Bisnis Garrison melesat lebih cepat daripada kereta uap Birmingham. Di tengah keterpurukan ekonomi Inggris, mereka justru menapaki jalan menuju masa kejayaan.
Semua pub di wilayah Birmingham resmi menjadi milik Garrison, pacuan kuda, kasino dan padang golf mulai dibeli satu demi satu mulai dari London, Derby, bahkan Leicester.
Garrison resmi memiliki satu kantor utama di London sebab pusat kota ada di sana dan kebanyakan rekan bisnis menginginkan pertemuan di London maka mereka putuskan membeli sebuah gedung baru untuk Garrison menjalankan bisnis legal di sana.
Ya, mereka telah memisahkan bisnis legal untuk berpusat di London dan ilegal tetap di Birmingham. Garrison tak akan pernah kehilangan jati diri mereka sebagai prajurit perang dari kota hitam itu.
Ya, mereka tak ingin kehilangan jatidiri sebagai mantan prajurit perang sebab bisnis utama Garrison saat ini adalah distribusi senjata.
Atas bantuan Minato Namikaze, Garrison mulai membangun relasinya sendiri sedikit demi sedikit di pemerintahan.
Seiring dengan kesuksesan yang mereka raih, para pimpinan Garrison mulai menjadi workaholic kelas berat. Mereka ada di kantor London selama tiga minggu penuh, menjalankan bisnis.
Namun Naruto baru merasakan dampak negatif dari melesatnya bisnis Garrison beberapa waktu belakangan, ternyata lebih buruk dari dugaan.
"Hinata." Naruto melangkah masuk setengah berlari ke rumah. Dia mendapat telepon dari kepala pelayan kediamannya yang mengindikasikan bahwa istrinya akan melahirkan lebih cepat dari perkiraan awal.
Para pelayan menyapa sopan boss besar mereka yang baru kembali dari London setelah berminggu-minggu pergi.
Karena saat itu masih menunjukan jam makan pagi, maka Naruto bergegas ke ruang makan, para pelayan nampaknya ada di sana karena suara dentingan sendok dan piring terdengar pelan.
Naruto menghela napas pelan saat mendapati istrinya duduk di salah satu kursi meja makan, wajahnya memang nampak agak pucat pagi ini namun dia duduk di sana dan bersiap untuk menyantap sarapannya. "sayang."
Hinata hanya menoleh sekilas saat dengar suara baritone itu menyapanya. Dia pikir pria itu tak akan kembali di musim semi.
Naruto meraih tangan istrinya di atas meja makan hendak menggenggamnya dengan lembut selagi dia berdiri di samping kursi wanita itu. "Hinata bagaimana keadaanmu?"
Hinata menepis tangan pria itu kemudian sibuk memotong roti baguette, mengoleskannya dengan butter dan menyantapnya.
"Kudengar bayinya akan lahir lebih cepat?" Naruto berlutut di samping wanita itu dan bicara sungguh-sungguh sebab dirinya khawatir.
Hinata mengangguk, melihat pria itu berlutut untuk menyentuh perutnya membuat ia luluh juga, padahal kalau boleh dia ingin merajuk pada suaminya yang gila kerja itu. "Em, benar."
Naruto mengusap pinggul wanita itu dengan lembut dan memejamkan mata. "baiklah, tarik napas dalam-dalam, selesaikan sarapanmu dan beristirahatlah selagi menunggu Dokter."
Hinata mengerang pelan saat merasakan kontraksinya datang lagi, dia memejamkan mata masih memegang roti baguettenya.
Entahlah, semakin pagi rasanya kontraksi semakin sering datang menghampiri.
Naruto memanggil kepala pelayan. "panggil Dokter untuk datang lebih cepat, siapkan semuanya untuk persalinan di kamar utama."
"Baik, Tuan Uzumaki." Kepala pelayan lalu bergegas melakukan perintah tuannya.
Hinata memijat pelipisnya dengan pelan seraya menyangga lengan di atas meja makan.
Naruto menarik kursi untuk duduk di samping wanita itu dan menghapus air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Garrison
FanfictionDalam perjalanan balas dendamnya Hinata menemukan Naruto, pria dengan sejuta ambisi di dalam kepalanya. Namun jika punya satu tujuan yang sama, bukankah harus melakukannya bersama?