prolog

339 148 98
                                    

Enam orang laki-laki masih berseragam Putih Abu itu serempak memasuki sebuah warung kecil. Masing-masing memilih tempat duduk di kursi yang nampak baru, wangi cat pun masih tercium indra penciuman mereka. Warung ini sepertinya baru saja dibuka.

"Adem juga ya disini gak terlalu gerah," celetuk salah satunya sambil bersandar membelakangi meja yang setinggi dada.

Kelima temannya mengangguk tanda setuju.

"Tapi ini yang punya kemana deh? Niat jualan gak sih apa gak takut dimaling." Bima Fadillah, panggil saja Bima. Laki laki yang kalau tersenyum hilang matanya itu sedikit heran melihat warung ini tidak ada pemiliknya.

"Waduh jangan-jangan yang punya bukan manusia?" Raka Iskandar, laki-laki pemilik hidung sangat mancung itu bergidik ngeri.

"Setan maksud lo?"

"Ya masa Bu Engsel"

"HANSEL!" Kelimanya serempak mengoreksi ucapan Raka yang selalu salah menyebut nama guru Matematika di sekolah mereka.

"Maaf sengaja," sahut Raka dengan wajah menyengir.

Srekk

"Bjirr si Radar jangan maling woy! Tau itu cuman sebungkus Kuaci tapi tetep aja dosa." Adista Giandra Pratama, laki laki berkulit putih yang kerap mereka panggil Agip itu segera mengeluarkan suaranya ketika melihat Radar tiba-tiba membuka sebungkus Kuaci tanpa permisi pada yang punya.

"Huss! Jangan diceramahin gitu si Radar, takutnya besok ni warung udah ganti jadi cafe pake nama dia." Tirta Theodore, panggil saja Tirta. Dia menyahut sambil berjalan menuju kulkas yang sedikit masuk ke dalam warung tersebut, kemudian ia mengambil teh kotak dingin.

Tirta mengedarkan pandangannya ke dalam. "Pak? Bu? Om? Tante? Nek? Kek?" Ucapnya, berusaha memanggil pemilik warung.

"Si Tirta kok ga bilang yang punya warung keluarganya?" Bisik Raka pada Bima.

Bima mencubit paha Raka yang membuat laki-laki itu mengaduh. "Kok dicubit sih bangsat?!"

"PAK IJOOO!" Teriakan Tirta membuat mereka yang disana terkesiap, bahkan Radar hampir tertelan kuaci beserta kulitnya.

"Uhuk-uhuk." Radar tersedak, Agip yang berada di sebelahnya refleks mengelus punggung Radar.

"Iiyaa ini im coming, waduh im sorry kalian udah wait lama ya?" Suara dari dalam warung akhirnya terdengar. Nampak seorang bapak-bapak sekitar berumur 40 tahunan keluar dengan peci hitam di kepalanya, lengkap dengan sarung. Sepertinya beliau habis sholat, pikir mereka.

"Gapapa Pak, baru kok ini kita. Maafin juga kalo suara temen saya ngagetin." Januar Pradika, Janu. Laki-laki berlesung pipi itu berdiri di samping Tirta.

"Its okey its okey, ayok kalian silahkan ingin buy what? Ambil aja dulu nanti kalo udah mau pulang baru bayar."

"Pak Ijo bisa bikinin Kukubima pake susu terus es batu gitu gak?" Tanya Raka.

"Lo yang bener aja kalo mesen anjing?! Jangan kuku gue juga mau lo telen!" Protes Bima salah paham.

"Bukan kuku lo bangsat! Maksud gue Kukubima sodaranya Extrajos!" Sahut Raka pada Bima. "jadi bisa gak Pak Ijo?" Raka kembali bertanya.

"Pak Ijo?" Tanya bapak-bapak itu heran.

"Aduh maaf ya Pak, tadi saya yang teriak manggil Pak Ijo. Nah mungkin temen saya keikut gitu," jawab Tirta menjelaskan keterbingungan sang pemilik warung perkara dipanggil pak Ijo. Tirta sedikit tidak enak jadinya.

"Ohh? Oh i see." Pak Ijo mengangguk paham, "kalian can call me Pak Ijo if you want guys, saya suka kok panggilannya."

Dan mereka pun mengangguk paham juga, mulai memesan satu persatu makanan maupun minuman kepada Pak Ijo. Sambil berbincang dengan Pak Ijo yang terkadang menyelipkan kalimat berbahasa Inggris. Mereka memang tidak pandai bahasa Inggris, namun kalimat yang diucapkan Pak Ijo sangatlah mudah dimengerti.

"Tir, lo niatnya mau eskul apa?" Tanya Bima pada Tirta yang duduk di seberangnya.

"Voli."

"Lagian kenapa kudu masuk eskul sih? Gabisa nanti nanti aja apa yak, baru juga masuk SMA." Raka sedikit mengeluh.

Agip menghembuskan nafasnya pelan. "Bener, gue tiap ditanya cita-citanya apa aja masih bingung buat jawab. Padahal ngasal juga gak jadi masalah."

"Sekarang gak bisa ngasal jawab, soalnya wajib kita lakuin. Kegiatan terjadwal" Sahut bima.

"isi sekarang!"

Semua mata tertuju pada Radar, laki-laki itu kini bersuara setelah menghabiskan tiga bungkus kuaci seorang diri.

"Apanya dar?" Tanya raka.

Radar mengeluarkan sebuah kertas dari dalam tasnya, "formulir lo semua isi sekarang, gue males besok nagih." Jelasnya.

Kompak mereka semua mengeluarkan formulirnya masing masing, bahkan milik Agip hanya terlipat-lipat di dalam saku celana. Seperti sesuatu yang tidak penting baginya, bodo amat ni kertas jadi lusuh katanya.

Semua nampak berpikir sebelum mencoretkan tinta pulpen di atas kertas tersebut. Berbeda dengan Tirta yang sudah mengisi formulir itu sejak awal ia terima. Ia sudah sangat amat yakin dengan voli, laki-laki itu memang sejak AMP sangat gemar bermain voli.

"Voli tuh... bukannya kurang diminati anak-anak di sekolah gak sih?" Tanya Raka. Raka ini memang selalu mengeluarkan pertanyaan apa saja yang ada di pikirannya.

Tirta mengangguk, "iya, kebanyakan pada lari ke basket."

Jawaban Tirta membuat Raka segera mengisi formulir miliknya.

"Bim, kata gue mending lo basket aja. Gue liat cewe-cewe banyak di basket," hasut Raka.

Ucapan Raka membuat mata Bima berbinar. "Bener juga kata lo."

"Nama doang Bima Fadillah, kelakukan Nauzubillah kalo soal cewe," celetuk Agip. "Nih dar," ia memberikan kertasnya pada Radar.

"Asem lo gip," sahut Bima.

"Hahaha Bima Nauzubillah," ledek Raka.

"Kentut," sahut Bima lagi.

Raka, Janu, Agip dan Tirta sudah memberikan formulirnya kepada Radar, sekarang tersisa Bima yang masih bergeming.

"Buruan kali Bim! Udah kaya nulis surat wasiat aja lo!" Celetuk Agip ketika melihat Bima tak ada pergerakan.

"Gue gak punya pulpen." Refleks Raka melempar pulpen miliknya ke arah Bima. "Ngomong dong bangsat!"

*******

Radar membaca satu persatu formulir kelima temannya. Senyumnya sedikit mengembang kala melihat kelimanya menuliskan nama eskul yang sama untuk diikuti.

Yaitu Voli.

Ia kemudian juga tanpa ragu mengisi space kosong yang sebenarnya belum ia isi pada formulirnya.

Bagus, satu regu voli isinya enam orang. Dan sekarang kita berenam di eskul voli.

******

-Tirta Theodore (Tirta)
-Bima Fadillah (Bima)
-Raka Iskandar (Raka)
-Adista Giandra Pratama (Agip)
-Radar Ranjana (Radar)
-Januar Pradika (Janu)

Ada hide karakter nih member ke tujuh wkakaka














SALVATORE (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang