The Rivalry-Hukuman

8 2 0
                                    

Disaat ruang kelas IPA 11 B damai tentram seperti biasanya, selalu saja ada halangan. Entah Gallan dan Adrian yang tiba-tiba nyelonong masuk tanpa permisi seperti waktu itu, atau, guru-guru secara dadakan melakukan perundingan akibat 'tawuran' yang dilakukan IPA 11 B.

Bu Naya, Bu Gendis, Bu Nea, Pak Erdan, Pak Rayan, Pak Jaja, dan bahkan kepala sekolah SMA Cendikia—Pak Samsan—turut berada di IPA 11 B, katanya untuk memberi 'hukuman' bagi para siswa yang membuat keributan.

Bu Naya menghembuskan nafas berat, "Ibu sudah capek sama kelakuan kalian,"

"Bu Gendis enggak pernah ngajarin kalian untuk kasar, ribut, dan hal-hal buruk lainnya, tapi kenapa kalian jadi begini?" IPA 11 A yang ikut gelut juga ada disini, dan Bu Gendis adalah wali kelas IPA 11 A. Tentu saja mereka semua kecewa. Tapi ini bukan sepenuhnya salah IPA 11 B, 'kan?

"Pak Erdan gak tahu kalian kenapa,"

"Pak Rayan heran sama kelakuan kalian, kerjaannya ribut terus. Bisa enggak satu bulan aja enggak bikin keributan? Kalian bikin malu sekolah ini!" Tegas Pak Rayan, marah.

"Yakin? Kalau enggak ada kita sekolah ini sepi trophy, lho," Celetuk Barra membuat para guru semakin kesal.

"Silakan aja Pak Samsan, saya udah enggak tahu mau bilang apa sama anak-anak bandel ini," Pak Jaja menyerah.

Mereka semua duduk selonjoran di karpet, suasananya mungkin terasa santai, tetapi guru-guru sepertinya sudah sangat amat marah besar pada angkatan ini.

Angkatan 16 SMA Cendikia memang membanggakan, selalu mendulang banyak medali dan trofi untuk SMA ini, akademiknya juga bagus, pintar. Tetapi ada satu kekurangannya, nakal. Nakal mereka sama, sama-sama suka bolos, mengobrol saat pelajaran, bercanda sampai tidak tahu waktu, dan, tentu, membuat onar seperti adu jotos antara IPA 11 A dan IPA 11 B.

Kalau dibilang angkatan 16 adalah angkatan terbaik, memang. Mereka yang terbaik dan terhebat. Masalahnya guru-guru juga sudah muak menanggani siswa-siswi langganan BK yang setiap minggu selalu hadir dengan cengiran khas mereka.

Entah apa hukuman yang akan membuat angkatan ini jera. Apa harus mereka dikeluarkan dari sekolah ini? "Kalian mau lanjut atau bagaimana?" Ucap Pak Samsan.

Suasananya malah semakin tegang dan mencekam, perempuan IPA 11 B dalam hatinya sudah panik dikit. Terutama Janna dan Hazia. Alissa masih agak santai.

"Kami sudah memberikan kesempatan berkali-kali pada kalian semua, tapi kalian selalu menyia-nyiakan kesempatan itu. SMA Cendikia dikenal dengan prestasi, jangan sampai malah tiba-tiba terkenal dengan keributan kalian ini," Lanjut Pak Samsan.

IPA 11 sebagian mulai merenung, dan sebagian lagi masih berpikir ini hanya main-main.

"Jadi ini nasib kalian mau bagaimana? Keluar dari Cendikia? Atau perbaiki sikap kalian sekarang juga?"

"Perbaiki sikap." Jawab IPA 11 serempak. Yang santai maupun yang tegang, yang mulai menangis sampai ada yang masih tertawa dalam hati, semuanya kompak menjawab. Lebih tepatnya, mereka sudah pada malas untuk berada disini lebih lama lagi.

"Setiap kelakuan harus ada hukuman," Tekan Pak Samsan.

"Untuk yang IPA sebelas B, bersihkan gor, sekalian bersihkan ruang OSIS, ya. Kalau IPA sebelas A, bersihkan taman belakang dan kamar mandi." Perintah sang kepala sekolah SMA Cendikia itu.

Para guru kemudian memberi senyuman 'mempersilahkan' murid-murid ini untuk mengerjakan tugas mereka.

Dengan hati yang tak ikhlas disertai perasaan malas, mereka semua segera  memulai membersihkan seperti apa yang disuruh Pak Samsan.

The RivalryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang