12

2.1K 289 19
                                    

Kamar itu berada di lantai tiga kastil mewah milik Tuan Zhang. Ada sebuah ranjang besar di tengah ruangan, tepat di atasnya ada lampu gantung dari kaca yang bersinar agak remang, pelayan yang mengaturnya begitu sebab dia dengar, kamar itu akan digunakan oleh pasangan yang baru menikah untuk bercinta.

Dua orang bersurai kontras itu duduk di tepian ranjangnya. Ternyata Naruto tidak bisa memaksa Hinata melakukannya begitu saja, wanita itu berbeda dan Naruto tak ingin menyakitinya, mungkin karena dirinya benar-benar jatuh cinta maka perasaan wanita itu penting untuk dijaga.

Naruto mengembuskan asap cerutunya ke langit-langit kamar mewah itu sedangkan Hinata termenung menatap jendela kaca yang terbuka, sayup-sayup suara iringan musik dansa masih terdengar, tentu saja pesta masih digelar meriah di lantai dasar.

"Ingin memulainya dengan pertengkaran atau penyerahan diri?" Naruto memberikan sepenuhnya kendali atas malam ini kepada wanita itu. Meski dirinya yang mengemudi, namun wanita itu yang harus tunjukan jalannya.

"Penyerahan diri terdengar menyedihkan." Hinata menoleh ke arah pria itu. "Jadi pertengkaran."

Naruto menarik sudut bibirnya saat mendengar ucapan wanita itu, dia kemudian melepaskan cerutu dari sela bibirnya dan memadamkannya. "Baiklah."

Hinata terkesiap saat tiba-tiba pria itu mendorong tubuhnya untuk berbaring, dorongan itu tak terasa kasar, hanya terlalu tiba-tiba dan membuatnya meremang.

Naruto mengukung tubuh wanita itu dan mengecup leher jenjangnya, terakhir kali ia melakukannya, wanita itu menangis dan menyebutnya brengsek.

Hinata memejamkan mata rapat-rapat, namun tidak bisa menolak. "Naruto, kurasa aku berubah pikiran."

"Aku bisa gila jika kau berubah pikiran sekarang, Hinata." Naruto mengunci tubuh wanita itu di bawahnya dan tak memberikan peluang kegagalan untuk pengalaman menyenangkan malam ini.

Hinata mencoba mendorong tubuh pria itu. "Naruto-.." namun tentu saja pria itu jauh lebih kuat dan bertenaga darinya.

Naruto menarik gaun wanita itu dan tentu saja yang terjadi selanjutnya adalah pertengkaran kecil yang mengiringi malam panjang pertama mereka berdua.

...

Bercinta di kediaman milik musuh yang baru mereka tipu dan akan mati akibat ulah mereka mungkin adalah hal paling sulit diterima oleh kewarasan, namun mereka melakukannya malam itu.

Keduanya di atas ranjang tanpa pakaian, berdebat seraya menelanjangi diri satu sama lain.

"Tenanglah." Naruto menyudahi perdebatan diantara mereka begitu penyerahan diri sudah dia terima dari wanita itu.

Seperti bayangan dalam kepalanya, Naruto sudah menduga wanita ini memiliki bukan hanya sekedar keindahan di parasnya, namun tubuhnya luar biasa indah, berisi di tempat yang seharusnya.

Hinata menatap pria itu, perut berhimpitan, begitupula organ di bawahnya. Selain menelan ludah dan meremang, ia tak bisa melakukan apapun, terlalu sulit jelaskan apa yang dia rasakan, semuanya kabur oleh euphoria.

Naruto mengarahkan dirinya memasuki wanita itu, setelah membuka kaki jenjangnya, menyiapakannya sedemikian rupa untuk sebuah penetrasi yang tak menyakitkan.

Hinata memejamkan mata rapat-rapat saat pria itu benar melakukannya, sehingga ia merasa penuh, sesak, dan kesakitan.

Naruto mencengkram pinggul wanita itu menahan diri untuk tak menggeram dan bergerak cepat. Untuk pertama kalinya dia merasa bercinta membuatnya sebegini tak terkendalinya.

Hinata memeluk leher pria itu dan berbisik. "Tolong berhenti."

Naruto mendekap punggung wanita itu di atas ranjang tanpa mencabut penyatuannya. "Pejamkan mata, sakitnya hanya sementara."

The GarrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang