8 || Perubahan Hali

85 51 14
                                    

Beli pot di toko ramen
Jangan lupa vote dan komen~
Wkwk cakep banget pantunnya

Happy Reading<3

🌷🌷🌷

Seminggu terakhir sejak Rea meminta Hali untuk menyingkir dari hidupnya, tak tertemukan sapa kembali. Hali benar-benar membuktikan akan segera menepi lalu pergi, tanpa menyatakan kata 'tapi'. Bahkan keberadaan cowok teduh tak pernah Rea dapati.

Seperti saat ini, Hali hanya melintas tanpa memberi tatap teduh untuk Rea—berjalan lurus, padahal jarak keduanya hanya beberapa meter saja.

Memperhatikan Hali cukup dalam selang beberapa menit, Rea memalingkan paras ayu kala manik hitam membidik tepat pada aksen cokelat terang dengan hijau itu, dingin. Rasanya Rea seperti masih tertidur dan bermimpi, sesal semakin menghantui, seluruh kehangatan milik Hali untuknya tak ia temukan lagi.

Pun Cakra, entah ada apa dengannya. Rea sudah lelah dengan tingkah aneh Cakra akhir-akhir ini, sering hilang tanpa kabar, gadis mungil juga sempat mendengar cowok itu tak mengikuti ujian satu minggu lalu dari salah satu teman kelasnya.

Biarkan saja, Rea tak perlu berjalan jauh untuk mencari, pemilik coretan merah pada rambut hitam itu pasti akan kembali.

Rea mencipta langkah, tak terlalu panjang—namun sedikit cepat dengan sebuah satu cup berisi mi di tangan. Pujasera cukup riuh, berjinjit menggunakan ujung jari kaki yang berjejak, kepalanya melongok mencari sebuah tempat.

Sayangnya, netra tak menemukan satu ruang kosong. Hendak Rea berbalik, berpikir menghabiskan waktu istirahat di taman tidaklah buruk, justru seseorang memanggil namanya.

"Rea! Sini bareng sama Kiki!"

Suara cempreng milik Kiki menjadi suara paling jelas dari seluruh suara gaduh di sana, gadis mungil tersenyum canggung mendapati keberadaan cowok bangir di sana. Menemukan telapak yang terus melambai rendah—mengajak, bergegas kaki itu bergerak mendekat. Sialnya, kursi kosong itu justru berada tepat di depan Hali.

"Gue gabung, ya?" tanya Rea berhati-hati, sedikit takut dengan aura dingin milik Hali yang menguar. "Kalau enggak boleh, gue bisa makan di taman," lanjutnya, manik bergerak dari sudut meja, menatap satu-persatu teman-teman Hali, tak lupa si kembar dan berakhir pada Kiki.

"Gabung aja—"

Suara Kaivan terpotong lantaran terlebih dahulu cowok bangir berkata, "Duduk!"

"Ngapain lo sensitif banget hari ini? Kiki yang hari pertama haid aja mood-nya kayak parfum vanila." ujar Kaivan, tak mendapat respon dari Hali.

"Manis, ya, Kaivan?" tanya Kiki.

"Neng Kiki, euy, amis pisan!"

Kiki memanyunkan bibir. "Kok amis, sih, Kaivan? Kiki bukan ikan laut, tahu!" rengek Kiki.

"Bu-bukan gitu!" Mengarahkan kedua tangan ke depan, mengibas bersamaan seolah meminta Kiki untuk tidak merengek, frustrasi ia dapat.

"Amis dalam bahasa sunda itu artinya manis, Ki, kalau enggak percaya tanya Hali."

"Iya, Hali?" tanya Kiki. "Beneran Kaivan enggak bohongin Kiki?"

Sedangkan Hali yang ditanya hanya mengangguk.

Atmosfer disekeliling Rea terasa panas, mendapati Hali yang diam dan tak banyak bicara membuat Rea merasa kaku untuk bergerak bebas. Saliva ia telan dengan susah payah, seolah canggung tak pernah ragu merampas waktu.

[#3] ETHEREAL || Sudah Terbit✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang