Rintik air hujan turun dengan perlahan. Membasahi kota shibuya dengan segala kesibukannya. Manusia-manusia sibuk berlalu lalang dengan cepat.
Di depan sebuah cafe, Satoru berdiri terpaku. Tubuhnya tegak seolah pasak yang menghujam kuat ke bumi. Tetesan air hujan membasahi tubuhnya. Ia tak peduli. Tatapannya tertuju lurus ke depan. Ke seorang pria berambut hitam yang berdiri membelakanginya.
"Kenapa? Aku hanya mengungkapkan perasaanku karena tak kuat memendamnya terlalu lama," ujar Satoru. Tangannya terkepal erat menahan emosinya yang memuncak.
Pria di depannya sana tak bergeming. Tak berusaha menyahut ucapan Satoru barusan ataupun menoleh ke arahnya. Ia tetap berdiri sambil menunduk membelakangi Satoru. Membiarkan tetesan air hujan mengguyur tubuhnya.
"Aku tidak berharap apapun darimu. Kenapa? Kenapa, kau malah menjauhiku? Aku tak peduli harusnya—"
"Harusnya," pria itu memotong kalimat Satoru. Perlahan, ia menoleh ke arah Satoru. Tatapan matanya sulit diartikan. Gelap, kecewa, dan entahlah apalagi. Air hujan membantu menyamarkan seluruh emosi yang mendominasi.
"Harusnya kau tak perlu mengatakannya," kata pria itu.
"Suguru!" seru Satoru. Ia menarik nafas panjang. Berusaha meredam emosi yang bercampur aduk di dadanya. Kesal, marah, kecewa, cinta, sedih, dan entahlah.
"Ne~ Satoru, aku harap kita masih bisa berteman seperti biasanya," kata pria tadi sambil tersenyum.
Satoru meremas kuat jemarinya sendiri. Hingga dirasakan kukunya menancap di telapak tangannya. Dadanya terasa sakit entah kenapa. Senyum yang diberikan pria itu, terasa seperti belati yang menusuk jantungnya.
"Jaa~ ne. Sampai jumpa besok di sekolah," pria itu berbalik dan melambaikan tangannya.
"Chotto!"
"Kau tak memedulikan perasaanku sama sekali?" seru Gojou.
Air hujan turun menderas. Lalu lalang orang menghilang. Menyisakan dua pria yang membiarkan dirinya basah terguyur air.
"Benarkah?" pria tadi berbalik lagi. Suaranya melebur menjadi satu dengan suara hujan.
"Benarkah aku tak memedulikan perasaanmu? Lalu bagaimana denganku? Apakah kau pernah memedulikan perasaanku?" tanya pria tadi.
"Kau sibuk sekali memedulikan perasaanmu sendiri dan mengabaikan perasaan orang lain."
"Nee~ Satoru, menurutmu, bagaimana perasaanku? Bagaimana perasaanku setelah kau mengatakan hal seperti tadi?"
Keduanya terdiam. Suara air hujan yang menderas terdengar memenuhi telinga. Dingin menusuk hingga ke ubun-ubun. Tapi, dua orang itu tak segera pergi berteduh.
"Sudahlah. Lagipula, tak ada gunanya membahas itu sekarang. Pulanglah, Satoru. Kau akan demam jika terkena air hujan lebih lama," ujar pria tadi setelah menghela nafas panjang.
"Oh nee~, jangan lupa mandi dengan air panas. Satoru kan, tidak kuat udara dingin. Jaa~ ne," pria tadi tersenyum lagi. Melambaikan tangan pada Satoru dan melangkah pergi.
Kali ini, Satoru tak berusaha menahannya. Ia membiarkan pria itu pergi meninggalkannya sendiri.
Dibawah guyuran air hujan ini, Satoru masih diam terpaku. Menunduk ke bawah dan menatap tetesan air hujan yang jatuh menciptakan gelombang kecil percikan air.
Entah itu tetesan air hujan, atau tetesan dari air matanya sendiri yang turun tanpa ia sadari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Friend Zone (Satoru X suguru)
Teen Fiction"Bisakah kita tetap berteman tanpa melibatkan perasaan?" ----------------------------- Kalimat itu menyakiti perasaan Satoru. Bagaimana pun juga, seharusnya dia tak mengungkapkan perasaannya. seharusnya ia memendam dalam-dalam perasannya sendirian...