7 - Mengingkari Sebuah Rasa

4 0 0
                                    

Terimakasih sudah tekan tanda ⭐ disisi kiri bawah sebelum melanjutkan baca chapter ini. 🌝

💞💞💞

“I want to deny this feeling so as not to hurt two hearts.”
-Eileen Innovyana

💞💞💞

Rezvan berusaha menetralkan wajahnya saat melihat Eileen. Sungguh sangat tidak bisa dipikirkan, mengapa gadis itu yang ada dalam balutan gaun pengantin? Bukankah harusnya Evelyn, calon istrinya?

Rezvan terus memandangi Eileen. Tak dapat membohongi hatinya, Rezvan sungguh merindukan tatapan mata itu. Rezvan rindu akan Eileen. Akhir-akhir ini gadis itu berusaha menjauhi dirinya. Degup jantungnya bertambah kencang saat melihat Eileen, seakan mengetahui tempat yang seharusnya hati itu berlabuh.
Tidak jauh berbeda dengan Rezvan, Eileen pun hanya bisa mematung memandang tak percaya bahwa pria yang berusaha ia hindari, sudah ada di depan matanya. Rezvan terlihat sangat tampan dan berkarisma saat memakai jas pengantin miliknya.  Eileen malu mengetahui ia kepergok sedang memakai gaun pengantin Evelyn. Lihatlah, mereka seperti pasangan pengantin yang siap dalam penikahan!

Hingga sebuah suara berhasil menyadarkan mereka berdua, “Kalian pasangan yang sangat cocok, cantik dan tampan.”

Eileen dan Rezvan serempak menoleh pada asisten Yura. Eileen bersemu merah mendengar komentar itu. Ia salah tingkah dan gelisah. Sedangkan Rezvan masih bisa mengontrol raut wajahnya, berusaha setenang mungkin. Padahal hatinya sudah berontak.

“Emm… saya rasa sudah cukup. Bisa anda tolong saya... mengganti baju?” Eileen bersuara pada asisten Yura. “Kak, bisa kamu tinggalkan kami berdua?”

Rezvan gelagapan, mukanya seketika bersemu malu, “Sure!”

Setelah kejadian di butik itu, Rezvan memutuskan untuk mengantar Eileen pulang ke apartemennya. Saat ini mereka berada di mobil Rezvan. Jangan tanyakan dimana keberadaan mobil Eileen, pria itu meminta Eileen untuk meninggalkan mobilnya di butik dan menyuruh petugas apartemen untuk mengambilnya.

Entah alasan apa Rezvan menginginkan Eileen untuk diantar olehnya. Yang jelas, sejak memasuki mobil Rezvan, mereka tidak berani untuk membuka suara.

Eileen dan Rezvan tidak suka berada disituasi canggung seperti ini. Hingga mereka mulai bersuara dengan menyebut nama lawan bicaranya secara bersamaan. Mau tidak mau mereka saling menoleh.

Ladies first…” sahut Rezvan mengalah.

“Kak Evelyn kemana, Kak Rez?”

“Lho, saya juga ingin menanyakan itu ke kamu. Dimana Evelyn? Kenapa bisa kamu yang fitting gaun pengantin?” Rezvan bertanya heran. Hatinya bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi.

“Saya disuruh Kak Evy untuk mencoba gaunnya. Itu pun kata Yura, pemilik butik itu. Katanya Kak Evy sedang ada kendala di pekerjaannya.”
Rupanya mereka kembali dalam mode kaku, menggunakan ‘saya’ daripada ‘aku’.

“Evelyn menghubungi Yura?” Rezvan mendelik tak suka. “Dia bisa menghubungi orang lain, tapi saat aku menghubungi dia kenapa selalu tidak diangkat?!”

“Maksud Kak Rezvan?” Eileen mengernyit tak mengerti.

Rezvan terdiam tak membalas pertanyaan Eileen. Sepertinya ada yang tidak beres dengan Evelyn. Rezvan harus mengetahui apa itu. Ketika pikirannya berusaha mencari jalan keluar, matanya tidak sengaja menangkap pemandangan yang tidak ingin dilihat olehnya.

Seketika ia menghentikan mobilnya di pinggir jalan, “Evelyn?”

Eileen mengikuti arah pandang Rezvan yang mengarah ke arah café seberang jalan. Eileen ikut terkejut saat melihat kakaknya bersama dengan pria lain memasuki café itu.

Smitten Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang