Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[❤];
[Name] menatap nanar layar ponsel yang menampilkan ruang obrolan. Pesan yang terus membuat gawai bergetar.
"[Name]-san apa yang kamu lihat sampai sebegitunya?" Tsukasa hati-hati bertanya takut membangunkan singa yang tidur. Jarang sekali doi bisa melihat [Name] yang siap meledakan amarah.
[Name] merubah raut muka, tenggelam sesaat pada lembayung purpara. "Aku..." Ia terbata.
"Hm?"
" Aku akan ke Amerika selama sebulan."
"Sebulan terlalu lama apa perlu aku ikut?"
"Belum saatnya Tsukasa ikut."
Tsukasa berkedip. Ia cukup lama menelan ucapan ambigu [Name]. "Kalo begitu hati-hati."
"Ya. Selama aku disana aku nggak bisa menghubungi mu. Gpp?"
Tsukasa dibuat penasaran. Apa yang dilakukan sang pacar di Negeri Paman Sam begitu sampai membuat tak bisa menghubungi. Dunia sudah maju, sejauh apa pun kau pasti bisa menggapai dengan gadget. Apa disana gadget belum ada?
Tsukasa dikuasi pikiran negatif seperti; Apa [Name] menyembunyikan sesuatu? Apa itu? Seperti apa bentuknya? Kenapa di sembunyikan darinya yang notabane calon suami- masih lama sih.
"Aku bakal beritahu Tsukasa di waktunya jadi, bisa bersabar?" [Name] membaca cepat perubahan ekspresi Tsukasa. Lantas memberi jawaban yang tak membuat si adam kepikiran.
"Aku mengerti." Balasnya. Tsukasa percaya perkataan [Name].
"Makasih sayang. Aku bakal merindukan mu."
"Me too."
[❤];
Satu bulan tanpa [Name] di mulai ke esokan hari. Di minggu pertama, Tsukasa baik-baik saja. Ia melakukan perkerjaan idol dengan baik. Menghabiskan waktu istirahat dengan lancar. Tujuh hari berjalan lancar!
Masuk ke minggu kedua, Tsukasa di selimuti perasaan-perasaan campur aduk. Ia mulai melihat layar gawia terus-menerus. Mau lagi nganggur atau, selesai bekerja ia mengawali dengan mengecek ponsel. Harap-harap keajaiban muncul, sang pacar mengirim pesan padanya. Naasnya, pesan tersebut tak akan muncul seberapa banyak Tsukasa berharap, seberapa banyak Tsukasa melihat ponsel.
Izumi meledak, pria ini terus memperhatikan sang junior yang dimabuk gadget. "Apa sih yang kau lihat di hp? Chou uzai!!" Ia merampas ponsel Tsukasa.
Izumi melihat ke dalam layar yang sedang membuka kalender digital. Leo yang penasaran ikut melihat. Kedua senior ini menatap si bungsu dengan tatapan yang sulit di mengerti. Mereka heran kenapa junior manis ini memperhatikan kalender sampai lupa dunia. Apa yang spesial dari kalender? Yang spesial cuman martabrak spesial!
Tsukasa mengambil kembali hp-nya. "Jangan ngintip hp orang sembarangan."
"Chou uzai. Ngapain si liat kalender." Ucap angkuh si perak.
Tsukasa menilik lalu mempunggungi. "Sena-senpai mana ngerti!"
Izumi tersulut emosi. "CHOU UZAI!!"
Lanjut ke minggu ketiga, Tsukasa mengalami mood down. Seperti orang yang sedang dalam mood swing.
Saat Knights latihan untuk konser yang bakal datang. Izumi meneriaki Tsukasa yang gerakannya salah. Jika biasanya Tsukasa dengan sopan meminta maaf, kalau sekarang-
"Maaf Sena-senpai. Aku juga manusia yang bisa salah."
-Tsukasa mendadak jadi sentimental.
Ritsu, Arashi, dan Leo memperhatikan Tsukasa dengan cemas. Mengkira-kira si merah terlambat masa puber atau sedang kena sidrom kelas 8 (chuunibyou).
"Suo kenapa?" Leo bertanya hati-hati. Namun suka lupa sama nama sendiri (dalam kasus tertentu), Leo menyadari perubahan sikap Tsukasa. Perubahan yang terlihat jelas membuat Leo khawatir Tsukasa di sihi sama uchujin.
Tsukasa tidak segera mengatakan apa-apa, hanya menatap langsung ke zamrud sang komponis. "Aku baik saja. Cuman lagi sedih."
'Itu nggak baik aja namanya.'
Arashi mendekat, berujar pelan. "Tsukasa-chan kalo ada masalah cerita sama kita mungkun bisa bantu."
Ritsu yang tiduran di lantai kayu mengangguk setuju.
Lila si merah menatap satu per satu wajah yang mengkhawatirkan kondisinya. Matanya jatuh ke ujung sepatu. "Aku... sungguh gpp."
[❤];
Sesampai di Bandara Internasional John F. Kennedy, New York. [Name] di sambut pria jangkung yang memiliki surai emas halus dengan pupil mata berwarna sama dengannya.
Menangkap siluet yang dinanti-nanti, si pria menerjang dengan pelukan terkuat. "Adik ku tercinta, tersayang, terkasih sejagat, sejiwa, sesurga neraka." Ia mendesul pipi laiknya kucing.
[Name] tak membuat perlawanan. Ia biarkan si kakak puas memeluknya. Beginilah sifat sang sulung yang siap-siap kepala tiga kelakuan kayak bocah yang suka pulang sore habis bermain.
[Name] menghela napas. "Kak Helix, sudah ku bilang berkali-kali buat nikah. Kakak udah otw 30 loh."
"Aku masih 28!" Tegasnya, tak terima akan [Name] tanpa sengaja mengejeknya tua.
"Kakak tau kan kalo aku punya calon, aku nggak bisa terus nemani ke acara. Cewe yang waktu itu kenapa lagi?"
"Dia penuntut, aku nggak suka."
"Ya udah cari yang lain."
"Yang lain bukan tipe ku!" Helix belum ada niat melepas pelukan. "Aku mau yang mirip [Name] atau Bunda!"
"Jangan pilih-pilih atau aku langkahi kakak."
"Nggak boleh! [Name] harus nikah setelah kakak!"
"Kalau begitu cepatlah nikah. Aku mau cepat-cepat sah sama Tsukasa."
[❤];
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.