"Tolong beri bayaran di muka." Hinata menghampiri pria yang duduk di kursi kayu dekat jendela di kamar yang dia tempati sejak dua malam lalu. Pria itu mengatakan mereka harus berbagi kamar karena tidak ada lagi ruang tersisa di rumah ini. Maka di sinilah mereka sejak dua jam lalu, terlibat keheningan bersama-sama.
Garrison ternyata tak memiliki dana properti yang cukup untuk sebuah rumah yang lebih besar. Hinata baru mengetahuinya.
Naruto meletakan cerutunya di atas asbak dan menoleh pada wanita itu, mengalihkan atensi dari koran nasional yang sedang dia baca. "Kau mau melarikan diri?"
"Aku ingin membeli pakaian." Hinata tak membawa satupun pakaiannya dari apartment lama yang ia tinggali.
Naruto menatap wanita itu dengan seksama, kemudian berdehem pelan dan mengangguk "baiklah." Dia mengeluarkan dompet dan mengambil tiga pound untuk diberikan kepada wanita itu.
"Terima kasih." Jawab Hinata seraya mengambil uangnya dan hendak melangkah pergi.
"Kau tahu di mana toko pakaian?" Naruto menahan lengan wanita itu.
"Akan kucari." Jawab Hinata secara singkat.
"Harus berapa kali ku katakan ini Birmingham bukan London?" Naruto beranjak bangkit dan membawa mantelnya melangkah keluar lebih dulu. "kubantu kau memilih."
Hinata tidak yakin akan memiliki selera pakaian yang selaras dengan pria itu. Namun dia tetap mengikuti langkah lebarnya keluar kamar.
...
"Ingin mencobanya, Nyonya?" Pemilik toko pakaian itu bertanya sopan.
"Kami tidak punya waktu, bereskan sekarang." Jawab Naruto untuk tawaran pemilik toko itu.
Hinata menatap pria itu "pulanglah lebih dulu, aku ingin melihat-lihat."
"Apa yang ingin kau lihat hm. Pabrik batu bara atau rumah bordil?" Naruto bertanya kepada wanita itu.
"Bukan hanya itu yang ada di kota ini." Hinata tak ingin dibodohi.
"Kita harus diskusikan soal rencana malam ini, tak ada waktu untuk melihat-lihat." Naruto kemudian mengambil pakaian yang dibawakan oleh pemilik toko dan menyeret wanita itu keluar.
Hinata terkesiap "aku belum membayar."
"Aku akan membakar tokonya jika dia meminta dibayar." Naruto berucap acuh. Tak peduli pada tatapan heran wanita itu.
"Jangan jadikan aku seorang pencuri." Hinata menyelipkan uangnya di pintu sebelum melangkah keluar dan memberi isyarat pada sang pemilik toko untuk mengambilnya.
"Kau setuju untuk lakukan pekerjaan kotor." Naruto berucap serius untuk mengingatkan wanita itu pada perjanjian mereka semalam.
...
"Otsutsuki melebarkan sayap bisnisnya dengan cepat. Zhang hanya satu dari beberapa kaki tangan yang dia peras untuk melancarkan bisnis." Shikamaru baru saja mendapatkan informasi bahwa pub milik mafia London itu ternyata berkepemilikan atas nama Otsutsuki.
"Mereka nampaknya sangat tertarik dengan bisnis ilegal di Birmingham?" Naruto bertanya serius kali ini. Dia membaca koran nasional dan mendapati berita bahwa Otsutsuki memang memulai ekspansi bisnis ke Inggris sejak awal tahun.
"Mereka kerabat keluarga kerajaan dan kudengar mereka memang menguasai bisnis gelap di Jepang saat ini jadi melebarkan sayap bisnis di bidang yang sama adalah hal mudah untuk mereka." Sasuke menambahkan informasi.
"Mereka tidak tahu bahwa Birmingham sudah kita kuasai." Naruto menghela napas pelan.
"Cepat atau lambat, mereka akan menyingkirkan kita seperti tikus." Shikamaru mendecak yakin. Pembukaan pub di Birmingham saja sudah jadi sebuah ancaman yang nyata untuk mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Garrison
FanfictionDalam perjalanan balas dendamnya Hinata menemukan Naruto, pria dengan sejuta ambisi di dalam kepalanya. Namun jika punya satu tujuan yang sama, bukankah harus melakukannya bersama?