Beberapa orang pria berpakaian hitam terus mengelilingi Birminghan, menyisir tiap jalanan kota untuk mencari seseorang.
"Cari dia, sampai salah satu dari kalian menemukannya." Naruto memerintah dengan kekalutan di kepalanya.
"Naruto, wanita itu mungkin pergi atas kemauannya sendiri." Shikamaru menepuk bahu Naruto.
Naruto menepis tangan Shikamaru dengan kasar. "Tutup mulutmu." Wanita itu mungkin pergi karena Garrison memojokannya.
"Sasuke belum kembali dari membantumu mencarinya, jangan bersikap begini di hadapannya saat dia kembali." Shikamaru mewanti kepada Naruto seraya berlalu pergi. Hubungan mereka di kantor dan di rumah sedang tegang beberapa waktu terakhir jadi dia harap semua tidak semakin memburuk.
Naruto tak mengatakan apapun. Dirinya sesungguhnya tidak ingin memojokan Shikamaru dan Sasuke karena Hinata pergi setelah bicara dengannya. Jadi jika memang benar wanita itu pergi atas kehendaknya sendiri, maka dirinya pemberi andil terbesar atas keputusan itu.
Namun entah kenapa firasat Naruto mengatakan bahwa wanita itu tidak pergi atas kemauannya sendiri. Sebab terakhir kali mereka bertemu, wanita itu mengatakan akan bekerja di toko Nyonya Edd. Dia tidak bicara untuk berpamitan.
...
"Dia belum mau bicara?" Toneri bertanya kepada pelayan yang baru saja keluar dari kamar di mana wanita itu berada.
"Sudah, setelah tak diberi air selama dua malam." Pelayan tersenyum simpul kepada tuannya.
"Biar aku bicara, jika dia tidak menjawab, jangan beri dia air lagi." Toneri memberitahu pelayan dengan tatap datar.
Ya, Toneri putuskan untuk menyeret wanita itu kemari dengan sedikit kekerasan karena dia dengar wanita itu berurusan dengan kelompok kecil mafia Birmingham, satu orang suruhannya bahkan mati tertembak belum lama ini dan jasadnya dikirim dengan cargo ke London sebagai sebuah pesan.
Wanita itu ia bawa ke rumah besar miliknya yang ada di London, ada tiga pelayan yang mengurusnya di sini. Para pelayan mengatakan wanita itu terus tertidur, mungkin karena luka di lengan dan lehernya.
"Apa yang terjadi dua tahun lalu, bukan kehendakku Hinata. Ayahmu menolak penjualan senjata kepada Inggris, keluarga kerajaan yang memerintahkan pembantaian itu." Toneri melangkah masuk ke kamar dan memulai pembicaraan lebih dulu.
"Otsutsuki yang kulihat malam itu, bukan tentara atau orang kerajaan." Hinata tidak bodoh, jika memang itu perintah kerajaan, kenapa harus keluarga Otsutsuki? Lagipula kerajaan sekalipun tidak berhak membunuh keluarganya.
"Politik dan peperangan adalah hal yang tak bisa kita lawan, Hinata. Bukan hanya kau yang kehilangan keluargamu dalam perang ini." Toneri menarik lengan wanita itu. "Aku menyelamatkanmu."
Hinata menoleh ke arah pria itu dan menampar wajahnya keras-keras, beraninya pria itu mengatakan sudah menyelamatkannya. "Lebih baik aku mati malam itu, Toneri."
Toneri membalas tamparan itu sama kerasnya di wajah Hinata. "Kau lari dari mansion malam itu, artinya kau ingin hidup."
"Jangan pernah muncul lagi di hadapanku, biarkan aku pergi." Hinata menatap pria itu dengan nyalang.
Toneri menghampiri wanita itu dan membelai pipi pualam yang tadi ditamparnya. "Kau akan tetap di sini, sampai aku menyelesaikan pekerjaan, kita akan kembali ke Tokyo untuk menikah."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Garrison
FanficDalam perjalanan balas dendamnya Hinata menemukan Naruto, pria dengan sejuta ambisi di dalam kepalanya. Namun jika punya satu tujuan yang sama, bukankah harus melakukannya bersama?