[14] ALTHARAZKA

120 7 0
                                    

Malam telah tergantikan oleh pagi yang cerah.

Cleonefa masih termenung di kamar dengan kondisi rambut yang berantakan, hidung merah, serta kedua mata yang tampak bengkak akibat terlalu lama menangis. Ia melihat seorang lelaki didepannya, rupanya itu Kafeel yang entah sejak kapan berdiri di situ dan kapan masuknya.

"Udah jangan nanggis mulu, ayo turun udah ditunggu buat sarapan" ucap Kafeel sembari merapikan tempat tidur yang masih diduduki oleh yang punya.

Mereka berdua turun setelah Cleonefa kembali tenang dan bersiap untuk sarapan. Kini terlihat sepasang ibu dan anak yang tengah menunggu keberadaan mereka untuk menyantap makanan dipagi hari ini.

Cleonefa serta Kafeel langsung mendudukkan diri di kursi makan tepat didepan ibu dan anak itu. Kini semuanya tengah makan dengan hening hanya berisikan suara gesekan sendok garpu dan piring.

🖤
🖤
🖤

Kini terlihat seorang wanita berkepala tiga (berumur tiga puluhan) yang tengah sibuk menyirami tanaman di halaman rumah megah. Disaat dirinya yang tengah menyiram seluruh tanaman hias, seorang lelaki muda yang datang menghampiri dan langsung memeluk dari belakang.

"Altaf..." wanita itu terkejut setengah mati. Berbeda dengan dengan Altaf, ia justru memamerkan giginya untuk tersenyum tanpa rasa bersalah. "Lama tidak kemari, apa yang terjadi?" Altaf masih tersenyum kuda. Wanita itu menghembuskan nafas panjang, ia sangat tahu betul bahwa keponakan yang satu ini akan berkunjung di saat memiliki masalah dan mengutarakannya. Kini wanita itu mengajak Altaf untuk duduk di kursi santai yang berada di taman, sebelumnya ia meminta asistennya untuk menghidangkan minum serta makanan ringan.

"Jadi__ ada apa?" Tanya wanita itu yang merupakan adik dari ibunya. Dan Altaf menceritakan semua yang ia bendam dalam hati. Ditengah dirinya bercerita entah kapan kakaknya itu sudah berdiri di belakang adik sang ibu.

"Kak Raska" wanita itu menoleh ke belakang, terlihat Altharazka yang terdiam seperti patung.

"Apa yang kau lakukan disini?"

"Kakak sendiri! Kenapa kesini?"

Kedua kakak beradik itu sekarang tengah tukar pandang memperlihatkan mata tajam yang bahkan sangatlah mirip. Dan kedua tatapan itu terhenti oleh satu-satunya wanita yang ada di antara mereka. Wanita itu berdehem untuk mengintimidasi sehingga membuat kedua keponakannya saling acuh.

Altharazka mendekat untuk turut duduk disamping wanita itu dan menghadap ke arah sang adik. Dering panggilan telepon terdengar dari handphone wanita itu, ia pergi meninggalkan Altaf serta Altharazka untuk menjawab panggilan telepon tersebut.

"Apa yang kau lakukan disini?"

"Kakak sendiri kenapa kesini?"

"Jangan ulangi pertanyaan ku"

"Aku bosan dan hanya ingin main saja"

Tatapan Altharazka mengintimidasi yang membuat Altaf ketar ketir dibuatnya.

"A-ada apa denganmu? A-aku hanya ingin berkunjung saja"

"Benarkah itu?"

Hening___ Keringat mulai membasahi kening Altaf, ia bingung harus menjawab apa ditambah tatapan intimidasi itu. Beruntungnya wanita itu datang tepat waktu.

"Jadi! apa yang ingin kamu katakan tadi? Altaf!"

"Gawat kenapa Nuna mengatakannya didepan kak Raska" gumam Altaf pelan, tidak terdengar oleh Altharazka maupun wanita itu. Namun Altharazka tahu ada yang aneh dengan adiknya.

"Memang apa yang ingin dia sampaikan?" Tanya Altharazka kepada wanita itu yang biasa mereka panggil dengan sebutan Nuna.

Nuna mengedikkan bahu. "Entahlah, karena biasanya dia akan kemari untuk bercerita mengenai masalah yang tengah dihadapi atau semacamnya"

Altaf kembali mendapat tatapan intimidasi dari Altharazka. Ia sekarang bingung harus bagaimana, hingga ide cemerlang yang entah dari mana datangnya muncul di otaknya begitu saja.

"Benar sekali yang Nuna katakan, sebenarnya aku menyukai seseorang di sekolah dan aku ingin meminta saran kepada mu Nuna" senyum kemenangan setelah membuat alasan yang cukup logis untuk diterima.

Tidak ada komentar, seakan Altharazka menerima alasan yang dibuat oleh adiknya. Langit cerah telah tergantikan oleh langit gelap yang menandakan datangnya malam.

Dilain tempat. Cleonefa masih termenung di kamar berbeda dengan kemarin yang menangis sesenggukan, kali ini ia tidak mau menangis sebab Kafeel setia menemaninya di kamar.

"Pergi ke kamarmu sendiri"

"Tidak akan kau pasti akan menangis lagi" bukannya pergi ia justru mengambil bantal yang berada dibelakang Cleonefa dan menaruhnya dipangkuan kaki silangnya.

"Tidakk__ aku hanya mengantuk dan ingin tidur!" Mengambil bantal yang berada di pangkuan Kafeel.

"Lihat masih jam berapa ini" Kafeel mengulur tangan kirinya untuk menunjukkan jam dan saat ini waktu masih menunjukkan pukul tujuh malam. Dan itu bukanlah waktu yang biasa Cleonefa gunakan untuk tidur. Ia tidak pernah mudah mengantuk bahkan ia bisa menghabiskan waktu 24 jam tanpa tidur, hebat bukan.

"Hhhhh__ terserah intinya aku ingin tidur" mengambil selimut untuk menutupi dirinya tanpa menghiraukan lelaki itu.

Kafeel bangkit dari kasur hendak pergi meninggalkan kamar Cleonefa tepat sebelum dirinya membuka pintu, pintu terbuka dari luar menampakkan seorang wanita paruh baya yang membawa segelas susu diatas nampan. Rupanya salah satu pelayan yang bekerja di rumah ini.

Kafeel mengangkat jari telunjuknya tepat didepan wajah untuk mengisyaratkan kepada palayan tersebut untuk diam dan keluar dari kamar. Dan dirinya turut keluar dan menutup pintu kamar tersebut.

"Cleo sudah tertidur"

"Owh ya sudah, kalau begitu silahkan susu hangat ini untuk anda" Kafeel mengambil gelas susu tersebut dan menghabiskannya dengan cepat sebelum mengembalikannya kepada palayan tersebut. Setelah pelayan tersebut pergi ia pun pergi ke arah kiri tepatnya kekamar yang berada di samping sana.

🖤
🖤
🖤

Dilain tempat ibu dan kakak tirinya tengah berbincang dengan seorang lelaki yang merupakan notaris dari mendiang sang papah.

"Jadi berapa warisan yang ayah saya tinggalkan untuk saya?" Notaris tersebut menatap Harits dan tersenyum lalu ia beralih menatap wanita yang berada di depannya dan memberikan senyum ramahnya pula.

"Jadi apa isi surat wasiat terakhir suami saya?"

"Baiklah saya akan menyampaikan wasiat dari tuan Zayn Aydin Abayomi, jadi sebelumnya tuan Aydin pernah berpesan kepada saya bahwasanya surat wasiat yang ia buat hanya akan dibacakan ketika putrinya telah lulus dari sekolah menengah atasnya dan ia juga berpesan surat itu harus dibaca dengan menghadirkan saksi diantaranya seorang adik perempuannya yang ada di panti, seorang kepala desa serta seorang polisi dan keputusan tersebut sudah menjadi keputusan paten yang harus dituruti. Sekian yang dapat saya sampaikan kepada anda nyonya dan tuan terimakasih saya pamit undur diri" notaris tersebut berdiri membungkukkan sedikit badannya untuk memberi salam sebelum pergi diikuti oleh asisten dari tuan Aydin.

"Mengapa seperti itu Bu? Keluh Harits tidak terima akan pesan dari mendiang ayah tirinya itu.

"Sabar putraku kita hanya tinggal menunggu beberapa bulan lagi untuk menunggu sebelum anak itu lulus" wanita itu mengelus bahu putranya untuk bersabar. "Kau pasti akan mendapatkan separuh harta yang ia miliki begitupun dengan diriku" kedua ibu anak itu tertawa terbahak-bahak dan mereka merayakannya dengan sebotol minuman yang dituangkan kedalam gelas minum.






























To be continued

See you again🖤🖤🖤

ALTHARAZKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang