HEMBUSAN angin mulai terasa aneh. Bau amis menyebar, seperti ada orang buang kepala udang di sekitar pendopo. Bau amis yang memualkan itu justru sekarang bercampur bau busuk. Seperti busuknya bangkai mayat kuburan. Semua orang merinding, kecuali Dewi Ular dan Buron.
Sebagai manusia yang hidup kembali karena kekuatan cinta, Vinon pun merasa takut dan merinding. Namun tak sebesar rasa takut Fandy dan yang lainnya. Vinon menggenggam tangan Fandy, seakan-akan ia takut akan kehilangan Fandy lagi.
"Ada yang mendekati kita, Kumala!" ujar Buron.
"Singkirkan sekarang juga, Buron!"
Blaab...!
Buron seperti pecah seketika, dan berubah menjadi sinar kuning berpijar-pijar. Sinar kuning itu melayang mengelilingi pendopo satu kali, lalu melesat dengan cepat ke arah serambi samping rumah.
Wess...!
Dua detik kemudian terdengar suara ledakan yang tak begitu keras. Tapi daya sentak dari ledakan itu sempat menggetarkan pohon dan bangunan di sekitar tempat itu.
Daarrr...!
Sinar kuning tampak melesat masuk pendopo.
Bruuusk...!
Buron menampakkan diri sebagai sosok manusia seperti semula. Ia dalam keadaan terguling-guling di lantai pendopo. Namun dalam sekejap saja ia sudah bisa berdiri lagi. Wajahnya memar membiru, dan telinganya melelehkan darah kental. Napasnya terengah-engah, matanya memancarkan kemarahan. Ketika Buron ingin bergerak kembali, Dewi Ular mencegahnya dengan isyarat tangan.
"Aku belum kalah, Kumala! Aku masih mampu menyerangnya!" Buron protes. Tapi karena Kumala diam saja, seperti tak menghiraukan protesnya, Buron juga tak berani nekat bergerak.
"Kumala, ada yang muncul dari tanah tuh!" sentak Fandy sambil menyingkir ke tengah pendopo.
"Astaga...?!" Tomma terkejut dan menjadi tegang.
Belatung-belatung hitam muncul dari tanah. Jumlah binatang yang meloncat-loncat itu lebih dari seribu. Bau amis dan busuk makin menyebar. Tak ada tempat kosong yang tak terisi oleh belatung hitam. Permukaan semua tanah menjadi mirip tumpukan belatung yang menyebar membentuk pemandangan menjijikkan sekali.
Bahkan dalam waktu singkat belatung-belatung hitam itu juga muncul dari kedalaman batang pohon. Mereka berjatuhan dari dahan dan ranting. Sebagian dari belatung busuk itu merayap di tepian lantai pendopo yang berbentuk panggung itu.
"Buron, jaga mereka! Aku akan bertindak!" seru Dewi Ular. Kemudian dalam sekejap saja gadis cantik itu sudah berubah menjadi cahaya hijau yang berbentuk seekor naga.
Naga hijau itu melayang cepat ke mana-mana sambil menyemburkan asap hijau dari mulutnya. Dalam beberapa waktu saja seluruh tempat sudah dipenuhi asap hijau. Anehnya, asap hijau itu tidak membuat mereka terbatuk-batuk. Asap hijau itu seperti kabut dingin yang amat menyejukkan. Asap tersebut makin tebal dan mencapai ketinggian sekitar satu meter dari permukaan tanah.
"Aku takut, Fan..." terdengar suara Vinon bergetar, seperti orang mau menangis. "Kita pergi saja dari sini, Fan."
"Jangan ada yang bergerak!'' seru Buron. Wajahnya semakin tertutup asap hijau, sehingga ekspresinya tak begitu kelihatan. Yang jelas, mereka semakin terpaku oleh gerakan sinar hijau yang berbentuk ular naga.
Sinar jelmaan Dewi Ular itu bergerak ke sana-sini dengan cepat. Nyaris menyerupai sinar lampu laser dalam diskotek. Tetapi beberapa kejap kemudian suara gemuruh itu datang lagi bersama getaran yang lebih kuat. Lantai panggung pendopo berguncang, membuat mereka yang berdiri di atasnya menjadi limbung ke sana-sini dan saling berpegangan.
Menyusul kemudian munculnya sinar kuning dari perubahan diri Buron yang segera mengelilingi mereka. Seolah-olah kesaktian Jin Layon memberi batas perlindungan kepada Sandhi, Vinon dan yang lainnya. Barangkali karena sinar kuning mengurung mereka maka kekuatan gaib jahat yang sedang beraksi di sekitar tempat itu tak sempat menjamah mereka.
Suara letupan terjadi beberapa kali. Sepertinya belatung-belatung hitam itu meletup di sana-sini dan menimbulkan suara semakin riuh gemuruh. Angin berhembus semakin membadai.
Bluuuummm...!
Dentuman besar terdengar. Ketegangan makin bertambah. Tetapi suara gemuruh dan getaran menjadi lenyap seketika. Alam menjadi hening. Lengang sekali, rasanya. Sinar kuning telah berubah menjadi Buron kembali. Sinar hijau yang berbentuk naga itu berubah menjadi Dewi Ular lagi. Asap hijau yang bergumpal-gumpal pun hilang disapu angin tadi. Permukaan tanah menjadi bersih kembali. Tak seekor belatung pun yang tampak tersisa di sekitar tempat itu.
Kumala Dewi tampak berdiri di atas permukaan air kolam. Sekeras hati menggumam penuh kekaguman melihat kesaktian Dewi Ular itu. Sekeras hati itu ternyata milik Niko, yang masih gemetar karena dicekam rasa takut. Mata Niko tak berkedip sejak tadi memandangi Kumala Dewi. Rambut panjang gadis itu bergerak-gerak karena sapuan angin lembut, kedua tangannya masih saling merapatkan telapak tangan di dada. Gadis itu memandang ke sana-sini, seakan mencari lawannya yang menurutnya masih akan melakukan serangan kembali.
Duar, prang...!
Semua orang tersentak kaget. Lampu di sudut taman pecah secara misterius. Penerangan berkurang, tapi tak mengganggu pemandangan mereka. Lampu- lampu taman lainnya masih menyala dengan benderang. Tapi tiba-tiba lampu di sudut lain meletup juga dan menimbulkan letusan yang mengagetkan.
Daar, praang...!
Semua wajah berpaling ke arah sudut taman itu secara -serempak. Suasana tegang terasa kian mendebarkan hati mereka. Kumaia Dewi melompat dalam gerakan jungkir balik di udara. Gerakan cepatnya itu mencengangkan Niko kembali. Sekalipun masih dicekam ketegangan tapi rasa kagum
Niko terhadap Dewi Ular semakin bertambah besar. "Waaow...?!" desahnya dengan tak sadar.
"Mala, belakangmu!" sentak Buron, ia segera melompat bagaikan terbang ke arah Kumaia Dewi.
Pada saat itu Kumala berpaling ke belakang, dan ternyata ia melihat seraut wajah cantik pucat yang sedang menerjang dirinya. Terjangan wajah cantik pucat itu segera diterjang oleh Buron.
Bruuuss...! Bummm...!
"Lieza...?!" bentak Vinon dengan mata membelalak lebar.
Roh Lieza terpuruk di bawah pohon, ia mengeluarkan asap putih sebagai tanda bahwa ia terluka akibat terjangan Buron. Lieza pun bangkit dengan terhuyung-huyung. Wajah cantiknya masih memancarkan dendam dan kebencian. Seringainya memperlihatkan sepasang taring yang keluar dari giginya. Taring itu amat runcing dan memantulkan kilauan cahaya lampu taman.
"Aku ingin membawa pulang Fandy!" serunya dengan suara serak, meremas hati membuat orang makin ketakutan. Tiba-tiba terdengar suara sentakan.
"Dia milikku!" Rupanya saat itu keberanian Vinon menyala berkobar-kobar. Ia bahkan berlari meninggalkan pendopo berhadapan dengan Lieza.
"Kau harus berhadapan denganku lebih dulu jika ingin merebut Fandy dari pelukanku, Lieza!" sentak Vinon. Rasa cinta yang luar biasa besarnya membuat Vinon punya keberanian seperti itu.
Lieza menggerang kembali dengan mata memancarkan kebencian. Dewi Ular menarik mundur tangan Vinon, sehingga kini ia berhadapan langsung dengan Lieza.
"Kuperintahkan padamu, kembalilah kepada tuanmu, iblis Nosada itu! Kembali sekarang juga, Lieza!"
"Hiaak, haak, haak, haak, haak..." Lieza tertawa serak. "Apakah kau mampu memaksaku pergi tanpa Fandy, hah?! Hiaak, haak, haak, haak...!"
Semakin keras tawanya semakin besar bentuk tubuhnya.Tawa panjangnya itu akhirnya membuat tubuhnya tinggi, besar, berwajah lebar. Tingginya mencapai lima meter lebih. Vinon berlari tunggang langgang menghampiri Fandy. Seolah-olah ia bersiap melindungi Fandy dari jangkauan tangan Lieza yang telah berubah menjadi raksasa itu.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
35. Musibah Sebuah Kapal✓
ParanormalSilakan follow saya terlebih dahulu. Serial Dewi Ular Tara Zagita 35 Pemuda berambut panjang dan berwajah tampan itu sengaja datang menemui Dewi Ular. Ia menemukan rekaman aneh pada peralatan rekamnya. Disket itu diprogram oleh kumala dalam kompute...