang bekerja mungkin karena sakit. Maka aku datang ke apartment dan mencarimu."

Hinata menatap wajah pria itu yang menampakan kekhawatiran. Dia meraih rahang tegas pria itu dan menariknya dengan lembut untuk diberika ciuman di sudut bibirnya "terima kasih sudah datang."

Naruto membelai wajah cantik wanita itu. "Maafkan aku soal apa yang kukatakan padamu di tepi jalan sebelum kita berpisah, Hinata."

"Apa kau sudah tidak marah padaku?" Hinata menatap mata biru pria itu dan bertanya dengan air mata yang tertahan. "Aku hanya khawatir kau kesulitan karenaku maka aku memintamu lebih mempercayai teman-temanmu."

"Meski keparat, mereka telah membantuku menemukanmu Hinata, aku tidak akan memilih antara dirimu atau Garrison lagi." Naruto pikir dirinya tidak dihadapkan dengan dua pilihan, dia hanya perlu meyakinkan Shikamaru dan Sasuke bahwa wanitanya ini bukan pengkhianat.

"Terima kasih sudah datang." Hinata membelai pelipis pria itu dengan lembut.

Naruto meraih tangan kanan wanita itu dan meletakannya di atas dada kemudian menarik wanita itu ke dekapannya dan mengecup bibirnya dengan lembut. "aku mencintaimu Hinata."

Shikamaru dan Sasuke memalingkan wajah ke arah lain demi sobat keparatnya yang tidak tahu apa itu privasi dan berciuman di kereta seolah esok matahari tidak akan terbit lagi.

Sialnya kursi kereta mereka berhadapan sehingga apapun adegan romansa dari sepasang kekasih yang baru bersatu kembali itu pertontonkan, harus mereka telan bulat-bulat.

...

"Apa kau bisa melakukannya?" Hinata menahan lengan Naruto sebelum pria itu duduk di tepian ranjang bersamanya, membawa peralatan untuk menjahit luka.

Bukan ia tidak percaya kepada pria itu, namun dirinya merasa luka di lengannya begitu panjang dan menyakitkan.

"Aku tentara Hinata, kami bahkan saling menjahit luka di terowongan yang gelap." Naruto menyingkap surai panjang wanita itu ke punggungnya dan bersiap menjahit luka di lengan atas wanita itu.

"Baiklah." Hinata mengangguk, dia percaya kepada Naruto.

Naruto mengecup pelipis wanita itu sekilas dan memberikannya atensi penuh pada proses jahit luka itu. "aku tak akan menyakitimu begitu lama Hinata, jadi pejamkan saja matamu."

Hinata memejamkan mata seraya meremat pangkuannya sendiri saat merasakan benang tipis itu menembus kulitnya.

"Bagaimana bisa keparat itu membiarkan lukamu tanpa jahitan." Naruto sangat khawatir melihat luka itu, hanya diperban dengan lilitan kasa.

"Tidak ada pelayan yang kuijinkan menyentuhku." Hinata tidak percaya kepada Otsutsuki dan anak buahnya meski itu hanya seorang pelayan, maka dia membersihkan lukanya sendirian dan membiarkan lukanya begitu saja.

"Apa yang keparat itu inginkan darimu, beritahu aku." Naruto tetap fokus pada luka di lengan wanita itu. Namun mulai menelisik apa yang terjadi selama tiga hari wanita itu di London.

"Dia ingin aku berpikir bahwa pembantaian keluargaku adalah perintah kerjaan, ikut dengannya ke Tokyo, dan menikah." Hinata menatap lurus ke arah dinding.

The GarrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang