24 || Terlambat Mengatakan

39 25 10
                                    

Jangan lupa vote dan komennya~
Happy Reading<3

🌷🌷🌷

Netra memang terpejam, namun Hali tak segera masuk ke alam mimpi lantaran suara nyanyian Kaivan menggempar di dalam bus. Bernyanyi dengan teriakan hingga lagu yang dibawa melenceng dari nada indahnya. Kantuk baru menyapa setelah tiga jam perjalanan pulang, sejak mendapat telepon mengejutkan dari oma, benak Hali tak pernah lepas memikirkan kondisi tak meyakinkan Aluna.

Rea terlelap sejak lima menit setelah menghabiskan satu kotak susu cokelat sebelum bus terpacu. Kepalanya menyandar pada jendela, rambutnya sengaja terikat acak tak beraturan, entah bagaimana Rea mampu tertidur, mengingat suara berisik Kaivan masih saja tak kunjung senyap.

"Ayuh, beri saya makanan ringan," kata Oja, berdiri di samping Hali, telapak tangannya terbuka, sedangkan satu tangannya telah penuh oleh makanan hasil rampokan.

"Cepat! Atau saya akan bunuh awak."

Pemuda teduh membuka mata kala Oja menghuyung badanya pelan berulang "Apa, sih, Ja?" Hali terusik tak tenang.

"Udah, Ja! Jangan temenan sama Geledek!" ucap Kaivan melalui mikfrofon.

"Goyang dombret ... goyang dombret ... ser-ser." Si bungsu Dharmendra kembali melanjutkan sambungan lirik lagu Goyang Dombret milik penyanyi dangdut terkenal.

"Baik terima kasih atas saweran dari kalian, Akang Kaivan pamit undur diri dari panggung," kata Kaivan, mematikan nyala mikrofon setelah Oja datang membawa banyak makanan dalam kemasan.

Hela napas terembus samar dari celah bibir yang terbuka, Hali bersyukur pemilik tinggi dua meter tak melanjutkan aksi gila lagi, meski setelah ini dapat dipastikan akan ada nyanyian yang lebih cocok terdengar seperti lanturan tercipta dari Kaivan dan Oja. Menarik sepasang earphone dari saku jaket miliknya, dibiarkan tersumpal pada kedua telinga meski tanpa musik.

"Jangan tidur lagi kawan-kawan, selepas ini saya akan menyanyikan lagu yang pasti menyeronokkan," ucap Oja, sedikit berteriak.

Oja mengetuk kepala mikrofon, diarahkan mendekat pada bibirnya yang masih terpenuhi kripik singkong. "Seperti mati lampu ya, sayang ...."

Ah, yang benar saja! Hali merotasikan mata, menyetel beberapa lagu sebagai teman tidur. Perlahan, cowok bangir memejamkan mata, menyusul Rea menuju ke alam mimpi, memaksa raganya agar segera beristirahat.

🌷🌷🌷

Mendapat kabar buruk dari Bobby, cowok berambut dominan warna tembaga segera bergegas, terpaksa meninggalkan seluruh pekerjaan di bengkel yang belum diselesaikan sejak pagi. Perasaannya makin hancur kala mendengar Aluna mengalami kritis lantaran kecelakaan yang tak sengaja terjadi, Cakra pikir itu hanya sebuah lelucon dari gadisnya, mengingat Aluna selalu mencari alasan untuk mendapat perhatian kecil darinya, dulu.

Cemas dalam kegelisahan tak kunjung padam. Remat tangan pada handgrip motor hitam yang dipacu semakin mempercepat laju, ingin sekali Cakra segera tiba di rumah sakit, namun jarak seolah tak mengizinkannya agar segera bertemu kasihnya. Ia takut, sangat takut apabila Aluna tak kembali ke dekapnya.

Lantas, dengan siapa Cakra harus bersandar?

Dua setengah tahun tidaklah singkat, meski awal tak pernah memiliki niat untuk singgah, tapi kini Cakra telah jatuh cinta pada Aluna.

Bersyukur ditemukan oleh keluarga Aluna yang baik, meski awal dituntut agar berada pada balik jeruji besi untuk menyadarkan seluruh salahnya. Sekarang, Cakra sadar. Selalunya ia menjadi juara, dicintai dua gadis dalam satu waktu yang sama, penyesalannya adalah menyiakan ketulusan.

[#3] ETHEREAL || Sudah Terbit✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang