19 || Sebuah Misi

53 42 22
                                    

Jangan lupa vote dan komennya~
Happy Reading<3

🌷🌷🌷

Gedung-gedung pencakar langit berpagar beton menyembul tinggi seakan tampak mampu mencapai bentang semesta. Cowok mengenakan pakaian serba hitam telah berdiri di depan arsitektur bangunan megah berpondasi kokoh, merunduk turun dari kendaraan beroda empat, kaki segera berjalan memasuki lobi.

Paras tampan tanpa ekspresi terpancar, sejuta aura kemisteriusan diterima oleh beberapa pekerja yang kebetulan dilalui tanpa sengaja.

Kedua langkah panjang melewati lorong-lorong penuh cahaya hingga membawa raga itu menaiki elevator. Angka tiga menyala setelah satu jari menekan sebuah tombol, katrol beroperasi naik setelah panel kendali menjangkau tiap-tiap lantai. Pintu dengan dua sisi terbuka sesuai sistem secara otomatis, langkah yang sempat diberhentikan kembali mencipta gerak.

Ketuk singkat pada sebuah pintu tertutup ia beri, tak lama wanita ayu dengan polesan make up tipis mengenakan bawahan sepan beledu hitam membuka, mempersilakan masuk. Tampak pria duduk pada kursi hidraulik dengan fokus diberi penuh pada berkas di hadapan, seluruh pusat seketika buyar menyadari hadirnya pemuda berdiri di hadapan tanpa suara.

Pria itu terkekeh, bahagia pada raut terpancar. "Si sulung Dharmendra, apa yang membuat kamu kemari? Silakan duduk."

Kaivano memutuskan mendudukkan raga. Celah bibir terbuka, ia mulai berkata, "Paman, saya datang kemari untuk meminta rekam jejak digital yang viral hari ini untuk dihilangkan. Seluruh situs web, kata kunci, dan unggahan tolong segera dilenyapkan."

Bukan sebuah jawaban, melainkan tawa menggelegar Kaivano dapatkan. "Enggak semudah itu, Vano. Lagi pula—"

"Saya punya tiga puluh juta untuk paman," sela Kaivano.

Awalnya telah diduga tidak mudah untuk membujuk pria tua dihadapan, mengemis pun tidak akan berguna jika tak mendapat uang pelicin sebagai tamparan mulut penuh hinaan. Memang pria tamak sepertinya tak akan mudah terpengaruh oleh tipu daya.

"Lebih, dua kali lipat," bisiknya, dengan senyum penuh rayu.

Cih! Kaivano mencibir dalam hati. Muak dengan pria di hadapan, mungkin ini alasan Hali tidak ingin memiliki urusan dengannya lantaran terlalu rakus dengan amplop cokelat tebal.

Lantas, Kaivano hanya mampu mengangguk. Satu telapak tangan mengeluarkan amplop bergembung berisi puluhan juta lembar kertas dari tas yang tergendong di dada, tanpa diletak pun uang semir telah ditarik terlebih dahulu oleh tangan pria itu.

"Tiga puluh juta lagi akan saya alihkan ke teman saya," kata Kaivano.

Si sulung Dharmendra mengeluarkan benda pipih dari kantong celana, jemari menyusuri beberapa nama di sana, setelahnya mengirim sebuah panggilan untuk seseorang.

"Hali," ucap Kaivano setelah pemilik wajah teduh menerima sambungan telepon darinya, sedangkan pria di hadapan menyungging senyum puas.

"Apa? Udah selesai?" jawab Hali, bertanya dari seberang sana.

"Lo di mana?"

"Di warkop, baru antar Rea pulang."

"Tolong transfer tiga puluh juta ke rekening gue."

"BUSET, WOI!" Kaivano menjauhkan ponsel dari telinga lantaran suara teriak sebagai respons keterkejutan milik Hali menciptakan dengung.

"Buat apa? Buat sogokan lagi? Gila tu orang! Udah bau tanah aja masih mata duitan!"

"Gue tunggu lima menit," kata Kaivano, tanpa menggubris seluruh celoteh milik Hali. Segera memutus sambungan telepon secara sepihak, membiarkan pemuda teduh misuh-misuh tak jelas setelah panggilan tertutup.

[#3] ETHEREAL || Sudah Terbit✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang