16 || Sebenarnya, Hali Itu ...

55 40 21
                                    

Terima kasih buat kalian yang udah baca sampai sini, enjoy disetiap perjalanan kisah Hali dan Rea><

Jangan lupa vote dan komennya~
Happy Reading<3

🌷🌷🌷

"Aluna?" Aluna tersenyum lemah mendapati suara lembut dari pria dengan kaki terlipat di atas sofa. "Pulangnya, kok, malam?"

"Tadi nunggu jemputan di depan sekolah, pa."

Memicing lantaran mata mengalami buram, pria disibukkan dengan beberapa lembar kertas proyek mulai meraih sepasang kaca berangka di samping laptop mini fungsionalitas. Dikenakan setelah tak cukup dapat menangkap jelas sosok bersama Sang putri.

"Lean, ponakan om? Kenapa enggak bilang kalau mau ke sini?" Pria manly beranjak dari duduk, menerima taut tangan dari Hali sebagai bentuk pernyataan hormat.

"Tadi kebetulan ketemu Aluna, om. Jadi, Hali sekalian antar Aluna pulang," jawab Hali.

"Oh, ketemu di sekolah, ya? Aluna tadi bilang ada acara bakar jagung buat ngerayain kelulusan sekolah malam ini sama teman-temannya." Hali mengangguk saja, tak berniat mengatakan yang sejujurnya. Aluna meminta agar tak mengungkap banyak mengenai kecelakaan malam ini.

"Itu ... muka kamu kenapa bonyok?"

Menanggapi pertanyaan dengan kekehan, sebelum Hali kembali berkata, "Masalah anak mudah, om."

"Kamu ini ada-ada aja! Ngomong-ngomong, oma betah banget di rumah kamu, suruh pulang, proyek punya om makin numpuk," ucap pria itu lagi. "Kamu di sini dulu sama Aluna, om mau kerjain proyek di kamar," imbuhnya.

Netra hanya menyorot tangan kekar membereskan kekacauan, lembar-lembar kertas berhambur diraih tanpa diatur, dan lembar renyuk tercecer tak dihirau, segerahnya begitu saja berlalu. Bobby, saudara angkat bunda yang selalu Hali temu di sudut minimarket setiap hari Minggu dengan beberapa kantong belanja.

Kerap Hali menemukan kebohongan pada pendar netra yang tak pernah redup, nyalang hanya diisi rasa sakit dan kemarahan. Terlahir di dunia dengan perpecahan keluarga, dan dikelilingi oleh cinta sebelum berakhir sendirian. Sial memang bertemu dengan kasih yang berlakon seperti senja, karena kenangan dunianya menjadi penuh luka.

"Lean, lo mau dibuatin apa?" Suara milik Aluna terdengar pelan dan lemah.

"Enggak usah, Al. Lo duduk sini aja sama gue."

Aluna menyandar pada kursi panjang bertangan berlapis karet dan busa yang dibungkus kain beludru, kepala mendongak hingga jatuh setiap helai dari paras pucatnya. "Mama sekarang ngapain, ya, kira-kira sama pasangan barunya?"

Hali menoleh cepat. "Lo mau apa?"

"Pasti mama lagi senang bisa nyanyi bareng sama anak pasangan barunya." Netra penuh akan kekosongan mulai meracik genang.

"Lo mau gue nyanyiin lagu apa? Gitar punya ayah masih ada di kamar lo, kan?"

"Lean," panggil Aluna, lirih.

Tak memedulikan lantaran raga telah beranjak. Hali melintas pada seisih rumah penuh cerita sebelum bunda dan ayah mendirikan istana sebagai tempat Hali pulang.

Teringat, Hali kecil sering kali mencipta gaduh, merebut mainan baru milik Aluna, hingga bunda memberi sentak sebagai hukuman. Tangis berderai lantaran terpukul kepala Aluna dengan palu karet yang dibelikan oleh oma, Hali mengingat semua.

Rumah oma, lama kaki tak menginjak di sini. Sudut bibir kembali tertarik samar, kembali lagi ia mencoba menenggelamkan diri dalam kubangan nestapa. Sedikit banyak kenangan mulai terlintas, perlahan membuka luka lama. Perih lantaran celah bibir terbuka mengizinkan hela, terasa indah meski seluruh menyakitkan.

[#3] ETHEREAL || Sudah Terbit✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang