The Rivalry-Musuh

8 3 14
                                    

"Cih, kelas sebelah cuma hoki tapi selalu jadi anak emas guru-guru. Padahal kita yang lebih baik dari mereka, gak pernah dipuji sama sekali," Gallan bertutur kepada teman-temannya, menghasut agar IPA 11 A semakin membenci IPA 11 B.

IPA 11 A dan IPA 11 B adalah rival, musuh abadi. Prinsip itu harus tersimpan dalam otak IPA 11 A.

"Rencana aku sama Kesya gagal! Kita harus bikin rencana yang bener-bener bakalan berhasil!" Seru Gallan.

"Mending lanjutin aja, siapa tau ntar berhasil." Kilah Sasha membuat Fira setuju.

Kalau yang lain, mereka hanya diam, tak mau ikut-ikutan masalah ini yang hanya dibesar-besarkan Gallan. Padahal IPA 11 B tidak terlalu mempedulikan 'rivalitas' mereka lagi. Toh, IPA 11 A sudah kalah jauh dibanding IPA 11 B.

Lagipula lebih baik mereka fokus pada satu turnamen yang akan datang dan ujian yang akan dilakukan sekitar dua bulan lagi. IPA 11 A lebih baik menyerah dan mengakui bahwa kelas sebelah lebih bagus dari mereka.

Perbandingan IPA 11 B dengan IPA 11 A itu bagai matahari dan bumi, jauh sekali. Namun IPA 11 A terus bersikeras merasa mereka yang lebih hebat. Pemikiran yang aneh.

"Gallan," Panggil Kesya. "Kita mending lanjutin aja. Aku jamin, turnamen depan, mereka enggak bakal juara." Kesya tersenyum miring setelah mengatakan itu.

Bulan depan, akan diadakan turnamen di SMA Nawasena, lalu tiga bulan lagi SMA Cendikia menggelar Cendikia Expo. Kesya jamin, di SMA Nawasena, Cendikia B tidak akan mengangkat piala, sama sekali.

**

Di IPA 11 B, keadaan malah sama riuhnya dengan kelas sebelah. Seperti biasa lelaki-lelaki sialan itu bermain sepak bola dalam kelas hingga temboknya berbunyi nyaring karena pantulan bola plastik.

Sebentar lagi pasti guru akan keluar untuk memarahi mereka. Alurnya sudah tertebak.

"Sumpah, ini berisik banget." Geram Hazia tatkala Noah menendang bola sekuat tenaga ke arah tembok sehingga suara pantulannya terdengar keras.

"Ntar juga berhenti sendiri, sabar aja." Ucap Alissa lalu perempuan itu kembali fokus ke bukunya, menulis beberapa nama menggunakan brush pen yang ia miliki.

Kalea juga merasa terganggu. Maka ia berinisiatif mengambil bola mereka secara paksa. Tapi nanti, ada saatnya.

Sementara Neira membuka buku miliknya dan membaca catatannya, sekarang Neira sedang rajin, entah kerasukan apa anak itu. Tapi diantara kelima temannya, Neira memang termasuk salah satu yang paling rajin dan pintar.

Raline mengobrol dengan Kalea, meributkan siapa yang lebih ganteng, Jeno atau Nagi. Biasalah, diperbudak halusinasi.

Padahal keduanya tidak bisa digapai, lagipula Kalea sudah ada Gallan, dan Raline sudah ada Raden, atau Barra, ya?

"Pokoknya Nagi lebih cakep!" Seru Kalea tidak terima ketika Raline mengatakan Jeno yang lebih tampan. "Nagi gepeng, mending Jeno aja yang nyata," Kata Raline tak mau kalah.

Kalea memutar bola matanya malas, "Nagi jauh-jauh lebih cakep daripada Jeno," Ujarnya.

"Enggak. Jeno yang lebih cakep," Raline tetap bersikeras pada pendiriannya. Hadeh.

"Yang paling cakep itu Ernando," Cetus Janna tiba-tiba.

Bukannya menghentikan perdebatan yang tak ada hikmahnya ini, Janna malah ikut nimbrung. Memang tidak ada yang waras.

Ah, iya, sekadar informasi, Ernando adalah pemain tim nasional Indonesia yang berposisi sebagai kiper. "Ernando, Ferrari, cakep banget lah pokoknya mah," Bukan, bukan merk mobil. Ferrari juga pemain timnas Indonesia yang Janna sukai.

"Terus Jeparino dikemanain?" Sahut Alissa.

Janna terlihat berpikir keras, lebih keras dari berpikir karena soal matematika. Gadis itu kemudian berdecak, "Gak tau ah, males, dia gak nge-chat."

"Chat duluan lah." Saran Alissa yang tak ditanggapi Janna, jahat memang.

Dug!

Pantulan bola kembali terdengar nyaring sampai-sampai bola itu mengenai kepala Violetta. Tendangan Guntur merupakan penyebabnya.

Sebagai anak baik yang pendiam dan pemaaf, Violetta sama sekali tidak marah ataupun kesal, ia memaafkan Guntur dengan ikhlas. Yang heboh justru Kalea karena perempuan itu ingin sekali merebut bola laki-laki IPA 11 B.

"Vi, bolanya ambil, Vi!" Titah Kalea tapi Violetta tak mau mengambilnya, ia tidak berada dipihak manapun, netral. "Ih, Vio, ambil bolanyaa." Kata Kalea namun Violetta tetap membiarkan bola itu tergeletak dibawah mejanya.

Lagipula Violetta tidak mau berurusan dengan laki-laki IPA 11 B, lebih baik dirinya diam saja.

Guntur kini mengambil bola itu kembali, ia juga meminta maaf kepada Violetta. "Maaf, ya." Katanya. Senyum miring terukir di bibir Guntur, merasa menang dari Kalea yang wajahnya masam, sedikit kesal karena bolanya tidak berhasil ia curi.

Bel berdering menandakan waktunya pulang, para siswa-siswi bersorak sorai tatkala terdengar bunyi favorit mereka.

Hari ini Janna, Hazia, Alissa, Kalea, dan Raline akan bermain di rumah Neira. Karena jaraknya cukup dekat, mereka memutuskan untuk berjalan saja.

Sedangkan Noah, Barra, Guntur, Zayyan, dan yang lain pulang ke rumahnya masing-masing. Tapi sepertinya Barra, Guntur, Zayyan akan bermain bola terlebih dahulu di gor SMA Cendikia. Kalau Noah, dia tidak ikut, Noah memilih untuk pulang dan merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk.

**

"Kayaknya Margareth kangen," Pikir Noah yang selalu saja kepedean

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kayaknya Margareth kangen," Pikir Noah yang selalu saja kepedean. "Aku 'kan emang ngangenin." Batinnya.

Noah itu sangat penis, maksudnya pede dan narsis.

Sementara itu di rumah Neira, Janna memperlihatkan status Whatsapp Zefarino.

"Lucu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lucu."

The RivalryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang