Why Me??

452 29 0
                                    

Lakara menghela napas panjang lalu menghembuskannya dengan perlahan,ia masih mencoba untuk menghilangkan kecemasannya.Jujur saja ia sudah lelah dan ingin cepat cepat istirahat namun tak ada keberanian untuk sekedar mengetuk pintu,jika ia tak kunjung masuk pasti Bibi nya akan mengira ia terlambat pulang karena keluyuran.

Lakara membuka gagang pintu dengan perlahan.Namun saat pintu itu berhasil terbuka dapat ia lihat bibinya sudah menyambutnya dengan tatapan tajam seperti ingin memakan orang.

Lakara memegang erat tali tasnya,ia tak berani untuk menatap bibinya.

"Maaf.."  ucap Kara lirih hampir tak terdengar.

"Dasar anak sialan!! Saya suruh kamu bekerja untuk melunasi utang saya tapi kenapa mereka masih mendatangi saya hah!! Kamu tau?? Karena kau suami saya dipukuli oleh preman!!"

Pranggg

Indy melempar gelas di tangannya dan mengenai kepala Kara sehingga darah segar mengalir di pelipis nya.
Lakara mengernyit ketika kepalanya tiba tiba seperti disengat sesuatu,ia mencoba menggeleng gelengkan kepalanya berharap pusing itu hilang.

'Jangan sekarang please ' teriaknya dalam hati.

Dengan napas memburu Indy menghampiri Kara dan menarik keras rambutnya kebelakang sehingga membuat kara mendongak.

Indy menatap marah ke arah Lakara yang meringis menahan sakit sembari berusaha melepaskan tangannya dari rambutnya.

"Buat saya tidak menyesal menampung anak seperti kamu! Setidaknya hidup kamu itu berguna sedikit.Jangan malas malasan kerja" cerca Indy semakin menarik rambut Kara ke belakang,bahkan ia tak memperdulikan dengan wajah Kara yang sudah memerah.

"A-aku c-capek kerja cu-cuma buat bayar hutang ka-lian" sahut Kara yang membuat Indy menggeram marah.

Lakara berusaha menahan sakit yang menyerang kepalanya,ia mendorong keras tubuh indy ia bahkan tidak perduli jika nanti keluar dengan tidak selamat karena berani kepada Indy bibinya.

"Yang numpang disini itu bibi sama paman!ini rumahku rumah bunda, Kalian ambil semua milik bunda buat kesenangan kalian!!  Kerjaan kalian itu cuma main judi dan hutang sana sini kalo boleh memilih lebih baik aku sebatang kara diluar sana!! Mungkin aku terlalu bodoh karena takut sendirian tapi itu dulu..sebelum aku tau

Plakkk

"AGGRHHH Kau!! Berani kau bilang seperti itu sama saya?? Hahahaha apa kau sudah bosen hidup! Ingin bertemu ibumu?? Saya bisa bunuh kamu sekarang seperti yang saya lakukan dulu dengan i--

BRAKKK

"Indy!!"

"APA MAKSUD BIBI!!! SIAPA YANG BIBI BUNUH HAH?? KATAKAN!!"

Bughhhh

"Kau tenanglah! Jangan sampai anak ini tau apa yang kita lakukan!" Ucap Dirga suami Indy.

Tadinya Dirga keluar untuk mencari Kara karena anak itu tak kunjung pulang, melihat istrinya yang tersulut emosi jadi ia memukul tengkuk Kara dengan balok kayu membuat anak itu terkapar tak sadarkan diri.

"Di luar ada Tuan Green dia pasti akan menyita rumah ini!! Tapi kau ingat kan? Kalau rumah ini sudah digadaikan jadi mau tidak mau kita harus menyerahkan anak ini katakan saja kita menjual organ organnya dan juga matanya"

"Kau yakin?? Tapi dia.." Indy ragu karena ia juga seorang wanita walaupun ia sering berlaku kasar kepada Lakara tapi ia sadar bahwa ia hanya wanita yang tak diberi kesempatan untuk menjadi seorang ibu, makanya ia tak bisa menjadi sosok wanita yang baik. Dan jika ia menyerahkan Lakara apakah sama saja dengan ia membunuhnya?

"Tuan Green sudah ahli dalam hal jual beli organ manusia secara gelap jadi tenanglah kita tidak akan disangkut pautkan dan akan mendapatkan banyak uang!," Hasut Dirga.

******

Lakara meringis merasakan rasa sakitnya,ia sudah terbangun tapi tak tau ia berada dimana.Tapi Lakara rasa ia berada di rumah sakit.

"Kenapa kaya ruang operasi?"

Lakara bangkit dan turun dari brankarnya,ia keluar untuk mencari Indy atau Dirga. Sebenarnya yang ia pertanyakan kenapa Indy dan Dirga membawanya kerumah sakit padahal ia hanya pingsan, biasanya saja hanya dibiarkan di dalam gudang sampai sekarat.

Lakara berjalan menyusuri rumah sakit sebenarnya rumah sakit ini cukup aneh karena tidak ada pasien bahkan suster atau perawat yang berlalu lalang. Di ujung sana netranya berhasil menangkap bibi dan pamannya yang tengah berbincang dengan seseorang. Lakara bersembunyi di balik dinding.

"Ini adalah surat kontrak yang menyatakan kalian telah sepenuhnya memberikan nyawa anak itu untuk Tuan Green kalian juga harus bertanda tangan atas penjualan organ organ anak itu" ucap laki laki bertubuh besar.

Lakara meneteskan air matanya, ia menutup mulutnya tak percaya,jadi ini alasan rumah sakit yang ia tempati kosong? Dan ruang operasi tadi..

"Biarkan saya yang bertanda tangan,jangan lupa uang yang dijanjikan"

Lakara mendengar jelas suara Dirga yang dengan tegas meminta bagian uangnya, Kara tak habis pikir dengan kedua walinya itu kenapa tega sekali menjual dirinya kepada mereka.

"Hiks...bunda tolong kara..hiks..kara takut...kara harus kabur kan?"

Dengan langkah lebarnya kara berlari mencari pintu keluar, mungkin jika orang melihatnya mereka akan mengira bahwa Kara pasien rumah sakit jiwa yang kabur dalam pengawasan.Ia benar benar kacau sekarang. Bahkan air matanya pun tak bisa berhenti.

Kara bersyukur karena gerbang pintu keluar tidak dijaga oleh bodyguard..

"WOYY ANAK ITU KABUR!!! CEPET KEJAR!!"

Kara panik sekali ia takut, khawatir dan cemas menjadi satu,karena jika ia tertangkap maka ia tak yakin akan pulang ke rumahnya melainkan ke rumah Tuhan.

Mungkin benar saat ini ia seperti pasien rumah sakit jiwa yang dikejar kejar,Kara merasakan perih di kakinya pasalnya ia tak memakai alas kaki.

"Kenapa sepi banget disini"

BIBBBB

BIBBBB

BIBBBB

Ia terlonjak kaget dengan suara klakson mobil yang hendak mendahului nya,namun tak hayal ia juga bersyukur dan mengejar mobil itu

"Tolongin saya!! Hiks...tolongin saya pak!! Saya mau dijual"Teriaknya nyaring.

Ckittt

Mobil itu berhenti dan keluarlah sosok lelaki tampan dengan stelan jas dan kacamata hitam yang bertengger manis di hidungnya.

THE DESTINY [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang