Enam Belas (END)

45 4 1
                                    

"Bereskan dia, Buron!" perintah Kumaia, lalu menyingkir ke samping pendopo.

Niko buru-buru mendekatinya. "Dewi, kenapa Buron yang kau suruh menghadapinya?!"

''Kalau sudah begini, Buron mampu menyelesaikannya!"

Niko mau berkata lagi, tapi mulutnya terhenti dalam keadaan menganga. Pada saat itu ia tersentak kaget melihat Buron berubah menjadi Jin Layon yang tingginya enam meter dan berkulit hitam. Selain tubuhnya tinggi, besar, matanya juga lebar dan merah dengan kepala gundul tanpa rambut, Niko jatuh lemas melihat Buron berubah menjadi Jin Layon.

Siapa pun akan merasa ngeri melihat sosok Jin Layon yang berkuku panjang itu. Raksasa Lieza menyerangnya dengan kedua tangan seperti terpanggang api. Tangan itu diayunkan ke leher Jin Layon, tetapi dengan tangkas kedua tangan Jin Layon menangkap tangan lawannya. Dalam satu gerakan cepat dan suara menyentak menggetarkan bangunan di sekelilingnya, Jin Layon berhasil mematahkan kedua tangan raksasa Lieza.

"Huaaahk...!"

Kraaakk, kroook...!

"Aaaahkkkkrrr...!"

Raksasa Lieza menjerit mengerikan. Ia bermaksud menggigit dada Jin Layon. Tapi kepala Jin Layon sengaja dibenturkan ke kepala lawannya.

Proook...!

"Aaaakkrrrrhhh...!"

Kepala raksasa Lieza pecah, berlumuran darahnya, yang berwarna hitam itu. Bau amis menyengat hidung. Sangat memualkan. Dari mata Jin Layon segera keluar Sinar kuning yang melesat dan menghantam dada raksasa yang sempoyongan itu.

Claap...! Buuuusss...!

Sosok raksasa itu lenyap bersama kepulan asap hitam berbau sangit yang melambung ke angkasa. Suara teriakan histeris dari roh Lieza terdengar sama-samar, sampai akhirnya lenyap tanpa gema sedikit pun.

"Grrrrhh...!" Jin Layon mengerang setelah melemparkan kedua tangan lawannya yang tadi berhasil dipatahkan itu. Potongan tangan tersebut pecah di udara bebas, jauh dari jangkauan pandang siapa pun.

"Kembalilah ke wujudmu, Baron!"

"Ini wujud asliku! Mau disuruh kembali ke mana lagi?!" sentak suara Jin Layon yang bernada besar dan serak itu. Kumala Dewi tersenyum geli sambil melangkah meninggalkan tempatnya.

Pada saat itulah Jin Layon lenyap dan berubah wujud menjadi pemuda berambut kucai, Buron. Suasana menjadi tenang. Bau amis yang memualkan bagaikan tersapu bersih oleh hembusan angin malam.

"Kalian telah bebas dari ancaman Lieza!" kata Dewi Ular kepada Vinon dan Fandy. Yang lain berada di sekitar mereka, menyimak kata- kata Dewi Ular tanpa ikut bicara sedikit pun.

"Apakah itu berarti dia tidak akan kembali lagi, Kumala?" tanya Fandy.

"Dia sudah kuhancurkan!" sahut Buron sambil ngeloyor pergi.

"Benar. Buron telah menghancurkan roh Lieza. Kalian bebas menikmati hidup bersama, dan aku yakin, pasti kalian bahagia. Vinon mempunyai cinta yang amat besar, yang mengandung kekuatan gaib dan membuat dirinya hidup kembali."

"Sekarang aku memang merasa hidup kembali karena akan selalu bersama Fandy," kata Vinon sambil tersenyum malu. Tapi matanya melirik ke arah Fandy, membuat pemuda itu pun mulai tersipu-sipu.

Sambil menggenggam tangan Vinon. Akhirnya Fandy berkata kepada Kumala dengan nada lembut. "Terima kasih atas bantuanmu, juga atas bantuan teman-teman semua!"

Kumala mengangguk dengan senyum ceria. "Nikmatilah hidup ini dengan damai," kata Kumala sambil melangkah ke tepi kolam.

Vinon memeluk Fandy erat-erat. Napas mereka terasa sesak, karena segunung kebahagiaan terasa menyumbat di dada. Kumala Dewi dan yang lainnya hanya memandangi kemesraan yang kini telah menyatu dalam kehidupan mereka yang
kedua. Wajah-wajah mereka pun berhias keceriaan, seakan menyambut datangnya kehidupan baru yang akan dilalui Fandy dan Vinon dengan penuh kemesraan.

"Rasa-rasanya aku seperti mimpi melihat kenyataan ini," ujar Niko di samping Kumala Dewi. Gadis anak bidadari itu meliriknya dengan senyum dan balas berbisik pelan.

"Kadang aku iri, mengapa hanya mereka yang bisa menikmati kemesraan dan kebahagiaan. Kenapa aku nggak bisa, ya?"

"Kalau kau mau, pasti bisa."

"Mau sih mau, tapi siapa yang bersedia memberiku kemesraan seperti itu?"

"Aku bersedia."

"Apa...?!"

Kumala berpaling menatap Niko. Yang ditatap pun jadi gemetar dan salah
tingkah. Kumala hanya tersenyum saat Niko melangkah meninggalkan dirinya di halaman belakang. Niko bergabung dengan Tomma dan Sandhi yang saat itu sudah berada di serambi samping. Tapi pandangan mata Kumala mulai tampak berbinar-binar, senyumnya berseri-seri. Pertanda apakah itu?

SELESAI

35. Musibah Sebuah Kapal✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang